Empat Puluh

188 20 25
                                    

BAGIAN EMPAT PULUH

Kara dan Shela memasuki kantin yang sudah ramai diisi dengan sebagian murid SMA GARUDA. Riuh mulai terdengar bersahut-sahutan antara suara para murid dan suara para penjual di setiap stand makanan.

"Kita duduk dimana? Nggak ada tempat lagi," ujar Kara mengedarkan pandangannya disetiap sudut kantin.

Shela yang sedang tak ingin banyak bicara hanya ikut mengedarkan pandangannya. Hingga matanya bertubrukan dengan sepasang mata yang juga tengah menatapnya sambil melambaikan tangan ke arah mereka.

Awalnya Shela menggeleng dan kembali mencari meja kosong. Namun melihat pemilik sepasang mata tadi tengah berjalan ke arahnya membuat Shela menghela napas.

"Shel, duduk bareng gue, yuk!" Satya menarik lembut tangan Shela namun langsung ditepis pelan oleh gadis itu.

"Lo duduk dimana emang?" tanya Kara menatap Satya dengan raut wajah datarnya.

"Disana," tunjuk Satya pada meja disudut kantin. Kedua gadis itu pun mengikuti arah telunjuk itu.

"Nggak! Kita cari tempat lain aja Shel," putus Kara ketika matanya menangkap sosok lain duduk dimeja itu.

Satya dan Shela menatap Kara yang hanya menatap mereka datar. Sebelah alis Satya terangkat. "Gue nggak ngajak lo. Kalau lo nggak mau yaudah. Biar Shela aja yang ikut gue," ucapnya dengan nada sedikit tak suka.

Shela menatap kebawah ketika tangannya digenggam erat oleh tangan Satya. Seberusaha mungkin Shela melepaskan genggaman itu, apalagi kini mereka tengah ditatap sebagian murid dikantin ini. Shela tau, diantara semua murid itu pasti ada yang merupakan fans Satya.

"Lepas, Sat!" bisik Shela yang masih berusaha untuk tetap tenang.

"Duduk bareng gue aja, Shel. Biarin teman lo ini sendiri kalau itu maunya dia. Lagian siapa juga sih yang mau duduk sama cewek yang suka nyalahin orang sembarangan!" Satya mempererat genggaman nya seraya tersenyum sinis ke arah Kara.

Ada apa dengan Satya? Mengapa dia terlihat tidak suka pada Kara? Batin Shela.

Kara mengepalkan tangannya. Menatap Satya tak kalah sinis. "Maksud lo apa?"

"Gak ada pengulangan! Gue lagi malas ngomong sama orang–"

"Satya!" potong Shela tajam. Sejak tadi ia hanya diam karena suasana hatinya yang sedang buruk, tapi sekarang Satya semakin memperburuk suasana hatinya dengan kembali mengata-ngatai Kara.

Seperti biasa, Satya langsung menutup kembali mulutnya. Entah mengapa jika Shela sudah seperti itu, dirinya menurut begitu saja. Sepertinya Satya sudah terserang yang namanya Bucinphobia.

"Kara, kita duduk bareng Kak Satya aja ya," ajak Shela dengan nada lemah.

Ingin rasanya Kara menolak ajakan itu. Tapi melihat wajah lesu Shela dan belum lagi kejadian kemarin yang terjadi pada Shela karena dirinya juga, terpaksa mau tak mau Kara tidak bisa menolak.

Dengan pelan dan ragu akhirnya Kara menganggukkan kepalanya. "Yaudah.." kata Kara pasrah.

Tatapan tak suka masih diberikan Satya pada Kara, bahkan saat mereka sudah duduk cowok itu masih menunjukkan raut sinisnya.

Kara sendiri sedari tadi menyadari tatapan itu, tapi ia lebih baik mengacuhkan Satya dari pada kembali membuat masalah baru. Dan juga Kara bisa merasakan cowok yang duduk disebelahnya kini tengah meliriknya sambil tersenyum.

"Hai," sapa Anggara yang masih setia dengan senyumannya.

Anggara awalnya cukup kaget dengan kedatangan Kara yang tiba-tiba sudah duduk disebelahnya. Tapi walaupun begitu, Anggara tak bisa untuk tidak menunjukkan senyum lebarnya.

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang