73. Begini Rasanya...

6.8K 283 38
                                    

Wildan dan Syabiq baru saja pulang sholat Maghrib di masjid terdekat. Mereka segera bergabung dengan tiga bidadari yang sedang duduk melingkar di ruang sholat. Ricis sedang menyimak dua anak gadisnya mengaji. Wildan pun duduk di kursi pijit dan menyimak bacaan Al-Qur'an Syabiq. Rutinitas yang mereka lakukan setiap maghrib jika sedang berkumpul di rumah. Kalau Wildan pergi Syabiq tetap mengaji . Kadang dia juga membantu Ummi nya mengajari Risya yang baru bisa membaca Al-Qur'an dengan terbata. Kalau Abi dan Ummi keluar negeri atau keluar kota Syabiqlah yang bertanggung jawab penuh mengajari dua adiknya.

"Dengungnya kurang tu, Bang, seharusnya minna, coba diulang." Syabiq pun mengulang bacaan seperti yang diarahkan Abinya. Abi Wildan menyimak bacaan Syabiq tanpa pegang mushaf. Sambil senderan di kursi pijit telinganya tajam mengoreksi bacaan Syabiq. Kadang Syabiq mencandainya sudah seperti aki-aki. Wildan hanya tersenyum.

"Namanya sudah tua, terima kenyataan aja, Sya, masa mau muda terus? Kamu aja sudah besar kaya gini." Kata Wildan menanggapi candaan anak bujangnya.

"Tapi Abi kan masih ganteng, ubannya aja yang mulai nongol satu-satu." Kata Syabiq lagi sambil mencari-cari uban itu di rambut Wildan.

"Nah, ini uban yang membuat Abi Syabiq tampak tua, Syabiq cabut ya, Bi." Wildan menggeser kepalanya menjauh dari Syabiq.

"Jangan, Sya. Uban ini pengingat kita akan kematian. Gak boleh dicabut."

"Abi mah ngomongin mati ringan bener. Abang aja serem dengernya." Syabiq memijit pundak Abinya.

"Mati itu tujuan kita semua, kenapa harus ditakuti. Kalau kita bercita-cita untuk mati maka kita akan senang ketika dia datang. Nah, untuk menyambut kedatangannya kita pasti akan melakukan banyak persiapan." Syabiq tertegun mendengar penjelasan Abinya. Dalam hati kekaguman semakin tumbuh subur.

"Aku juga mau seperti Abi." Tekad Syabiq. Wildan tersenyum.

"Jangan seperti Abi, kamu harus lebih baik dari Abi."

"Sya! Bacaannya keliru lagi tuh, La nya dibaca panjang tiga harokat." Syabiq segera tersadar dari lamunannya dan memperbaiki bacaan.

Selesai mengaji mereka sholat Isya dan makan bersama. Setelah itu kumpul lagi di ruang keluarga. Ricis menepuk ruang kosong di sampingnya agar Syabiq duduk disana.

"Ummi mau nanya sesuatu nih." Kata Ricis ketika Syabiq sudah duduk.

"Tanya apa, Mi?"

"Ummi denger dari Risya Abang mau buat video tik tok gak pakai baju ya?"
Ricis bertanya hati-hati. Tsania menjauh dan menyibukkan diri dengan tugas sekolah. Dia tidak mau melihat Syabiq dimarahi atau ditegur. Abangnya itu memang beberapa kali dimarahi Ummi dan Abi karena prilakunya yang dinilai kelewatan. Misalnya ikut geng motor, ikut balapan motor liar, bahkan pernah terciduk razia polisi. Untung Syabiq tidak terbukti ikut tawuran antar geng motor. Walau tidak mengganggu prestasi di sekolah tetap saja Ricis dan Wildan tidak mengizinkan sulung mereka dan anak lelaki satu-satunya terlibat dengan kegiatan seperti itu.

"Gak jadi kok, Mi." Syabiq menggaruk kepalanya.

"Kalau tak ada Risya dan Kak Tsania mungkin sudah beredar videonya, Mi." cerocos Risya. Syabiq melirik adik imutnya itu. Mau dicubit, Syabiqnya sayang, tapi kok kompor sih?

"Syabiq malu kalau gak ikutan. Teman-teman bisa ngatain Syabiq pengecut, Mi." alasan Syabiq.

"Baik, Ummi ngerti, tapi Abang harus bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Tidak semua yang disuruh teman harus diikuti. Abang harus punya prinsip. Seperti rokok, walau teman-teman mentertawakan Syabiq karena tak merokok Syabiq tetap gak boleh ikut merokok."

"Yang kemaren itu Andra ngancam bakal ngasih tau ke Aleana kalau Syabiq cowok cemen, gak berani ambil tantangan. Syabiq kan malu, Mi sama Aleana." Syabiq menundukkan kepala.

"Memang kamu punya hubungan seperti apa sih dengan Aleana?"

"Temen, Mi."

"Kalau temen mestinya ngedukung Syabiq dong untuk lebih baik. Dia pasti ngerti kalau Syabiq melakukan sesuatu ada alasannya." Lagi-lagi Syabiq menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tak berketombe sama sekali.

"Ya, tapi kan dia gadis modern, Mi, model remaja internasional, tengsin dong dia kalau punya temen dicap cemen kaya Syabiq."

"Temen yang baik akan mendukung temannya juga, akan mengerti alasan dibalik apapun tindakan temannya. Teman yang baik akan mendukung kita kala berbuat yang positif dan mengingatkan kalau berbuat sebaliknya."

"Abang pacaran sama Kak Aleana, Mi." celetuk Risya lagi. Duh, kalau deket sudah Syabiq cubit walau sayang, tapi adiknya sedang duduk di pangkuan Abi. Wildan ikut menyimak pembicaraan Ricis dengan Syabiq. Selagi masih bisa ditangani Ricis Wildan akan membiarkannya.

"Bener, Bang? Katanya teman." Selidik Ricis. Syabiq ingin tenggelam ke bawah kursi karena malu.

"Yaah, gimana ya? Kami suka chating aja sih. Saling tukar cerita kegiatan dan pelajaran." jelas Syabiq.

"Gak ada love-love nya, Bang?" celetuk Risya lagi.

"Gak ada! Anak kecil sok tahu, Lo." Syabiq kesal.

"Bagusnya gitu. Berteman aja dulu. Kalau nanti jodoh pasti Allah dekatkan." nasehat Wildan dari kursi pijitnya.

"Nanti kalau diambil orang gimana, Bi?" tanyanya.

"Berarti gak jodoh dong." jawab Ricis pula. Syabiq mencibir gak puas.

"Pasrah bet dah, bagusnya ditandai dulu."

"Dengan pacaran maksud Abang? Gak jamin juga, Bang. Orang nikah aja bisa cerai, apalagi cuma pacaran. Jeleknya lebih banyak dari manfaatnya."

"Kok bisa gitu, Mi? Emang apa sih jeleknya pacaran? Bukannya asik tu.
Saling ngasih semangat, saling menguatkan, ada yang hibur kalau sedih, trus ada yang dipamerin gitu pas pergi-pergi." Syabiq sedikit nyengir.
Diam-diam Tsania bergidik. Yang dia tahu temannya sekelas yang masih bau ketuban alias bau kencur sampai mogok sekolah gara-gara diputusin. Kakak temannya sampai lapor polisi karena dianiaya pacar, trus sekarang Syabiq bilang pacaran itu semenakjubkan itu?

"Alhamdulillah kalau pacaran seperti itu. Saling menjaga, saling support, saling menguatkan, tapi, Sya, gak seperti kenyataan di lapangan. Abang pasti sering dengar berita atau cerita tentang dampak pacaran. Belum lagi kalau kita bawa ke agama, haram, Sya." jelas Ricis panjang lebar.

"Kok haram, Mi? Maksudnya dosa gitu ya?"

"Iya, karena pacaran itu mendekati zina. Coba deh Syabiq rasakan, kalau sudah sayang maunya deketan, kalau deketan apa yang tidak bisa terjadi? Apalagi sering berduaan." Syabiq mengiyakan dalam hati. Temannya banyak yang gitu. Bawa cewek kemana-mana, berdua aja. Di depan banyak orang saja suka pamer kemesraan, apalagi cuma berdua?

"Tapi suka aja gak apa kan, Bi?"Syabiq minta pendapat Wildan sebagai sesama lelaki.

"Suka kepada makhluk ciptaan Allah itu harus, tapi suka pada lawan jenis dan menyebabkan melanggar perintah Allah itu gak boleh. Misal Allah nyuruh kita sholat khusuk tapi dalam sholat kita ingatnya seseorang mulu sampai lupa rakaat sholat, itu gak boleh." Syabiq mengangguk paham.

Tantangan tersendiri bagi Wildan dan Ricis menghadapi Syabiq dan dunia remajanya yang penuh warna. Mereka tidak mungkin mengurung Syabiq di kamar dan menjaganya dari gangguan dunia luar 24 jam. Yang harus dilakukan adalah imunitas Syabiq terhadap godaan lingkungan yang harus ditingkatkan. Oh, begini rasanya jadi orang tua.

Apakah kalian setuju dengan pandangan penulis dalam part ini? Boleh bebas komen tapi tetap dengan kata yang sopan ya..

Big thank to @naellsall yang sudah buatkan cover kekasih hati yang amazing. Love you..😘

Kekasih Hatimu (Wildan dan Ria Ricis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang