50. Hilangnya si Anak Gunung

9.4K 315 31
                                    

"Umi, telpon Abi, Syabiq kangen." Ricis memandang heran pada Syabiq yang sudah mulai rewel padahal Wildan baru pergi beberapa jam. Perkiraan Ricis Wildan baru sampai ke Maluku utara, atau malah belum keluar dari pesawat.

"Abi kan baru pergi, Sya, masa udah kangen?" Nyai muncul dari dapur membawa donat kentang kesukaan cucu bungsunya itu.

"Ini makan dulu donatnya, nanti kita telpon Abi," Nyai menyodorkan donat ke Syabiq. Syabiq berbinar memakan donat kesukaannya. Ricis ikut makan donat buatannya, tapi yang menggoreng ibu mertua.

"Telpon, Mi. Syabiq mau bilang sama Abi donat buatan Umi enak banget."

"Iya, nih Umi telpon ya, gak sabaran banget anak Abi." Ricis mengusap gemas rambut Syabiq yang di fomade. Biasa, lihat Abi pake, dianya mau juga.

"Assalamualaikum, Abang sudah dimana? Bukan aku yang kangen, Syabiq nih gak sabar." Ricis menyerahkan iphone ke Syabiq yang kegirangan mendengar suara Wildan.

"Abi, sudah sampai ke gunungnya? Foto yang banyak Bi, kirim ke Syabiq." Syabiq menyimak omongan Wildan di sebrang telpon sambil ngangguk-ngangguk.

"Kalau ada sinyal ya Bi..Iya, nih Syabiq lagi makan donat kentang buatan Umi, tapi Nyai yang nggoreng."

"Nanti Syabiq sisain deh. Dah Abi, Assalamualaikum." Syabiq menyerahkan Iphone ke Ricis. Panggilan masih tersambung.

"Lagi di ruang depan. Iya, Syabiq rewel, hati-hati ya. Ish gak boleh kiss-kiss, ada Enyak. Iya, miss you too..Waalaikumsalaam." panggilan berakhir. Ricis malah semakin rindu setelah mendengar suara Wildan. Idih, cinta kok gini banget ya. Dulu waktu lima tahun rindunya bisa dikubur dengan membayangkan Wildan sudah bersama wanita lain, tapi sekarang seluruh perhatian Wildan tercurah padanya. Ricis biasa mendapatkan banyak sekali cinta dari Wildan setiap hari. Makanya sangat berat rasanya jika Wildan tak ada di sisi. Ini pertama kalinya Wildan pergi agak lama, biasanya kalau ada acara, Wildan selalu berusaha pulang malam harinya.

Hari kedua Wildan pergi, panggilan tak terhubung lagi. Ricis harus bekerja ekstra membujuk Syabiq agar tidak sedih bahkan menangis karena ingin ngobrol dengan Abi. Sinyal telpon yang gak ada adalah alasan yang selalu Ricis berikan.

"Gunungnya kok jahat, Mi, gak ngizinin Abi nerima telpon?" tanya Syabiq di tengah rewelannya. Lah, gunung pula yang disalain. Ricis mengulum senyum.

"Bukan gunungnya Syabiq, tapi tiang tower yang kaya disamping rumah di ujung sana itu yang gak bisa dibuat disana. Tukangnya gak bisa ndaki."

"Kan bisa pake helikopter?" Ricis bingung mau jawab apa lagi.

"Helikopternya capek bolak-balik ke atas gunung ngangkut besi yang banyak dan besar-besar." terpaksa deh ngarang.

"O.."

"Yun, sini deh, lihat berita di tivi. Maluku dilanda gempa, berpotensi tsunami." Enyak mertua datang tergopoh menghampiri Ricis yang sedang menemani Syabiq di teras belakang. Bergegas Ricis menuju ruang tivi untuk melihat berita bencana gempa tersebut. Wildan sekarang ada di Maluku. Ya Allah, Ricis jadi sangat khawatir akan nasib suaminya. Tangis begitu saja lepas darinya. Nyak yang tadi berusaha tenang ikutan nangis seperti Ricis.

"Telpon dia, Yun, telpon,.." kata Nyak lemah ditengah sesenggukannya.

"Udah dari tadi kami nelpon, Nyak, tapi gak nyambung." Ricis kembali mengutak-atik iphonenya mencoba menghubungi Wildan lagi, tapi tetap tak ada sambungan. Bapak mertua terdiam di kursi goyang, siapapun tahu bahwa dia sedang tidak tenang.

"Abi kenapa, Mi?" Syabiq memperhatikan dua perempuan beda generasi itu menangis berpelukan.

"Do'akan Abi, Syabiq, ayo kita berdo'a untuk keselamatan Abi.." Ricis memeluk Syabiq penuh kesedihan. Bocah lima tahun itu memandang Umi dan Nyai dan ikut menangis merasakan tangis mereka.

Kekasih Hatimu (Wildan dan Ria Ricis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang