Lee Chan
as
Geraldino OsmanoRasanya punya profesi yang double tuh gimana sih, Din?
Jawabannya; capek.
Iya, gue gak bohong. Punya dua pekerjaan di rumah sakit itu jelas bikin capek. Gue benar-benar dituntut untuk pandai membagi waktu, tetapi karena merasa enjoy saat melakukannya, rasa capek itu selalu gue terjemahkan menjadi rasa ikhlas. Resiko juga sih sebenarnya, gue adalah orang yang sulit memilih suatu pilihan sehingga saat dihadapkan terhadap dua jurusan yang dua-duanya gue minati, gue gak bisa memilih dan berujung mengambil kedua program yang sama-sama bergerak di bidang kesehatan itu.
Kenapa gak jadi dokter aja sih? Kan lebih keren, Din.
Jujur deh, jadi dokter tuh masa studinya lama banget anjir. Lo liat aja temen-temen gue, disaat mereka baru resmi bergelar spesialis dua sampai tiga tahun lalu, gue malah udah kerja disini selama bertahun-tahun hingga dicap sebagai sesepuh anom Rumah Sakit Jiwa Provinsi. Gue dan bang Arel tuh masuk di tahun yang sama kalau gak salah, cuma waktu itu kita belum saling kenal karena bang Arel juga lagi sibuk sama studi S2-nya dia. Baru deh pas tahun 2016-an, gue dan bang Arel mulai deket walau saat itu masih sekedar ngobrol bareng di kantin Rumah Sakit.
Pasien gue berasal dari segala kalangan, mulai dari anak-anak, orang dewasa, hingga lansia. Rata-rata mereka mengalami gangguan pada tulang dan sendi sehingga membutuhkan terapi fisik untuk mengembalikan fungsi gerak tubuh mereka. Masing-masingnya punya kesulitan tersendiri, lansia paska stroke misalnya, mereka cenderung emosian dan mudah mengeluh padahal baru disuruh ngangkat kaki atau tangan. Sementara anak-anak cenderung penakut, mereka selalu ingin didampingi sehingga setengah waktu terapi harus dihabiskan untuk prosesi bujuk membujuk. Tapi yang lebih sulit tuh sebenernya pasien yang memerlukan terapi karena pernah mengalami cedera parah sampai amputasi atau menjalani operasi. Mereka seperti punya trauma, belum diapa-apain udah nangis duluan dengan alasan takut sakit lah, takut gak bisa normal lagi lah, dan lain sebagainya.
Disini, gue bekerjasama dengan dokter spesialis rehabilitasi medik seperti Gatra. Bentuk penanganan yang gue berikan tentunya sudah didiskusikan dulu bersama Gatra sesuai dengan diagnosis yang dia buat. Makanya, hampir semua pasien gue merupakan pasien Gatra juga. Mereka sering banget curhat soal Gatra yang ngelawak mulu kalau meriksa terus tiba-tiba narik tangan atau mukul dengkul tanpa aba-aba. Dari cerita para pasien, gue bisa menilai kalau Gatra itu termasuk dokter yang seru dan gak kaku kalau lagi interaksi sama pasien. Beda sama dokter rehabilitasi medik yang satunya, para pasien pada bilang gak suka karena katanya dia judes dan jarang banget ngomong.
Hari ini gue cuma dapet pasien sampai jam 12 siang, bukannya istirahat, gue malah ke dapur gizi buat bikin menu baru bagi para pasien rawat inap. Jam dua nanti gue juga punya jadwal konsultasi bareng beberapa dokter di Instalasi Rawat Inap untuk membahas kondisi pasien mereka yang membutuhkan perbaikan gizi. Kemarin gue dapat info, katanya ada pasien anoreksia yang selalu memuntahkan makanannya karena takut berat badan dia akan naik. Ada juga pasien diabetes di instalasi NAPZA, dan satu pasien gangguan jiwa pengidap obesitas yang sekarang mendapat perawatan di ruang rawat inap tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIGA BELAS JIWA
FanfictionCerita ini adalah penggalan kehidupan dari tiga belas jiwa yang bekerja di rumah sakit jiwa. Kalian akan menemukan eratnya persahabatan, pengabdian terhadap sesama, hingga tujuan-tujuan kenapa mereka harus terlahir ke dunia. • All 13 members of Sev...