Anya pikir, pertemuannya dengan Relaka hanya kebetulan terjadi pada saat konser kemarin malam saja. Namun nyatanya, pagi ini ia harus bertemu kembali dengan lelaki itu di restoran hotel tempatnya menginap.
Bahkan saat ini, lelaki itu tengah sibuk menikmati sarapannya.
"Kenapa lo ngeliatin gue? Ganteng banget ya gue pagi ini," ujar Relaka sambil menaik-turunkan alisnya, karena merasa aneh sebab sejak tadi Anya terus menatapnya dengan raut bingung.
"Kamu ngapain di sini?" Bukannya menjawab pertanyaan Relaka, Anya lebih memilih bertanya kenapa lelaki itu bisa ada di hotel tempatnya menginap. Lebih anehnya lagi, kenapa bisa lelaki itu tiba-tiba ikut bergabung di meja Anya dan Diva untuk sarapan bersama.
"Lo juga ngapain di sini?" balas Relaka sinis.
Anya memilih tidak lagi menanggapi ucapan Relaka, karena tidak akan ada habisnya berdebat dengan lelaki itu. Anya kemudian memilih untuk melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda karena kehadiran Relaka.
Sambil menikmati sarapannya, Anya sesekali melirik pintu masuk restoran hotel guna memastikan sahabatnya itu kembali lagi ke sini untuk sarapan bersamanya, karena tadi Diva izin ke toilet setelah kedatangan Relaka yang mengganggu acara sarapan mereka berdua.
"Kapan balik ke Jakarta?"
Anya menatap Relaka dengan alis mengernyit. "Kamu ngomong sama aku?" tanyanya aneh, karena sejak tadi keduanya hanya terdiam sambil menikmati sarapannya.
"Nggak, gue ngomong sama arwah lo." balas Relaka sengit. "Kayaknya semalam lo baik-baik aja ketemu gue, kenapa sekarang sewot lagi?"
Anya juga tidak tahu, kenapa dia selalu merasa kesal saat bertemu Relaka. Terlebih lagi, lelaki itu sering seenaknya sendiri. Tiba-tiba muncul, lalu tiba-tiba menghilang.
"Buk—"
"Halo teman-temanku yang sangat tidak asik! Maaf ya lama."
Baru saja Anya hendak membuka suara untuk menyahuti ucapan Relaka, sahabatnya yang super berisik itu sudah kembali dari toilet.
"Kalian dari tadi diem-dieman gini waktu gue tinggal ke toilet?" tanya Diva sambil menyipitkan mata memandang Relaka dan Anya secara bergantian.
"Div, aku ma—"
"Kalian balik ke Jakarta jam berapa?" lagi-lagi apa yang ingin Anya ucapkan harus terpotong lagi, tadi Diva, sekarang Relaka.
"Nanti sore. Kenapa Ka?"
"Nggak apa-apa," jawab Relaka cepat, sambil sesekali melirik Anya yang memilih menunduk menikmati sarapannya. Kemudian Relaka berdeham pelan, sebelum berujar. "Kalian berdua mau ikut gue jalan-jalan nggak?"
"Wah! Beneran? Mau banget dong gue, kapan lagi bisa jalan-jalan sama drummer band papan atas." sambut Diva antusias. Namun sedetik kemudian Diva langsung dibuat terkejut, karena Anya tiba-tiba berdiri dari duduknya dan hendak melangkah pergi. "Lo mau kemana, Nya?" tanya Diva sambil menahan lengan Anya.
Anya menoleh ke arah Diva sekilas. "Mau ke kamar."
"Lo nggak mau ikut gue sama Relaka jalan-jalan?"
"Nggak," jawab Anya sambil berlalu meninggalkan Relaka dan Diva.
"Bagus deh. Berarti nanti lo pulang ke Jakarta-nya sendiri aja Div." Namun baru beberapa langkah Anya meninggalkan meja yang tadi ia tempati untuk sarapan, tiba-tiba ucapan Relaka berhasil menghentikan langkah kaki Anya.
Anya kemudian berbalik dan menatap Relaka bingung. "Maksud kamu apa?"
"Ya sekalian aja check-out hotel, biar selesai jalan-jalan gue langsung antar Diva ke bandara, supaya nggak bolak-balik." jelas Relaka tanpa beban, kemudian menatap Anya dengan tatapan licik. "Jadi lo nggak apa-apa kan kalau pulang sendirian ke Jakarta?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Tak Terduga
RomanceSelama ini, tak ada objek yang tak bisa aku torehkan ke dalam sebuah goresan gambar seni rupa. Namun, semenjak kau kembali datang di hidupku, aku sering salah menggoreskan pena. Bahkan, untuk menggambar sebuah titik yang paling mudah sekalipun aku...