BAGIAN EMPAT PULUH ENAM
Kara menuruni tangga rumahnya dengan pelan. Tepat saat kakinya menginjak anak tangga terakhir, ia bisa melihat anggota keluarganya yang sudah berkumpul di meja makan.
Tapi kali ini suasananya tampak berbeda. Wajah Ayahnya yang setiap pagi selalu terlihat bersemangat, kini malah menunjukkan raut lesu tak bersemangat.
"Anak kalian itu benar-benar sudah membuat Anggara, anak aku, terluka! Aku mohon, mulai sekarang jauhi Kara dari Anggara!"
Kara memejamkan matanya. Bayangan kata-kata Tasya kemarin terngiang dalam pikirannya. Ya, kemarin Mamanya Anggara datang kerumahnya dengan suasana hati yang benar-benar sedang dalam keadaan tidak baik.
"Kalau saja aku tau anakku yang akan jadi korban dari perjodohan itu, aku nggak akan menyetujui Anggara dijodohkan dengan anak kalian. Aku kecewa sama kalian! Kalau sekali lagi Anggara terluka karena Kara... Jangan harap kamu dan suamiku akan menjadi sahabat lagi, Aksa!"
"Kara?"
Kara tersentak dari lamunannya. Ia menatap Bundanya lalu tersenyum. "Pagi semuanya," sapanya kemudian duduk disebelah Galan.
"Tumben bangun cepat?" celetuk Galan ditengah-tengah menyantap sarapannya.
"Kepo!" balas Kara membuat Galan mencibir.
"Ayah berangkat pagi, ya?" tanya Kara yang diangguki Aksa.
"Ayah berangkat dulu, ya. Kamu nanti diantar sama Abang kamu aja. Belajar yang rajin, jangan kecewain Ayah sama Bunda lagi." Aksa berdiri dari duduknya lalu mengelus kepala Kara singkat. Setelah berpamitan pada istri dan kedua anaknya, pria itu langsung berangkat menuju kantornya.
"Kara, habisin sarapan kamu ya. Nanti Abang kamu yang nganterin kamu ke sekolah," ujar Devi. Kara mengangguk saja dan segera melahap habis sarapannya dengan perasaan yang berkecamuk.
Tanpa dijelaskan pun, Kara tau apa maksud perkataan Ayahnya tadi.
***
2 Hari. Sudah 2 hari selama kejadian itu Kara tidak melihat kehadiran Anggara. Ia sempat mendengar kalau selama 2 hari ini cowok itu dirawat dirumah sakit akibat peristiwa itu.
Tapi, bukankah itu bagus baginya ketika Anggara tidak lagi mengganggunya?
Pagi ini Kara tengah bersama Wilona dkk. Entah apa yang akan dilakukan mereka kali ini, yang pasti feeling Kara benar-benar tidak enak.
"Buruan kalian jalannya! Jangan banyak gaya bisa nggak, sih?" omel Wilona yang berjalan paling depan.
"Rexa, lo kayak siput banget jalannya. Gercep elah!" celetuk Lolita. Cewek itu menatap Rexa dan Misha yang masih jauh tinggal dibelakang.
"Biarin aja, Ta. Biar mampus sekalian mereka kalau ntar ketahuan," sela Laura.
Kara sejak tadi hanya diam sambil terus berjalan mengendap-endap mengikuti seniornya itu. Hingga sampailah mereka ditaman belakang. Terlihat kini dihadapan mereka sebuah pagar putih besi yang ukurannya cukup tinggi. Kara mengernyit heran. Untuk apa mereka kesini?
"Biar gue dulu yang manjat, setelah itu baru giliran kalian satu-satu. Ingat, jangan sampe berisik," perintah Wilona lalu mulai bersiap untuk memanjat pagar itu.
"Kita mau ngapain, Kak?" tanya Kara bingung.
"Bolos." Jawaban itu membuat Kara membulatkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior
Teen FictionIni kisahnya Anggara Bracevalino yang tengah berjuang mendapatkan balasan cintanya dari seorang gadis yang bernama Karamelia Kiranti. Ini untuk pertama kalinya, ia merasakan yang namanya jatuh cinta dan juga yang namanya sebuah perjuangan cinta. Di...