Tiga Puluh Empat

229 51 92
                                    

Jangan lupa untuk vote dan coment diPart ini ya >v<

Selamat membaca ❤️

_______________________

BAGIAN TIGA PULUH EMPAT

Kadang ketika mencintai seseorang, bukan cuma hati yang terlibat, tetapi logika pun ikut handal dalam melakukan sebuah tindakan...

•••

"Kara, tunggu dulu!"

Suara panggilan itu refleks membuat Kara mengehentikan langkahnya. Ia begitu sangat mengenali suara itu. Suara yang tak lain pemiliknya adalah Shela.

"Kara, tunggu sebentar," panggil Shela sekali lagi, setelah berhasil mengatur nafasnya.

"Kenapa Shel?" tanya Kara.

Shela melempar tatapan memelas ke arah Kara. Bukan tatapan benci yang sebelum-sebelumnya sempat Kara kira.

"Gue mohon jangan menjauh lagi ya."

"Gue nggak pernah menjauh, Shel. Cuma gue nggak mau bikin hati kalian semakin kecewa gara-gara ngeliat gue. Kalau kalian mau jauhin gue, yaudah sih gapapa. Gue cukup sadar diri kok."

Gelengan kepala Shela berikan sebagai balasan atas ucapan Kara barusan. Bagaimana mungkin ia memiliki niat seperti itu. Jikalau Shela melakukan hal itu, itu berarti semua yang ia lakukan untuk persahabatan mereka akan tidak ada artinya.

"Jangan berpikir kayak gitu lagi. Gue sama Katya nggak ada niat ngejauhin lo, kok. Cuma tadi kita pikir, lo aja yang mau jauhin kita. Soalnya dari tadi lo diam terus dan waktu jam istirahat lo main pergi aja tanpa ngomong ke kami."

Shela menggenggam kedua tangan Kara lembut. Kemudian menatap gadis itu dengan tatapan memohon. "Kita memang kecewa sama lo. Tapi bukan berarti persahabatan kita hancur gitu aja."

Kara menunduk. Tangannya menggenggam balik kedua tangan Shela. "Maafin gue, Shel. Gue nggak berniat-"

"Sstt... Nggak papa. Tentang masalah itu, kita lupain aja ya. Gue nggak mau gara-gara semua itu, kita jadi jauhan kayak tadi. Toh, semuanya udah terjadi, dan lo juga udah terikat sama perjanjian itu. Mau bagaimana pun gue sama Katya sebagai sahabat lo, harus mendukungnya. Okey?"

Kara mendongak lalu mengangguk. Tak lupa ketika melihat senyum yang diberikan Shela, kedua sudut bibirnya juga ikut terangkat.

"Makasih, Shel," lirih Kara memeluk Shela dengan erat.

"No problem. Sesama sahabat harusnya nggak ada kata terimakasih, bukan?" Shela membalas pelukan Kara.

Keduanya masih saja berpelukan. Membiarkan tatapan dari murid-murid lain yang menatap aneh ke arah mereka. Hingga sebuah suara membuat keduanya melerai pelukan.

"Maaf nih ganggu bentar acara pelukan teletubbies nya. Bukannya kenapa-kenapa ya, tapi kalian ngapain peluk-pelukan gitu didepan gerbang sekolah? Kayak-"

"Kayak apa, huh?!" sewot Shela seraya melototkan matanya ke arah Satya yang tengah duduk diatas sebuah motor.

"Eitss... Jangan galak-galak dong, Shel. Lo makin seksi kalau kayak gitu."

Shela semakin melebarkan matanya.  Tangannya pun terangkat untuk mencubit lengan Satya. Pelan memang, tapi cubitan itu terasa begitu pedas ketika menyentuh permukaan kulit Satya.

"Awss... Sakit Shel!" ringis Satya sambil mengusap-usap bekas cubitan Shela yang berhasil memberi tanda kemerahan.

"Bodo amat!"

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang