7. Cemburu(?)

15.3K 501 40
                                    

Ricis dan Tim baru saja pulang meet and great di salah satu mall besar di Jakarta. Wajah Ricis nampak ditekuk dan tidak ceria sepanjang perjalanan. Timnya sempat heran tapi mereka berfikir mungkin Ricis lagi capek. Jadwal latihan mereka memang ketat akhir-akhir ini demi the Ricis yang menunggu mereka diluar sana.

"Cis, capek banget ya?" tanya Aries yang memang jarang manggil Ricis dengan sebutan Umi. Umurnya memang beberapa tahun lebih tua dari Ricis.

"Gak capek kok, sebel aja." jawab Ricis ketus. Rio dan Wildan ikut menyimak perbincangan itu.

"Sebel sama siapa?" tanya Aries lagi. Ricis memandang Wildan sekilas lalu buang muka.

"Ada yang sibuk sendiri waktu meet and great tadi."

"Aku gak ya,Mi, fokus kok." Rio membela diri.

"Bukan kamu kok." Ricis meninggalkan ruang tivi dan naik ke kamarnya. Aries dan Rio memelototi Wildan yang sedang melihat hasil rekaman di mall tadi.

"Dan, Lo gak peka." Bisik Rio. Wildan menolehkan tatap pada Rio.

"Maksudnya?" Wajah polos Wildan membuat Rio dan Aries saling berpandangan.

"Umi cemburu kayaknya, dan itu karena Lo. Gak ngerasa disindir Umi tadi?" Rio gemas sendiri. Wildan garuk-garuk kepala gak ngerti.

"What? Gue ngapain? Eh, tunggu-tunggu, apa karena Gue ngobrol dengan beberapa cewek disana ya?" dia bermonolog.

"Naaah." Seru Aries dan Rio bersamaan. Wildan meringis dan merasa malu.

"Lo harus jelasin." Aries memandang Ricis yang baru saja turun dan langsung menuju dapur.

"Tapi masa sih Umi cemburu? Kesal iya." bisik Wildan.

"Serah Lo deh, yang penting Lo harus memperbaiki mood Umi yang lagi anjlok."

Wildan memandang Ricis yang duduk bertopang dagu di meja makan.

"Mba Yanti, tolong masakin mi goreng. Gak pakai lama." Terdengar suara Ricis yang masih bernada kesal dari ruang tivi. Aries menyenggol Wildan.

"Samperin gih, kasian. Ntar lagi kita ngonten."

"Iya-iya, Gue samperin nih." Wildan melangkah ke dapur. Tiba-tiba Vazo muncul dari garasi dan langsung gabung di meja makan. Aries dan Rio jadi geregetan karena Vazo gak tahu situasi, dan memang cowok setengah oppa itu gak tahu menahu sih. Tadi dia pulang naik mobilnya sendiri karena harus ngantar keponakan.

"Vazo, makan diluar yok," seru Aries dari ruang tivi.

"Males, Gue capek."

"Yakin? Kami mau ke restoran baru buka itu lho, ditraktir Rio." Aries masih berusaha membujuk Vazo agar meninggalkan ruang makan.

"Eh busyet, kok jadi gue yang nraktir." Rio melotot ke Aries. Aries nyengir kuda.

"Aman, ntar kita bagi tiga bonnya."

"Sama aja bayar sendiri, Bambang!" Rio gemas.

"Yuk kita cabut." Aries menarik tangan Rio. Vazo berlari kecil dari dapur.

"Eh tunggu, Gue ikut."

Bertiga mereka melangkah keluar rumah. Vazo ngomel karena harus mengeluarkan mobilnya lagi padahal baru masuk garasi.

Di dapur tepatnya di meja makan mba Yanti baru selesai masak mi goreng.

"Lho, ada Mas Wildan juga toh, mau dibuatkan mi juga,Mas?" tanyanya saat meletakkan sepiring mi goreng yang masih mengepul di depan Ricis.

"Ini,Mba Icis, selamat makan ."

"Gak usah,Mba, lagi sakit tenggorokan." Wildan menolak tawaran Mba Yanti. Dia ingin perempuan itu cepat meninggalkan dapur karena dia mau bicara berdua sama Ricis.

"Yo wes, kalo gitu Mba lanjut nyuci ya,Mas,Mba Icis." Lalu dia segera beranjak meninggalkan dapur.

Sepeninggal mba Yanti Wildan memandangi Ricis yang asik menikmati mi goreng yang panas. Sesekali dia menghembus mi itu lalu dimasukkan perlahan ke mulutnya. Tak ada niat untuk berbasa-basi dengan Wildan yang duduk di depannya.

"Mi, saya minta maaf kalo ada salah, tapi saya professional kok." Wildan memulai percakapan. Ricis tidak menanggapi.

"Cis, please jangan cuekin saya. Saya minta maaf ya." Nada formal Wildan berubah menjadi nada memohon.

"Saya kan sudah bilang, kalau kerja ya kerja, urusan cewek belakangan." Kali ini Ricis nyahut.

"Mereka teman sekolah, kebetulan sudah lama gak jumpa. Mereka the Ricis sejati." terang Wildan.

"Temen apa temen?" Ricis nyindir. Wildan jadi gemas. Dia menatap Ricis dalam. Ricis menunduk gak mau ditatap Wildan seperti itu. Dia masih marah.

"Temen aja. Mereka ngasih selamat sama saya karena sudah gabung di tim Ricis. Maaf ya kalau kesannya gak professional."

"Iya deh, lain kali buat janji temu aja jika mau reuni."

"Ya gak reuni juga, Cis. Kami gak sengaja jumpa." Ringis Wildan.

"Ya, kan saya ngomongnya kalau reuni."

"Tadi gak ngomong gitu."

"Eh, saya ngomong apa emangnya?" Ricis masih judes. Wildan ingin mengelus kepala yang lagi emosi itu, tapi gimana caranya?

"Sayaang, kamu lucu deh kalau cemburu." Wildan mencoba peruntungan. Siap-siap sendok melayang jika bos cantiknya marah. Ricis melotot tapi wajahnya memerah yang berusaha disembunyikan semampunya.

"Gak lucu." Ricis menahan senyum.

"Kan saya bukan pelawak."

"Jadi kamu sebagai apa?" todong Ricis dengan nada gurau yang mulai terdengar. Wildan tersenyum senang karena es beku itu sudah mencair.

"Sebagai kekasih, yang tak dianggap aku hanya bisa..lalalalalalaaaa.." Wildan berdendang di meja makan. Ricis ikut-ikutan nyanyi lagu yang sama. Tawa pecah diantara mereka.

"Bagi mi nya dong." Wildan menarik piring Ricis.

"He, tadi katanya sakit tenggorokan."

"Kalau makan mi yang di piring Umi gak sakit, malah sembuh."

"Wildan Alamsyah raja gomballl."

Wildan tertawa sambil menikmati sisa mi di piring Ricis.

"Eh, anak-anak kemana ya, kok lama?" Ricis memandangi ruang tivi yang masih kosong.

"Mereka anak-anak yang pengertian, ntar lagi pulang. Nah tuh mobil Vazo datang." Wildan menunjuk mobil putih yang baru memasuki halaman. Ricis meninggalkan Wildan dan menuju ruang tivi merangkap ruang latihan dengan wajah yang ceria seperti biasanya. Wildan geleng-geleng memperhatikan.

"Beruntung sekali yang jadi suamimu nanti,Cis. Kamu gak ribet sama sekali. Merajuknya aja cuma sekian menit. Moga gue dapat istri kaya dia ya Allah, atau dia aja sekalian, saya pasti bahagia dunia akhirat. Aamiin."

"Assalamualaikum." Koor tiga pria tim Ricis di ambang pintu.

"Waalaikum salam. Makan dimana kalian? Gak ngajak-ngajak lagi." Omel Ricis.

"Kami makan di restoran baru,Mi, kata Aries ditraktir Rio, tapi masa bonnya dibagi tiga? Sama aja dong bayar sendiri-sendiri." Adu Vazo dengan mulut lemesnya. Rio dan Aries tertawa-tawa sambil matanya melirik Wildan yang jalan mendekat. Dengan tatapan mata Rio dan Aries bertanya dan WIldan menganggukkan kepala tanda semuanya sudah beres. Rio mengelus dada lega dan Aries ngacungin jempol tak kentara.

"Kalau sudah kenyang kita mulai ngonten yuk." Rio memberi aba-aba.

"Oke." Seru mereka serempak. Tim Ricis memang selalu menjaga kekompakan dan mood baik agar konten yang mereka hasilkan menghibur the Ricis dan tidak asal-asalan.

Asiiik, udah ada yang sayang-sayangan tuuuuh, bapeeeerrrrr dah. Selamat menikmati the Ricis mania..hehe. vote jangan lupa. sebagai tanda jejak jika kamu pernah mampir dimari. yuk mareeee... :)

Kekasih Hatimu (Wildan dan Ria Ricis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang