Arthur
Kalo ditanya tipe cewek gue kayak apa, gue gak akan menjawab karena sejujurnya gue gak punya kriteria tertentu soal perempuan. Mau cantiknya biasa, mau cantiknya cantik banget, mau kerjaannya tukang jualan sosis bakar pun gue gak masalah selama dia baik dan bukan cewek begajulan. Gak tau sih, tapi gue kurang suka aja sama perempuan yang pergaulannya gak terkontrol makanya lebih suka sama perempuan yang biasa-biasa aja.
Ibu pernah bilang sama gue buat gak mematok standar tertentu. Soalnya kata dia orang yang tepat akan datang tanpa perlu gue cari. Sampai sekarang gue mempercayai ucapan itu makanya santai-santai aja tiap ditanya soal perempuan. Lagian gue gak mengharuskan cewek itu berpendidikan tinggi, sama-sama dokter, atau kudu cantik kayak Nia Ramadhani. Kalau ngerasa cocok, kalau ngerasa nyaman, ya nanti juga gue akan pilih orang itu persetan dengan dirinya seperti apa.
"Kok adek gua bisa sama Dipta?"
"Mana gue tau, bang, lu punya adek lagian liar gitu."
"Bener-bener ya si Freya, gue karungin juga tuh anak terus titipin kargo biar pulang ke Scotland."
Nah, adeknya Bang Khrisna ini cantik sih, tapi gue gak suka karena ... gue gak suka aja. Dari pandangan gue dia tuh sebelas dua belas sama adeknya Vernon. Dan tipe cewek bebas kayak mereka ini sama sekali gak masuk ke pilihan gue. Katakan gue kolot atau apa, namun buat gue attitude sama sikap tuh jadi poin yang sangat penting buat seorang calon istri.
"Ini kalo adek bisa di giveaway-in, kayaknya gue mau open GA aja deh, serius."
"Haha ngawur, gitu-gitu juga adek lo. Sorry nih bang, gue kayaknya kudu ke RS sekarang jadi gue cabut duluan, ya!"
"Yo, ati-ati, Thur."
Gue tos dulu sama dia, kemudian berjalan meninggalkannya untuk menaiki kendaraan yang terparkir dekat beberapa pohon kopi itu. Jaraknya gak jauh sih, sekitar 500 meteran dan saat melewati klinik rawat jalan gue agak kaget soalnya disana rame banget. Ternyata kata Pak Ujang— petugas kebersihan di RSJ Provinsi, klinik umum lagi buka pengobatan gratis dalam rangka HUT RSJ makanya warga sekitar pada memeriksakan diri disana.
Ketika sampai ke Instalasi Rehabilitasi Mental, gue langsung masuk ke ruangan dokter buat mengambil snelli yang harus gue pakai. Tak berselang lama, serombongan pasien melewati ruangan gue dengan dampingan beberapa perawat dan dokter dari rawat jalan menuju ke studio tempat mereka akan mendapatkan rehab. Ruangan dokter sepi banget, kayaknya para dokter udah pada ke studionya masing-masing makanya hening banget kayak gini.
Kelas rehabilitasi ini berlangsung selama tiga jam aja, gue menangani total 12 pasien yang sudah masuk ke tahap penyembuhan ini. Dua diantaranya asing, kayaknya mereka pasien tenang baru deh soalnya kita baru ketemu hari ini aja. Setelah keduabelas pasien itu selesai menjalani kelas, gue kedatangan dua anak berkebutuhan khusus yang punya minat di bidang seni musik. Kelasnya gak lama, cuma satu jam kurang karena mereka nangis gak karuan saking jengkelnya belajar sama gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIGA BELAS JIWA
FanfictionCerita ini adalah penggalan kehidupan dari tiga belas jiwa yang bekerja di rumah sakit jiwa. Kalian akan menemukan eratnya persahabatan, pengabdian terhadap sesama, hingga tujuan-tujuan kenapa mereka harus terlahir ke dunia. • All 13 members of Sev...