60. We Must Talk About Money(2)

7.9K 261 22
                                    

Keesokan harinya, hubungan dua suami istri itu jadi dingin. Wildan pagi-pagi habis sarapan langsung ke kantor. Syabiq sudah libur panjang dan masuk lagi nanti di jenjang yang berbeda. Jadi dia milih nonton kartun dulu ketimbang sarapan. Hari-hari santai si bocah menjelang sekolah dasar. Ricis pun tak banyak ngomong karena melihat Wildan tak tertarik ngobrol dengannya. Saat sarapan tadi Wildan hanya diam. Bahkan dia yang menyedu kopi sendiri, tak menunggu dibuatkan Ricis seperti biasanya.
“Kenapa lho, Dan?” tanya karyawan yang juga merangkap teman di kantor visbar miliknya.
“Istri ngajak liburan ke luar negeri , sementara tabungan gue kepake semua untuk perluasan usaha, bingung gue.”
“Jangan bilang Lo gak mau makai uang istri untuk jalan-jalan kan?Sebab guepercaya Ricis punya banyak simpanan.”
“Bener sih, Bro, tapi itu uang dia, gue semestinya yang bertanggung jawab terhadap hal ini.”
“Ya gak gitu juga, Bro, kalau sudah menikah uang masing-masing jadi milik bersama kalau memang sama-sama rela atau ikhlas.” Teman Wildan ngasih pendapat.
“Ya gak lah, Bro. Gue sudah kenal Ricis sejak bujangan, dia bos gue. Jadi gue sudah bertekad saat jadi suaminya gue gak akan memanfaatkan dia, seperti anggapan banyak orang.”
“Lo trauma mulut netijen sih, Bro. Kalau menurut gue nih, kalau istri Lo sudah nawarin, Lo terima aja, kan bukan Lo yang ngemis.”
“Hah! Entahlah, pusing gue. Dilema juga punya istri lebih kaya dari kite.” Wildan menyugar rambutnya pusing.
“Jangan ngomong gitu. Lo itu harus banyak bersyukur punya istri seperti Ria Ricis. Anugerah tak ternilai itu mah. Sekarang kalian harus sepakati masalah uang-uang ini gimana. Jangan gini terus. Setiap bicara hal yang berkaitan dengan uang,  Lo nya galau kaya gini, kaya tertekan gitu, gak baik. “
“Bener sih, Bro, gue merasa bersalah sudah mendiamkan Ricis sejak tadi malam.

Pulang kantor Wildan tak menemukan Ricis di rumah. Menghela nafas Wildan melangkah ke kamar. Mobil di garasi gak ada yang menandakan Ricis pergi nyetir mobil sendiri. Biasanya Ricis minta izin darinya jika mau keluar, apalagi nyetir, hamil pula. Wildan resah. Dia lalu menelpon Ricis.
"Yang, dimana?Kok gak ngabarin sih mau keluar bawa mobil?" burunya kala panggilan ketiga baru diangkat.
"Kirain gak mau ngomong sama istri lagi." Ricis nyindir. Wildan mendesah.
"Ya gak mungkinlah, kalau gak ngobrol sama kamu, sama siapa lagi. Syabiq ganteng Abi mana?" Wildan mencoba mencairkan suasana. Dalam bayangannya yang seratus persen akurat, Ricis saat ini pasti lagi manyun. Wildan jadi gak sabar bertemu si Umi cantik, mau nggigit. Duh, baru juga konfrontasi beberapa jam.
"Syabiq lagi main sama Jiya di depan."
"Kamu di rumah Enyak?Abang kesana ya, ini baru nyampe rumah." Wildan menutup telpon. Untung Ricis nyetir cuma ke rumah orang tuanya, gak jauh,Wildan legah.

Sepuluh menit kemudian Wildan sudah memarkir mobilnya disamping BMW kuning.
"Abiiii." Syabiq berlari menyongsong. Wildan menggendong dan mencium Syabiq penuh sayang.
"Mana Umi?" tanyanya tak sabar.
"Di kamar lagi pijitan sama Nyaik."
"Oh, Syabiq main lagi ya sama Kak Jiya." Wildan menurunkan Syabiq, mengusap kepala Jiya lalu berlalu ke kamar.
"Ricis kenapa,Nyak?" Wildan mendekati Ricis yang sedang dipijit kepalanya sama mak mertua. Matanya terpejam.
"Kepalanya pusing, kamu darimana sih?Istri sakit gak tau." Oke, Wildan kena omel Nyak sendiri. Wildan meringis sambil duduk disamping Ricis yang berbaring di kasur lantai di kamar Wildan. Tempat tidur yang dulu pernah patah udah diganti dengan springbed baru.
"Tadi ke kantor,Nyak. Hai, Sayang, pusing banget ya? Ke dokter yuk?" Wildan mencium mata Ricis yang terpejam. Mata itu langsung terbuka, kaget dan malu karena Wildan menciumnya di depan mertua.
"Gak mau ke dokter." mata Ricis kembali terpejam, malu karena Wildan malah menatapnya intens.
"Pusing minta perhatianmu ini,Dan. Ibu hamil harus banyak diperhatikan. Jangan dilawan kata-katanya. Susah lho hamil itu." Si Enyak tersenyum simpul melihat anak bungsunya makin terpojok.
"Maaf ya, Yang, kamu mau apa?" gantian Wildan yang memijit lembut Ricis.
"Mau liburan, tapi Abang gak mau, Nyak." rengek manja Ricis pada Ibu mertua yang duduk samping Wildan. Wildan garuk-garuk kepala. Ricis sengaja banget pingin ngadu ke ibunya. Wildan pasrah kena semprot Nyak.
"Lagi gak punya duit,Nyak. Taon depan ya Sayang,Abang janji."
"Maunya sekarang kok tahun depan?Duit bisa dicari,Dan. Istri sakit kamu gak kasian apa?"
"Iya,Nyak, taun depan Ricis punya bayi, mana bisa jalan-jalan."
"Tuh, dengerin." sambar Nyak.
"Duit Ricis ada,Nyak, tapi Abang gak mau. Kalau udah nikah kan jadi duit bersama ya,Nyak."
"Betul, kalau sudah menikah artinya semua melebur jadi satu, asal ikhlas suami istri."
"Ricis ikhlas banget,Nyak."
Wildan terdiam mencoba memahami jalan pikiran orang-orang terdekatnya.
"Baiklah, kita jalan-jalan. Mau kemana Nyonya Ricis? Abang Wildan siap nganterin."
"Beneran,Bang?"Ricis langsung duduk. Wildan tertawa melihat ekspresi Ricis. Masih juga gak berubah manjanya, padahal udah mau punya anak dua.
" Kalau gitu kalian bicarain mau kemana,Nyak mau nemenin cucu dulu." si Enyak meninggalkan kamar, di ambang pintu mata Nyak bertemu dengan mata menantu, ada kedipan jahil di mata mereka. Aha!Wildan berhasil kena prank.
"Liburan kemana sayangku?" Wildan memeluk gemas Ricis setelah pintu kamar tertutup.
"Mau ke Turki, lanjut ke Eropa dan berakhir di Dubai."
"Waduh, separuh dunia,Nyak, sanggup? Kehamilanmu udah kuat?"
"Udah kok, tadi nelpon dr Zaidul di klinik, katanya gak masalah asal Ricis kuat."
"Syaratnya gak boleh berenang, gak boleh manjat-manjat, gak boleh lari-lari, gak bo..."
"Gak boleh nafas aja sekalian, ribet bat sih?" Ricis mencubit perut liat suaminya. Oh,ya,Wildan rajin ngegym, Lho, biar makin mempesona dan jantan dimata istri.
"Haha, bukan gitu, kamu kan lagi hamil, harus hati-hati. Susah tau buat ngehamilin kamu." kali ini Wildan menggigit benda yang dari tadi manyun-manyun manja.
"Jangan ah, nanti aja di rumah, ntar kalau Nyak dan Syabiq kesini kan malu kepergok." Ricis menjauhkan wajahnya.
"Kasih sikit lagi, udah pengen dari tadi tau." Wildan kembali merengkuh wajah cantik Ricis dan melakukan apa yang dalam khayalannya. Duh,enaknya kalau sudah sah.
"Kita urus trip liburan secepatnya ya. Kita pakai travel suami Mba Oki aja."
"Iya, mana yang membuatmu nyaman aku pasti setuju."
"Makasih sayang sudah mau liburan." Ricis mengecup pipi Wildan.
"Seneng banget ya?" jemari Wildan merapikan jilbab istri yang terlipat.
"Banget."
"Berarti ntar malam dapat jatah ya." pinta Wildan dengan wajah memelas. Sejak Ricis positif hamil Wildan tidak meminta haknya sembarangan karena melihat kondisi istri yang lemah.
"Boleh, tadi dokter bilang gitu,asal jangan main keras."
"Ya gak lah, kita main soft aja. Duh, gak sabar, pulang yuk."
"Sabar kenapa?Aku mau telpon Mba Oki masalah liburan." Lalu Ricis sibuk dengan iphonenya. Tak lama Ricis berseru girang sambil meluk leher Wildan.
"Yeeee, kita bisa keliling dunia gratis. Ada sponsor."
"Oya?Alhamdulillah. Kok bisa sih?"
"Bisa dong. Khusus untuk pasangan Ria Ricis apa yang enggak? Ntar kita buat vlog perjalanan deh dan promosiin biro travelnya suami Mba Oki."
"Syabiq pasti senang." Wildan ingat anaknya.
"Syabiq gak ikut kita karena ini paket honeymoon. Gantinya Syabiq ngetrip bareng Maryam, khodijah dan Abdullah."
"Yaaah?Syabiq nya kasian terpisah sama kita." Wildan keberatan.
"Dia pasti mau kok, lagian udah lama mereka gak ngumpul dan liburan bersama."
"Gak papa sih kalau Syabiqnya mau. Jadi cuma kita berdua? Salah timing nih, mestinya kamu belum hamil atau habis lahiran. jadi, bulan madu bisa dimaksimalkan untuk buat anak."
"Astaga Wildaaan."

Sambungan yang kemaren gaess
Baca dan follow wattpad penulis ya...pliiiiissss



.

Kekasih Hatimu (Wildan dan Ria Ricis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang