"Anya!"
Langkah kaki Anya berhenti begitu saja ketika mendengar namanya dipanggil oleh seseorang. Ia lalu menoleh ke belakang dan mendapati seorang prajurit bhayangkara dua taruna dengan pakaian PDU berwarna merah berlari ke arahnya.
Anya sama sekali tidak mengenali siapa dia. Terlebih saat lelaki itu sudah sampai di hadapan Anya dan menatapnya dengan senyum lebar. Sedangkan Anya hanya terdiam karena masih belum mengenali sosok yang sekarang berdiri tepat di hadapannya.
"Anya, apa kabar?" kata seseorang itu dengan senyuman lebar sambil mengulurkan tangannya ke arah Anya. "Lupa ya? Aku Gandhi, Nya." katanya lagi setelah cukup lama lawan bicaranya hanya terdiam dan tidak menyambut uluran tangannya.
Anya terdiam beberapa detik guna mencerna perkataan lelaki itu yang mengatakan bahwa dirinya adalah Gandhi. Setelah menyadari hal itu, Anya merasa sangat terkejut. Namun keterkejutannya itu bukanlah mimpi belaka karena sosok yang sejak tadi berharap bisa ia jumpai, kini benar-benar sudah berdiri tepat dihadapannya.
Bayangan masa kecil mereka langsung tergambar jelas diingatan Anya, dan menyadarkan fakta bahwa Gandhi yang dahulu sangatlah berbeda dengan Gandhi yang sekarang. Anya sungguh tidak mengenali Gandhi yang sekarang.
"Gandhi?!" seru Anya antusias dengan sorot mata berbinar.
Kemudian tanpa kata, Gandhi langsung memeluk Anya dengan sangat erat karena wanita itu sudah berhasil mengingat dirinya. Pelukan mengejutkan itu berhasil membuat Anya membatu ditempat, bingung antara terkejut dan juga rindu. Cukup lama mereka berdua hanyut dalam kerinduan teman semasa kecil yang sudah lama berpisah, sampai akhirnya Gandhi melepas pelukan tersebut dan menatap Anya dengan hangat.
"Aku kangen banget sama kamu, Nya." kata Gandhi dengan senyum mengembang.
Anya masih diam membatu, mencerna semua yang terjadi dengan tatapan kebingungan dan masih belum percaya bahwa lelaki di depannya ini adalah Gandhi teman masa kecilnya.
"Aku bahkan nggak bisa ngenalin kamu, Gan." Setelah diam cukup lama, kalimat itu yang berhasil meluncur dari mulut Anya. "Kamu beda banget."
Gandhi nampak terkekeh karena melihat Anya yang nampak kebingungan dengan dirinya. "Pasti kamu pangling ya?" tebak Gandhi sambil tertawa. "Tapi aku masih bisa ngenalin kamu, Nya, karena kamu nggak berubah masih sama seperti Anya teman masa SD ku dulu."
Rupanya Gandhi masih ingat dengan Anya, bahkan ketika Anya tidak mengenalinya.
"Senang bisa bertemu sama kamu lagi, Gan." Kata Anya dengan senyum manisnya.
Entah kenapa setelah bertemu dengan Gandhi, Anya merasa sangat lega. Lega karena akhirnya setelah hampir enam tahun tidak bertemu, kini ia bisa kembali bertemu dengan sosok Gandhi teman masa putih merahnya yang secara fisik sudah jauh berbeda dari sosok Gandhi kecil. Namun satu hal yang pasti, senyuman lelaki itu masih sama seperti Gandhi di masa kecilnya. Senyum yang menampilkan keceriaan dengan menampilkan deretan giginya yang rapi.
"Kamu apa kabarnya, Nya?" tanya Gandhi kemudian, setelah dirasa suasana keduanya tidak secanggung tadi.
"Alhamdulillah baik. Kamu sendiri gimana kabarnya, Gan?"
"Alhamdulillah baik juga," jawab Gandhi dengan senyum semringah. "Untung tadi aku lihat kamu, Nya. Coba kalau nggak, pasti kamu udah balik ke Jakarta dan kita nggak bisa ketemu."
Anya terkekeh ringan. "Iya, barusan aja aku mau pergi dari sini dan mau siap-siap balik ke Jakarta," kata Anya sambil memperhatikan Gandhi dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dilihatnya Gandhi yang sekarang ini sangatlah berbeda dengan Gandhi yang dulu. Tinggi badannya mungkin sekitar 180-an sentimeter, badannya juga jauh lebih berisi dibandingkan saat masih SMP dulu, warna kulitnya juga jauh lebih gelap sekarang. Intinya, secara fisik Gandhi memang sudah banyak berubah, yang dulunya cungkring sekarang sudah tidak cungkring lagi. Meskipun awalnya Anya sempat tidak mengenali Gandhi, tetapi berkat senyuman khas lelaki itu yang mampu mengingatkan Anya kepada sosok Gandhi teman masa SD-nya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Tak Terduga
RomanceSelama ini, tak ada objek yang tak bisa aku torehkan ke dalam sebuah goresan gambar seni rupa. Namun, semenjak kau kembali datang di hidupku, aku sering salah menggoreskan pena. Bahkan, untuk menggambar sebuah titik yang paling mudah sekalipun aku...