2.8 Arthur

16.9K 2.6K 1.2K
                                    

Arthur

"Atur sekarang lagi deket sama siapa, nak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Atur sekarang lagi deket sama siapa, nak?"

Kalau hari minggu, gue suka banget berjemur depan rumah sambil rawat tanaman yang ditanam Ibu. Biasanya jam segini ibu udah ke toko, tapi hari ini sengaja buka agak siangan karena katanya dia mau masak enak buat anak-anaknya. Namun bukannya bergelut di dapur sesuai dengan niatnya, beliau malah duduk di beranda sambil ngeliatin gue yang lagi nyabutin rumput liar dekat pohon cabai.

"Nggak sama siapa-siapa kok, bu. Kenapa emang?" Jawab gue seraya tercengir kearahnya.

"Itu, kata Rayen kamu sering video call tiap malem. Hayo sama siapa, kok gak dikenalin ke Ibu?"

Rayen. Rayendra. Adek gue.

Yang namanya bocah emang mulutnya suka ember ya. Masih baik anaknya lagi jogging bareng temen sekolahnya. Setau gue sih, adek gue sama adeknya Arel tuh satu sekolahan, cuma beda jurusan. Rayendra anak bahasa, sementara Rafael itu anak IPA. Mereka berteman, dan katanya jogging kali ini khusus diikuti oleh geng anak pinter yang juga jadi primadona satu sekolahan.

"Temen, bu. Temen SMA, masa ibu lupa."

"Siapa? Esther?"

Tuh, kan. Ibu langsung inget sama dia kalo gue nyebutin kata 'temen SMA'.

"Nah itu tau." Ucap gue, "Esther udah jadi PNS sekarang, kerja di Dinkes tapi gak pernah ketemu, haha."

Perempuan itu ikut tertawa, "Bukan jodoh, anak berapa dia?"

Gue melirik Ibu dengan cepat, "Ih ibu, belum nikah dia."

"Hah?" Kok jadi kaget-kagetan kayak main Super Deal Lima Milyar sih? "Ini sih jodoh, bukan 'bukan jodoh'. Nggak main? Hari minggu nih, masa anak bujang di rumah terus sih. Sana jalan-jalan, ajakin Esther, cuacanya bagus gini duh cepet Arthur pergiiii."

Dasar ibu-ibu rempong.

Eh, astagfirullah.

Gak baik ngata-ngatain orang tua, tapi gimana dong omongan ibu minta dikata-katain banget soalnya.

"Ah enggak, di rumah aja, capek, mau tiduran." Tolak gue pasti.

Perempuan yang semula sedang duduk itu berdiri, dia mendekat kearah gue lalu menekuk kedua tangannya di atas pinggang. "Orang tua yang nyuruh, pokoknya abis nganterin ibu ke toko kamu harus main, ya!"

"Loh, masaknya gak jadi?"

"Enggak, kamu makan diluar aja."

Ya Allah, emak gue gini amat dah perasaan.

Dia masuk ke rumah, sementara gue masih bengong di halaman dengan tangan yang kotor oleh tanah dari rerumputan. Saat hendak menyusul ibu ke dalam, gue mendapat sebuah sapaan dari seseorang yang tak sengaja lewat ke depan pagar rumah. Asalnya dari Lussy, kayaknya dia baru balik jaga malem soalnya muka dia masih keliatan kecapekan.

TIGA BELAS JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang