Dua Puluh Enam

279 70 71
                                    

BAGIAN DUA PULUH ENAM

Ada kata yang dimana artinya dianggap mudah karena hanya diucapkan sebatas mulut saja, namun ternyata sangat sulit jika diperankan dalam kehidupan nyata...

•••

"Nak bangun." Wanita itu mengguncang pelan bahu seorang gadis yang tengah tertidur pulas disebuah meja bulat.

Gadis itu perlahan membuka matanya saat merasa ada yang mengusik tidurnya.

"Nak, ini udah sore. Perpustakaan juga mau Ibu tutup," ucap wanita itu yang merupakan penjaga perpustakaan.

Gadis itu menguap sebentar melirik sekitarnya lalu tersadar seketika saat tau ia masih berada di perpustakaan.

"Saya ketiduran ya Buk?"

"Iya, bel pulang udah bunyi dari dua-jam yang lalu. Mending kamu pulang, lanjutin tidurnya dirumah saja. Ini udah sore, perpustakaan juga mau Ibu tutup."

Gadis itu menggaruk tengkuknya sambil tersenyum kaku lalu mengangguk. "Maaf Buk, kalau gitu saya pulang dulu," pamit gadis itu lalu mengambil tasnya dan melenggang pergi dari perpustakaan.

"Kok gue bisa ketiduran ya? Aduh ini Bunda pasti nyariin gue. Mana Hp gue mati lagi!" Kara mendesah kecewa sambil menatap miris ponselnya yang mati.

Ini adalah kesalahannya yang tidur begitu saja di perpustakaan saat jamkos sedang berlangsung dikelasnya tadi. Tapi itu tidak kesalahan Kara sepenuhnya, salahkan AC perpustakaan yang menjadikan tempat itu menjadi sejuk dan nyaman. Siapa saja yang masuk pasti akan berpikiran ingin tidur.

Lagi-lagi Kara menghela napasnya panjang. Sepertinya kali ini ia akan pulang menggunakan taksi.

Segera ia berjalan keluar gerbang sekolah yang sudah sepi, menunggu taksi yang lewat. Tiba-tiba sebuah tangan merangkul bahunya membuat Kara tersentak kaget

"Hai."

Kara menoleh kesamping dan menemukan wajah cowok yang baru tadi pagi ia kenal. Ricky, kakak kelasnya yang tadi pagi menghalangi langkahnya dan mengajak Kara berkenalan.

"Belum pulang?" tanya Ricky.

Kara menggeleng kecil. "Be-belum Kak."

"Mau gue anterin?"

"Nggak usah Kak. Gue naik taksi aja." Kara menyunggingkan senyum paksanya.

"Kalau gitu gue temenin ya?"

"Ngg—"

"Udah nggak usah segan sama gue." Ricky menatap Kara sedangkan gadis itu hanya menunduk.

Kara pasrah, percuma juga ia menolak, pasti cowok itu tidak akan mendengarkan. Tiba-tiba Kara baru menyadari kalau tangan Ricky masih merangkul bahunya. Seketika itu membuatnya sedikit risih.

"Kak, tangannya." Kara menunjuk tangan Ricky yang ada dibahunya.

Bukannya melepaskan, Ricky malah semakin mempererat rangkulannya. Bahkan tangannya itu mulai nakal mengusap-usap halus bahu Kara.

"Nggak usah takut sama gue. Gue nggak akan ngapa-ngapain lo kok," balas Ricky sembari menunjukkan senyum devilnya.

Kara mulai takut, ia meremas ujung roknya, bergerak gelisah karena usapan tangan cowok itu yang semakin membuat Kara resah. Kara sendiri bingung harus berbuat apa. Nyalinya seketika menciut saat melihat senyum mengerikan milik Ricky.

Siapa pun tolong gue...

PLETAK!

Ricky reflek melepaskan tangannya dari bahu Kara saat sebuah botol dengan keras menghantam tangannya.

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang