BAGIAN EMPAT PULUH EMPAT
Suasana didalam mobil Anggara kini sangatlah sunyi. Sejak mobil ini membawa mereka keluar dari area sekolah, diantara Kara maupun Anggara tak ada yang membuka suara.
Anggara yang fokus menyetir sedangkan Kara yang sibuk menatap ke luar jendela. Entah apa yang terjadi dengan Kara saat ini, yang pasti sejak ia mengatakan kata-kata itu pada Anggara dirinya tiba-tiba saja diliputi rasa bersalah.
Apakah Kara sudah keterlaluan?
Ah, yang benar saja! Untuk apa juga Kara merasa bersalah. Bukankah ucapannya tadi itu benar? Kalau Anggara memang selalu membawa masalah dikehidupannya.
Citttt.....
Kara tersentak kaget ketika Anggara tiba-tiba saja mengerem mendadak mobilnya. Tubuhnya yang tak siap dengan itu pun berhasil terhuyung ke depan. Naas, kini jidatnya terbentur dashboard.
Anggara menoleh cepat ke arah Kara yang tengah meringis sambil memegangi jidatnya yang sedikit memerah. "Astaga Kara! Lo nggak papa?"
Kara melempar tatapan tajamnya. "Kak Anggara bisa nyetir nggak sih?! Sakit nih jidat gue!"
Dengan cepat Anggara melepaskan seat belt nya lalu mendekati Kara. "Maaf, Kar. Gue nggak bermaksud nge-rem mendadak tadi," cicit Anggara merasa bersalah.
"Masih sakit?" Kara menggeleng sambil menepis tangan Anggara dari jidatnya.
"WOY, KELUAR LO!"
Suara teriakan dari luar mobil membuat keduanya menoleh ke depan. Tampak tiga orang laki-laki yang tidak mereka kenal sudah berdiri didepan mobil. Kara lalu mengedarkan pandangannya, ia baru sadar jika sekarang mobil mereka berhenti disebuah gang sepi.
"Ini kita dimana, Kak? Lalu mereka siapa?" tanya Kara sambil menatap Anggara yang sepertinya juga tengah kebingungan.
"Gue juga nggak tau. Tadi mereka itu ngikutin kita terus dan sekarang-"
Kara mengernyit. Namun sedetik kemudian melebarkan matanya. "Jangan bilang kalau mereka mau-"
"WOY ANJING!!! KELUAR LO!!!"
Kara tersentak kaget dan menatap ke arah depan dengan takut. Sungguh, jangan katakan kalau sekarang mereka tengah dicegat oleh orang jahat. Astaga, rasanya Kara benar-benar takut sekarang.
Sibuk dengan rasa takutnya, tiba-tiba saja Kara merasakan sesuatu yang hangat ditelapak tangannya. Kara langsung menoleh dan mendapati Anggara yang menatapnya dengan tatapan yang tak dapat Kara artikan sambil menggenggam erat telapak tangannya.
"Kara, dengerin gue. Lo jangan takut, oke? Lo harus tetap didalam mobil dan jangan keluar. Apapun yang terjadi, gue nggak akan ngebiarin lo kenapa-kenapa," ucap Anggara mantap sebelum akhirnya ia keluar dari dalam mobil.
"Tapi-" Kara menggigit bibir bawahnya takut, menatap cemas Anggara yang kini sudah berdiri berhadapan dengan ketiga laki-laki itu.
"Siapa kalian?" tanya Anggara pada ketiga lelaki itu. Bukannya menjawab, mereka malah saling tertawa.
"Apa mau kalian?" tanya Anggara lagi.
"Mau kita? Cuma dikit kok. Ya nggak, Dit?" balas salah satu dari mereka.
"Yoi! Hahahaha..."
Anggara mendengus memperhatikan ketiga laki-laki itu. Sebenarnya tadi Anggara sempat bingung dengan kehadiran mereka yang terus saja berkendara tepat dibelakang mobilnya. Awalnya ia pikir mungkin mereka juga memiliki tujuan arah yang sama dengannya, namun lama-kelamaan Anggara merasa curiga apalagi ketika melihat mereka yang terus saja memepetkan motor mereka pada mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior
Teen FictionIni kisahnya Anggara Bracevalino yang tengah berjuang mendapatkan balasan cintanya dari seorang gadis yang bernama Karamelia Kiranti. Ini untuk pertama kalinya, ia merasakan yang namanya jatuh cinta dan juga yang namanya sebuah perjuangan cinta. Di...