"tenanglah, semua akan baik-baik saja" ucap Rhei dengan tatapannya yang dalam. Lya tak bisa berkutik, tubuhnya terasa kaku. Manik matanya yang semula kemerahan mulai memudar menjadi coklat. Rhei berhasil.
Kata-kata itu berhasil meredakan gejolak kemampuan yang ada ditubuh Lya. "Bagaimana kau bisa?" Tanya Lya yang masih ada didekapan Rhei. Rhei hanya tersenyum, "aku tak bisa menjawab pertanyaanmu" ucapnya ringan. Ia merogoh sakunya dan mengambil bulu merak putih yang diberikan oleh merak kesayangannya.
Tangan Rhei meraih pedang milik Lya yang tak jauh dari tempatnya saat ini. Kemudian menempelkan bulu itu diujung genggaman pedang. Entah bagaimana bisa, bulu merak itu mengecil dan mengeras menjadi sebuah bandul perak yang menempel disana. Saat Rhei menggerakkan pedang itu, terdengar suara gemerincing dari bandul itu.
Lya tersenyum senang, apa yang dilakukan Rhei selalu membuatnya tak terduga. Rhei dengan mudah memahami Lya, tapi Lya amat sulit memahami pria itu. Terlebih lagi jalan pikirannya, Lya sudah angkat tangan masalah itu.
"Kenapa bisa jadi seperti itu?" Tanya Lya masih dengan senyumannya. Rhei dengan tenang menjawab, "burung merak kesayanganku memberikan ini padamu. Kau tentu tak akan menolaknya, bukan?" Rhei balik bertanya. Lya hanya menggeleng, "kalau begitu baguslah. Bandul ini akan berguna suatu saat nanti. Syaratnya hanya satu."
Lya mengernyit, "apa itu?" Tanyanya penasaran, Rhei tersenyum.
"Jangan pernah melupakanku"
Lya melongo kecil, kemudian ia merasa kepalanya memberat. "Rhei, terimakasih…" ucap Lya pelan sebelum kesadarannya menipis. Rhei tidak menjawab, ia hanya mengangkat tubuh Lya yang lemah dalam dekapannya. Kemudian menggendongnya sendiri kearah akademi.
***
Dalam suatu kamar, Steva sedang mengemasi barang-barang. Jauh didalam hatinya, ia merasa senang karena Lya mengajaknya untuk menyelesaikan misinya. Namun ada suatu rasa gelisah yang menyatu dengannya.
Ia memegang dadanya, tiba-tiba ia merasa sesak. Steva berpikir ia harus mencari tahu apa yang akan terjadi. Ia mengarahkan tangannya kearah cermin dihadapannya, lalu dari telapak tangan kanannya muncul butiran serbuk putih bening berkilauan mengenai kaca itu.
Tak terduga, kaca itu memantulkan kemampuannya sehingga berbalik kearahnya. Beruntung Steva sigap menghindar kesamping sehingga kemampuannya meleset.
"Ini… ini bukan karena kaca yang memantulkan kemampuanku, biasanya tak seperti ini" ucap Steva gemetar karena terkejut. "Ini… ini karena Putri Lya tak bisa dibaca apa yang akan terjadi. Kenapa bisa jadi seperti ini?" Tanyanya khawatir.
Lalu Steva mendapat inisiatif melihat kejendela kamarnya. Matanya menyipit saat mendapati sosok yang tak asing, "Pangeran Rhei?"
Ia melihat Rhei sedang menggendong Lya kearah gedung utama akademi. Steva langsung berlari kebawah, Rhei pasti membawanya kearah unit kesehatan akademi.
***
Sementara itu, di kerajaan kegelapan Darzie sedang mondar-mandir didepan kursi kebanggaannya. Ia tampak berfikir keras sambil memegang keningnya. "Ramalkan padaku apa yang akan terjadi!" Perintahnya kepada seorang wanita tua yang sedang berlutut dihadapannya. Wanita itu Darzie dapatkan saat ia sedang berburu dihutan utara kerajaan kegelapan.
Wanita tua itu hanya bisa patuh, sebenarnya ia tak ingin menuruti perintah raja bengis itu. Namun ia masih sayang nyawanya, ia tahu betul apa yang akan Darzie lakukan jika ada orang yang melawan perintahnya.
Ia mengeluarkan sebuah mangkok keramik berwarna putih bercorak abu-abu dan beberapa serbuk putih kristal. Lalu mulutnya melafalkan kata-kata lirih dan serbuk itu bergerak keudara. Serbuk itu membentuk lambang kepala singa kristal dan disebelahnya lambang kerajaan kegelapan. Namun beberapa detik kemudian lambang kegelapan itu hancur dan mengarah ke Darzie sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo Academy (Proses Revisi)
Teen FictionSedang dalam proses revisi! Lya's POV Aku datang di dunia yang asing bagiku. Aku melihat, semua orang yang ada di sini saling menunjukkan kemampuan luar biasa mereka. Mereka semua sama sepertiku, dalam label seorang anak indigo. Kita adalah anak-ana...