12. Menanti Balasan

2K 137 1
                                    

—————

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—————

Sudah hampir tiga hari semenjak Anya membalas surat dari Gandhi, namun hingga saat ini belum ada balasan yang datang dari lelaki itu. Anya berpikir mungkin Gandhi sedang istirahat ataupun surat balasan dari Anya memang belum sampai ke rumahnya. Tapi rasanya tidak mungkin jika surat balasan dari Anya belum sampai ke Semarang, padahal sudah hampir tiga hari semenjak surat dikirimkan. Jadi, bisa Anya simpulkan bahwa Gandhi memang sedang sibuk dan belum sempat membalas surat balasan darinya. Lagi pula kenapa Anya begitu mengharapkan surat balasan dari Gandhi.

"Kak?! Kakak nggak dengerin Lula ngomong ya?" tegur Lula yang nampak kesal karena sudah bercerita panjang lebar tetapi tidak didengar oleh sang Kakak.

Anya langsung tersadar kembali dari lamunannya karena ocehan dari adiknya itu. "Iya-iya, Maaf. Kamu tadi ngomong apa?"

Lula mengerucutkan bibirnya tanda ia sedang kesal, lalu menghembuskan napas kasar sebelum kembali berujar. "Menurut Kakak, mendingan aku SMA-nya di Jakarta aja atau boarding school di Magelang?"

Anya langsung menatap adiknya penuh keheranan. "Kamu serius mau boarding school di Magelang itu, Dek?"

Lula mengangguk dengan pasti. "Iya. Lula pengen coba pengalaman baru dengan hidup mandiri kalau boarding school, Kak?"

"Nggak nyesel nanti jauh dari Ayah, Bunda sama Kakak?"

"Kan masih bisa ketemu pas libur, atau Ayah, Bunda sama Kakak yang nyamperin Lula ke Magelang."

Anya kembali fokus pada laptopnya dan membiarkan Lula cemberut di sampingnya.

Sebenarnya, Anya tidak begitu setuju jika adiknya itu memilih SMA dengan sistem pendidikan boarding school yang mengharuskan para siswanya tinggal di asrama apalagi Magelang itu sangat jauh dari Jakarta. Sekolah yang Lula inginkan itu, sistem pendidikannya juga berbasis sekolah semi militer. Maka dari itu, Anya kurang setuju dengan pilihan sekolah sang adik. Jika Lula jadi sekolah jauh dari rumah, sudah bisa dibayangkan semakin sepi sekali rumahnya tanpa adiknya yang berisik.

"Kak?!" rengek Lula sambil memainkan rambut kakaknya. "Boleh nggak?"

"Memangnya Ayah sama Bunda udah setuju?"

"Udah. Cuma Kakak yang belum setuju kalau Lula sekolah di Magelang."

Anya diam cukup lama, kemudian ia menatap Lula dengan senyum sambil mengusap puncak kepala adiknya itu dengan sayang. Ya, kalau memang sudah menjadi keinginan adiknya, ia bisa apa selain mengizinkan. "Kakak nggak bisa melarang kamu, kalau kamu penginnya boarding school ya nggak apa. Kakak cuma takut kangen kalau jauh dari kamu."

Jawaban Anya barusan langsung membuat sang adik merasa sangat terharu dan tidak bisa membendung rasa bahagianya saat mengetahui bahwa sang kakak tidak mau jauh darinya. Kemudian Lula langsung memeluk Anya dengan sangat erat, menyalurkan rasa sayangnya pada sang kakak. Lula sangat bersyukur mempunyai kakak yang sangat sayang dan peduli pada dirinya.

Yang Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang