3.3 Joshua

17.1K 2.6K 796
                                    

Joshua

Punya kehidupan yang sempurna bukan berarti bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Punya kehidupan yang sempurna bukan berarti bahagia.

Ralat, gue bahagia, nggak pernah sehari pun gue berhenti bersyukur atas apa yang gue punya. Cuma terkadang, saat mengingat lagi hakikat gue sebagai manusia— dan pria, gue seringkali terdiam karena lagi-lagi perasaan gue hampa.

"Joshua, kamu mau menikahi Alexa?"

Saat Mama pulang ke Indonesia seminggu lalu, dia melontarkan pertanyaan tersebut yang mana membuat gue membisu seketika. Masih untung Alexa udah pulang, malam itu dia nginap di apartemen gue dan menunggu Mama Papa datang di jam dua malam. Bukannya istirahat, kita semua malah ngobrol hingga pagi datang. Pagi sekali, Alexa pamit pulang karena punya jadwal ke laboratorium binaannya.

"Josh nggak mikir sejauh itu, Mam."

"It's okay, nikahin aja, toh kamu juga suka dia."

"Should I?"

"Kok nanya Mama? Tanya ke diri kamu, harus atau enggak?"

Mama atau Papa bukan orang yang suka memaksa atau menuntut. Malah kayaknya, gak pernah sekali pun gue mendengar mereka melarang gue untuk melakukan apa yang gue mau— terkecuali konteksnya negatif. Meski berasal dari keluarga usahawan, mereka gak keberatan saat gue mengambil kedokteran. Karena bagi mereka, hidup orang itu tak bisa dipaksakan dan mereka tak punya hak untuk mengendalikan.

Udah beberapa hari ini gue gak ketemu sama Alexa, mungkin semenjak kedatangan Mama Papa ke Indonesia. Gue juga sedikit sibuk sih, apalagi kemarin sempet repot sama ulang tahun Rumah Sakit Jiwa. Gue jadi gitaris disana, perform dua lagu aja persiapannya dua tahun. Mana kepala-kepala itu pada gak bisa diatur banget alias latihan isinya bercandaan semua.

Belakangan kondisi gue selalu dalam keadaan baik. Karena kalau ada yang salah sama diri gue, gue pasti akan menghubungi Alexa untuk mengabari apa yang gue rasa. Bodohnya, gue malah berharap kalau gue drop walau satu hari aja. Entah alasannya apa, namun perasaan gue mengakui kalau sepertinya gue ingin bertemu dengan perempuan bernama Alexandra itu.

Biasanya kalau minggu, gue akan menghabiskan waktu dengan cara tiduran sambil nonton film. Tadi udah coba kontak Arel sama Catra, ngajakin mereka ke apart namun dua-duanya bilang gak bisa karena lagi ada acara. Catra mau kondangan, sedangkan Arel ... tadi gak jelas. Kalo gak salah denger sih mau reunian. Kadang sendirian itu gak enak, gue udah bosen banget ngobrol sama pikiran sendiri yang topiknya itu lagi, itu lagi.

Gue sedikit tersentak ketika ponsel yang baru aja disimpan diatas tempat tidur itu bergetar. Awalnya gue pikir yang nelepon salah satu anak manjiw, namun ternyata gue salah karena nama yang terpampang di layar depan rupanya adalah Alexa, dr. Alexa.

"Dokter Joshua di rumah?" Tanpa sapaan dia langsung mengatakan inti pembicaraan.

"Iya, kenapa?"

TIGA BELAS JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang