34. Keraguan Lya

2.7K 180 13
                                    

Perjalanan dari akademi Indigo menuju istana Darzie telah dimulai. Lya, Rhei, Master Hyla, Nelia dan Master Steva berjalan jauh dan memasuki hutan. Nelia sebagai penunjuk arah tampak ragu-ragu melihat dalam hutan tersebut.

Lya tampak memperhatikan gelagat Nelia, "ada apa, Nelia? Apakah sesuatu telah membuatmu ragu?" Tanyanya memastikan. Nelia terkejut mendengar pertanyaan Lya, "ehm... Hutan ini adalah perbatasan Crystallion dengan Kerajaan Darzie, Putri. Aku ingat ketika dulu memasuki hutan ini bersama beberapa orang pasukan ayah. Hampir setengah yang selamat" jawabnya muram.

Tiba-tiba Master Hyla merinding, "sebegitu menyeramkannya kah?" Tanyanya sambil mencengkram lengan Master Steva. Nelia tak menjawab, ia hanya menunduk.

"Apakah ada jalan lain selain melewati hutan ini? Lihat! Cahaya bahkan sangat minim sampai ke tengah hutan" ucap Steva sambil memandang hutan lebat nan lembap itu.

Nelia menggeleng, "sejauh pengalaman hamba bersama pasukan kerajaan Pangeran Rhei. Hanya ini penghubung Kerajaan Darzie dan Crsytallion, Master Steva".

Lya memandang Rhei, Rhei balik menatap wajah Lya. Rhei menyimpulkan ekspresi Lya yang cemas dan ragu. Ia meraih tangan kanan Lya dan mengepalkannya. Kemudian menggenggamnya dengan tangannya yang hangat. Ia bisa merasakan tangan Lya yang dingin. "Apakah kau ragu?" Tanya Rhei fokus kepada mata Lya. Lya menunduk.

"Aku khawatir dengan kalian. Aku seharusnya tak melibatkan kalian dalam perjalananku ini. Jika terjadi apa-apa dengan kalian, aku tak akan bisa memaafkan diriku sendiri!" Ucap Lya sambil memandangi keempat orang terdekatnya. Rasa khawatirnya semakin menjadi-jadi.

Mereka terdiam. Master Steva yang dikenal cerdas dan berintuisi tinggi tak berani menjawab. Sekarang ia pun tak tahu bagaimana cara meyakinkan Lya.

Rhei mengernyit, ia menangkap kata-kata Lya dan suasana hatinya barusan berbeda dengan Lya yang biasanya. Rhei lalu mengarahkan pandangannya ke hutan itu. Memang benar, energi negatif dari hutan itu membuat pikiran negatif yang kuat terhadap orang disekitarnya. Itu berpengaruh dengan kondisi mereka saat ini.

Rhei menyentuh bahu Lya yang membuat Lya mendongak menatap Rhei. "Pikirkan lagi tujuanmu, Putri Crsytallion." Ucap Rhei lirih, tapi tegas. "Panah yang terlepas akan ingin terus menembus apa yang menghalanginya, kau tahu kenapa?"

Lya menggeleng, "kenapa?"

"Karena sejak ia dilepaskan dari busurnya, ia sudah punya tujuan." Jawab Rhei, "kau harus sama seperti panah itu, sejak awal kau pergi, jangan goyah."

Sejenak Lya terdiam, kata-kata Rhei barusan ada benarnya juga.

"Adakah yang masih ragu-ragu untuk melanjutkan perjalanan? Ada yang mau menyerah sampai disini?" Tanya Rhei pada semua orang.

"Tidak, Pangeran Rhei. Aku akan ikut serta dengan putri dan pangeran walau harus bertaruh  nyawa sekalipun" ucap Master Steva lantang.

"Kami juga!" Teriak Nelia, Master Steva dan Master Hyla bersamaan. Terlihat dari wajah mereka sebuah senyum penuh semangat.

Rhei kembali memandang Lya, kali ini dengan senyum yang lembut dan tulus. "Mereka sudah sepakat untuk ikut denganmu walau apa yang terjadi, apa kau masih ragu?" Tanya Rhei sekali lagi.

Lya dengan cepat menggeleng. "Tidak. Aku sangat berterimakasih, Pangeran Rhei." Ucap Lya dengan senyum manisnya.

"Putri Lya, Pangeran Rhei. Silahkan..." Antar Nelia menunjukkan jalan. Mereka melanjutkan langkahnya memasuki hutan gelap tersebut.

***
Dalam ruangan berukuran sedang seorang laki-laki tampak hilir mudik dengan tangan memegangi keningnya. Wajahnya nampak serius. Gelagatnya tampak resah. Pikirannya kalut.

"Bagaimana ini? Bagaimana ini?" Racaunya. "Aku tak bisa melakukannya, aku tak mampu melakukannya!"

"Brakk!"

Ia memukul meja disampingnya dengan keras. "Bagaimana aku bisa berbuat sejahat itu padanya?" Tanyanya sendiri.

Ia melangkah mengambil segelas air dan meminumnya cepat. Lalu mengatur nafasnya yang tersegal-segal.

"Bagaimanapun, aku suka padamu. Aku jatuh hati padamu. Bagaimana aku harus melukaimu, Lya?"

***
Bel istirahat berbunyi, semua murid berhamburan keluar kelas menuju ke kantin. Jam ini waktunya makan siang di akademi. Demikian pula dua orang perempuan yang berjalan beriringan berbincang-bincang dengan serunya.

"Anant, apa kau tau dimana buku catatanku? Sudah seharian ini hilang." Curhat Erita pada sahabatnya, Anant.

Anant tampak seperti mengingat. Tiba-tiba menarik Erita berbalik arah menuju kelas.

"Eh, mau kemana!" Teriak Erita terkejut. Anant tak menjawab, ia tetap menarik Erita kembali. Wajahnya berubah menjadi serius.

Setibanya didalam kelas. Anant mendorong Erita lalu masuk dan menutup pintu. Dikelas hanya ada mereka berdua saja.

"Anant, kau belum bicara sepatah katapun. Ada apa?" Tanya Erita sedikit takut.

"Ssst! Kau ingin tahu dimana buku catatanmu?" Tanya Anant dengan nada yang serak.

Erita memandang Anant heran, "i... Iya" jawabnya lirih.

Anant mendekat ke arah Erita berdiri. Wajah Anant berubah menjadi tegang, matanya bulat, wajah ramah Anant yang biasanya tak terlihat lagi.

Tangan kanan Anant mengeluarkan cahaya biru tua. Erita mengernyit, cahaya biru kemampuan mind tidak segelap itu. Master Steva tidak sampai mengajarkan muridnya seperti Anant sekarang.

"Anant! Kau kenapa! Jangan menakut-nakutiku begini!" Pinta Anant menunduk.

Ruangan itu hening, tak ada jawaban dari Anant.

Deg...

Deg...

Deg...



"Happy Birthday!!!!" Teriak Anant. Tangannya yang memancarkan cahaya biru ia lemparkan keudara. Lalu membentuk gumpalan-gumpalan diatas kepala Erita.

Anant mengucapkan beberapa kunci telekinesis sambil menatap kearah tasnya. Dari tas tersebut melayang beberapa kado hadiah dan Anant menjatuhkannya tepat dihadapan Erita.

Erita masih menutup matanya. Kemudian Anan menariknya dan membantunya berdiri.

"Erita, kau menangis? Ohh no!" Ucap Anant sambil menahan tawa. Kemudian ia tertawa sekeras-kerasnya.

"Kau ini! Kau ingin membunuhku?" Teriak Erita, "aku hampir mati ketakutan karenamu!" Ucapnya cemberut.

"Ahahahaha!" Tawa Anant semakin menjadi. "Namanya juga kejutan! Kau harus menghargai kerja kerasku ini dong!"

Erita mengernyit, "kerja keras apaan?"

"Kerja kerasku menyiapkan semua ini lah! Aku sampai harus belajar sama anak kelas telekinesis (Master Steve), lalu belajar membuat aura gelap sama anak kelas aura (Master Luna) tau!" Jelas Anant.

"Gila!" Balas Erita.

"Ooh, jadi gitu...." Ucap Anant lalu menjentikkan jarinya. "Ctik!"

Byurrrr!

"Anaaannt!" Teriak Erita yang tubuhnya basah kuyup. Ia lupa Anant masih memasan jebakan diatasnya.

Sementara Anant berlari keluar ruangan dan tertawa dengan puas!






Haloo!😂

Sangaaattt lama gak up ya? Ya? Ya?

Author minta mangap, eh maaf😣

Serangkaian ujian kelas 12 SMA menghampiriku satu persatu. Jadi up nya ketunda terus....
*Yaelah alesan aja nih author!

Gak, ini beneran. Jadi mohon kemaklumannya ya. Kurleb 3 bulan lagi author Insyaallah lulus kok, jadi bisa up sering² kayak dulu. Doakan yaa!😘

Segitu dulu deh, kalo ada saran dan kritik, chat author boleh bangeet!
Oh iya, terimakasih udah setia menunggu cerita ini sampai selama ini. Semoga kalian selalu diberi kelancaran untuk mencapai tujuan kalian!

Sampai jumpa!

Ika F🌜

Indigo Academy (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang