48. Meet and Greet Dadakan

8.9K 317 29
                                    

Aplot sebelum subuh nih, ketiduran...selamat membaca. Jangan lupa bersukur dan bersabar.

Bedah buku Wildan Alamsyah yang berjudul "Mencari Rindu yang Hilang" diadakan di sebuah mall. Peserta sudah memadati lokasi acara, yaitu hall terbuka yang khusus disediakan pihak pengelola untuk acara-acara seperti ini. Ada panggung setinggi setengah meter, diatasnya terdapat sofa panjang dan pendek berwarna merah, sedang di depan panggung tertata puluhan kursi fiber berwarna oren. Kursi-kursi tersebut sudah diduduki peserta yang membludak. Banyak yang akhirnya berdiri.

"Abi, yang mau dengar Abi ngomong banyak sekali, emang Abi mau ngomong apa sih?" tanya Syabiq yang baru saja mengintip dari ruang khusus di belakang panggung.

"Nanti Syabiq dengar sendiri ya Abi ngomong apa." jawab Wildan. Syabiq kembali asik dengan kelincahannya. Wildan memperhatikan Ricis yang masih agak sungkan berbicara dengan orang-orang. Pihak panitia yang akhirnya berinisiatif mengajaknya ngobrol sekedar mencairkan suasana. Untung saja MC acara adalah host yang sudah tinggi jam terbangnya sehingga bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Candaan mereka bahkan sudah mampu menerbitkan tawa Ricis. Wildan jadi legah.

"Pak Wildan, lima menit lagi kita on stage ya." Kata panitia acara.

"Ok," Wildan mengangkat dua jempolnya.

"Yang, Abang siap-siap dulu ya, mau tampil. Kamu gak ada niat gitu jadi tim sorak di barisan paling depan? Kaya ciwi-ciwi itu." Wildan menunjuk barisan paling depan yang memang terlihat dari back stage yang terbuat dari kaca tebal bergorden tipis. Ricis menggeleng.

"Gak ah, kasian nanti kamu gak konsen isi buku, malah isi yang lain." Ricis mencibir. Wildan melotot mendengar ejekan istrinya yang sayangnya tepat itu. Ah, Ricis sudah memahaminya seribu persen. Tingkat kewarasannya sebagai lelaki akan berkurang kala Ricis mulai bertingkah.

Wildan teringat sebuah kejadian konyol. Saat itu malam Jum'at. Wildan membaca surat Al Kahfi tanpa melihat AL-Qur'an. Dia mengulang-ulang hafalannya pada surat tersebut karena memang agak susah menghafalnya. Tiba-tiba Ricis keluar kamar mandi hanya dengan memakai handuk sangat pendek. Saking pendeknya Wildan bisa melihat kilasan-kilasan bagian belakang Ricis. Agaknya Ricis kebalik memakai handuk. Handuk untuk kepala dipakai di badan sedang handuk badan malah dililitkan di kepala mengeringkan rambutnya yang basah pasca keramas. Sontak saja bibir Wildan jadi kering. Alkahfi malah bercampur dengan hafalan surat Yasin. Wildan menyadarinya kala Ricis menegur.

"Apaan sih, Bang, tadi Alkahfi kok nyambung ke Yasin."

"Ah, apa iya? Astaghfirullah. Gara-gara kamu nih, Yang, telanjang-telanjang depan aku, udah tahu iman suami lemah kalau depan istri seksih begini." Ricis tertawa terbahak. Sementara Wildan makin jelalatan lihat Ricis memasang daleman di depannya dengan santai tanpa rasa bersalah. Andai Syabiq sudah tidur pasti sudah diterkamnya, tapi bocah kesayangannya itu sedang asyik main mobil remote di ruang nonton.

"Pak Wildan Alamsyah, giliran Bapak, silahkan." Panitia tadi datang lagi. Wildan mengusap kepala Ricis sebelum muncul di panggung utama. Terdengar teriakan bersahut-sahutan menyebut nama Wildan. Ricis tersenyum bangga melihat Wildan sukses dengan buku-bukunya.

"Lho, Syabiq mana?" Ricis panik menyadari anaknya sudah tak terlihat di back stage. Tadi masih asik makan cemilan yang dikasih panitia. Wildan yang mendengar kepanikan Ricis menghentikan langkah ke panggung. Tak peduli teriakan memanggil namanya Wildan menyusul Ricis yang sudah berteriak memanggil Syabiq sembari keluar dari back stage.

"Syabiq mana, Bang.." Ricis sudah hendak menangis.

"Kita cari dulu, nah itu panitia, kita minta tolong lapor satpam mall." Wildan menghampiri panitia yang juga sedang tergesa ke arahnya.

"Pak Wildan, ada masalah?" tanyanya kala sudah berhadapan dengan suami istri yang panik itu.

"Anak kami gak ada di back stage." Ricis duluan menjawab.

"Iya, Mas, saya belum bisa ke panggung kalau anak belum ketemu."

"Oh, Syabiq? Dia nungguin Pak Wildan di panggung." Info panitia sambil menahan senyum.

"Apa?" Wildan dan Ricis sontak terkejut bercampur legah.

"Adudu, gimana nih, Bang. Dia beneran mau duduk samping Abinya.."

Wildan tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

"Bang Wildan dan Mba Ricis, (panitia ikutan panggil Bang mengikut panggilan Ricis), kalau berkenan boleh naik panggung sekeluarga? Pasti penonton senang sekali." usul panitia. Wildan memandang Ricis minta persetujuan. Ricis mengangguk karena tak mau sendirian di back stage, lagian dia jaga-jaga kalau nanti anaknya mengganggu Wildan kala berbicara di panggung.

"Oke, tapi gak merusak rencana acara, Mas?" tanya Ricis.

"Gak kok, malah kejutan bagi fans Wildan dan fans Mba Ricis di depan sana."

"Oke deh, yuk, sebelum Syabiq nyariin kita." Bertiga mereka melangkah ke arah panggung. Panitia tadi bergegas menghampiri MC yang sedang memandu acara opening menjelang Wildan naik panggung. Mereka nampak berbisik. Wajah MC sumringah. Dia mengatakan sesuatu kearah penonton yang membuat mereka histeris memanggil nama Ria Ricis dan Wildan.

"Abi, Umi, sini.." bocah ganteng itu sedang duduk santai di sofa tengah, berlagak jadi pembicara utama. Edeideh. Wildan tersenyum. Dia merangkul anaknya. Ricis ikut duduk di sebelah Wildan. Jadinya Wildan diapit Ricis dan Syabiq. Penonton berteriak tiada henti mengelukan mereka bertiga. Banyak juga yang menangis haru melihat kemunculan Ricis. Akhirnya setelah MC dengan perjuangan ekstra menenangkan acara bedah buku bisa dimulai.

"Ini bedah buku paling emosional yang pernah saya pandu." Simpul MC setelah acara pemaparan Wildan selesai. Suasana hiruk pikuk di awal tadi sudah berubah jadi banjir air mata. Mereka ikut merasakan bagaimana rindu merampas hampir semua ruang hati dan tak tahu cara mengobati. Penonton semakin haru kala Wildan memeluk Ricis penuh kesyukuran. Syabiq lah yang membuat suasana kembali ceria kala dengan kocaknya dia merekam Umi Abinya ala-ala DOP professional. Semua gemas padanya.

Acara ditutup dengan sesi Ria Ricis yang menyapa kerinduan para fansnya. Foto-foto bersama adalah acara sesudahnya. Sesi tanda tangan tentu yang terheboh dan menyita kinerja panitia dan pihak pengaman acara. Walau kewalahan panitia bisa mengendalikan antusiasme penggemar yang mencoba merangsek mendekati idolanya. Terpaksa panitia membuat aturan, buku dikasih nama dan dikumpul ke panitia untuk seterusnya ditanda tangani Wildan. Kehebohanpun teratasi, acara tetap kondusif. Ricis tersenyum melihat Wildan sampai pegal membubuhkan tanda tangan di banyak sekali buku di depannya. Dia memeluk Syabiq agar tak merecoki Abi. Lagaknya mau bantu tanda tangan juga. Duh bocah.

Maaf cuma segini...bagaimana? Ada yang gemes sama Syabiq? Penulis sih gemezz banget. Oke, ojo lali vote dan komen yang banyaaaak. See you....

Kekasih Hatimu (Wildan dan Ria Ricis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang