Dua Puluh

278 87 16
                                    

BAGIAN DUA PULUH

"Jangan pernah lo gangguin dia kalau lo nggak mau berurusan sama gue!"

Frans tertawa bak iblis. Ia senang karena berhasil memancing emosi lawannya.

"Wel, kita lihat saja nanti, Anggara Bracevalino."

Setelah mengucapkan itu, Frans pergi begitu saja. Melihat kepergian Frans, rahang Anggara semakin mengeras. Bagaimana pun ia tak akan membiarkan Frans mengganggu bahkan menyakiti Kara, menyentuh seujung kukunya pun tidak akan Anggara biarkan.

Akhirnya Anggara memutuskan untuk segera pulang bersama Kara. Di dalam mobil, Anggara hanya diam sambil sesekali menahan amarah karena ucapan Frans tadi. Kara yang melihat perubahan di wajah Anggara, bahkan saat baru keluar dari sekolah itu, mengernyit bingung.

Ini Kak Anggara kenapa? Batin Kara sambil sesekali melirik Anggara yang hanya diam sambil fokus menyetir.

Kara yang tak ingin ambil pusing pun hanya diam. Ia menyibukkan diri dengan memainkan ponselnya. Tiba-tiba saja masuk sebuah pesan dari Wilona.

Kakel Galak👿
Ngapain lo pulang sama Anggara?

Kara memutar bola matanya malas mendapatkan pesan yang isinya tidak bermutu itu. Karena malas berdebat dengan Wilona, Kara hanya membaca pesan itu.

Kakel Galak👿
Heh cewek centil!
Gue tanya lo kenapa pulang sama Anggara?!
Bales cepet...

Kara menghela nafasnya jengah. Ia tak habis pikir dengan Kakak kelasnya itu, apakah Kara harus menjelaskan bagaimana ia bisa berbarengan dengan Anggara? Jika ditanya apakah Kara mau diantar pulang oleh Anggara, yang pasti jawabannya Tidak!

Dengan malas Kara mengetikkan balasannya pada Wilona.

Kara
Gue sebenarnya nggak mau Kak
Tapi gue dipaksa sama Kak Anggara

Kakel Galak👿
Jangan kecentilan lo didalam mobil!
Ingat, Anggara tuh punya gue!

Dasar Kakak Kelas galak! Yang centil siapa, yang di omelin siapa! Huftt... Batin Kara lalu mematikan ponselnya.

***

Aksa memijit pelipisnya yang sedari tadi berdenyut. Pria itu duduk di sofa ruang tamu dengan masih menggunakan kemeja kantornya. Kemudian Devi pun datang sambil meletakkan secangkir kopi panas dihadapan sang suami.

"Udah Yah, nggak usah dipikirin. Bunda ngerti kok, ini mungkin jalan yang tepat supaya putri kita nggak ngerasa tertekan terus."

Aksa menghela nafas panjang. Lalu meminum perlahan kopi panas yang dibawakan istrinya.

"Menutut Ayah, kalau kita kasih tau Kara, dia bakalan berekspresi kayak gimana ya? Ah, semoga saja dengan membatalkan perjodohannya dengan Anggara bisa bikin putri kita sedikit tenang."

"Ayah harap begitu Bun."

Aksa dan Devi sama-sama diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Apa yang mereka lakukan perihal perjodohan putrinya dengan anak sahabat Aksa itu sungguh memenuhi pikiran keduanya.

Flashback on!

"Apa kabar Aksa? Sudah lama kita tidak bertemu, semenjak pengumuman tentang perjodohan kedua anak kita," sapa pria itu sembari mengulas senyum bersahabat.

"Kabar ku baik. Jadi begini Bram, sebenarnya kedatangan kami berdua kesini untuk membicarakan perihal perjodohan yang sudah kita rencanakan pada kedua putra putri kita," ujar Aksa dengan mimik wajah serius.

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang