Delapan

505 185 98
                                    

BAGIAN DELAPAN

Apa kamu tahu? Ternyata semua ini adalah kenyataan yang sangat tak mudah untuk kuterima begitu saja.

•••••

"Kak Anggara?"

"Kara?"

Semua mata tertuju pada keduanya, Anggara dan Kara. Apa keduanya sudah saling mengenal?

"Sayang, kamu kenal sama anaknya tante Tasya?" tanya Devi menatap putrinya.

"Gar, kalian udah saling kenal?" kini wanita yang baru Kara ketahui namanya-Tasya, bertanya pada putra tunggalnya.

"Iya Mah," balas Anggara yang masih belum melepaskan pandangannya dari Kara. Begitupun dengan gadis itu.

"Wah! Kalau kayak gini acara perjodohannya bisa langsung dimulai aja! Jadi gak perlu pake acara perkenalan. Toh, kalian udah saling kenal dong!" sorak Bram yang membuat kedua remaja yang berbeda gender itu membuatkan matanya terkejut. Berbeda dengan para orang tua yang tersenyum penuh bahagia.

"Apa?! Perjodohan?!" Kara dan Anggara saling menatap satu sama lain.

Cobaan apa lagi ini Tuhan?!

"Mah, ini maksudnya--" Anggara menggantung ucapannya, menatap sang Mama dengan tatapan meminta penjelasan.

Sama halnya dengan Kara yang benar-benar syok mendengar kata 'perjodohan' dirinya dengan Anggara.
Kara sekarang mengerti apa maksud dari Bundanya. Maksud dari kedua orangtuanya yang selalu keluar malam bertemu dengan sahabat mereka yang ternyata adalah orangtuanya Anggara.

Kara juga baru sadar waktu Bundanya mengatakan bahwa semua alasan mengapa ia selalu sendirian dirumah ditinggalkan kedua orangtuanya adalah ini. Perencanaan perjodohannya dengan Anggara.

"Sayang, Mama sama Papa lakuin ini buat masa depan kamu kok. Dari dulu kami memang sudah berencana buat menjodohkan kalian kalau sudah waktunya. Dan sekarang waktunya sudah tepat." Tasya mengusap bahu Anggara lembut.

Disisi lain, Devi yang melihat raut wajah putrinya langsung berjalan ke arah Kara. Ia mengusap tangan putrinya lembut.

"Kara mau ya? Lagian ini baru acara perjodohan aja. Bunda, Ayah, sama tante Tasya dan Om Bram juga udah sepakat biar kalian saling mengenal dulu, jadi gak usah buru-buru."

"Tapi Bun-"

"Kara, Ayah ngerti kamu pasti terkejut dengar semua ini. Ayah juga ngerti kamu bakalan sulit buat nerima ini. Tapi ini semua kami lakukan untuk kamu sayang, buat masa depan kalian," ucap Aksa yang diangguki para orang tua.

"Yah--" Kara masih mencoba untuk meminta pengertian dari Ayahnya. Tapi sayangnya Ayahnya malah mencoba meyakinkan Kara kalau ini semua untuk kebaikan dirinya.

Bukan ini yang Kara mau Ayah!

"Kara sayang, jangan gitu dong. Anggara nya aja mau, ya kan?" Devi menatap Anggara meminta jawaban.

Anggara yang kaget dengan pertanyaan itu, ragu-ragu menganggukkan kepalanya. "Iya, saya mau kok kalau itu sudah keputusan kalian."

Seperti ditimpa sebuah batu besar. Sangat besar. Kara menahan napasnya. Menatap Anggara dengan pandangan tak percaya. Itu bukan jawaban yang Kara inginkan!

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang