Dino
Disaat temen-temen gue pada rusuh oleh pertanyaan semacam mana pacar lo? mana calon lo? dan sebagainya, gue justru gak pernah sekalipun terganggu dengan hal seperti itu karena memang sangat jarang sekali mendapatkannya.
Keluarga gue bukan sebuah keluarga besar, kakek nenek dari kedua orang tua cuma punya satu anak tunggal. Dan si anak tunggal yang merupakan bokap nyokap gue itu juga bernasib sama; cuma punya satu putra. Makanya kalau lebaran atau kumpul dalam suatu acara, gue hampir tidak pernah mendapatkan pertanyaan yang orang-orang sebut sebagai ranjau dan ancaman.
"Ibu kalo punya mantu, mau mantu yang kayak gimana?"
Kebiasaan gue kalau libur dan kebetulan orang tua lagi di rumah adalah manja-manja sama mereka berdua. Bapak dan Ibu mengelola lima grosir sembako dan kebutuhan rumah tangga yang cukup besar di beberapa titik Kota Bandung gitu. Kata tetangga sih, mereka ini juragan. Sejak kecil hidup gue udah enak, penuh kasih sayang, cuma akhir-akhir ini lagi berusaha mandiri tanpa bergantung lagi ke mereka berdua.
"Yang gimana, ya?" Ibu mengusap rambut gue pelan. Dia duduk diatas sofa yang berhadapan dengan televisi, sedangkan duduk diatas lantai dengan kepala yang gue simpan di pahanya.
"Kalo bapak sih—"
"Dih, Dino gak nanya bapak." Bapak gue tuh tipe bapak-bapak bodor, kerjaannya kalau di rumah cuma kaosan sama sarungan doang. Pernah sekali gue gak sengaja nginjek sarungnya yang kepanjangan, eh dianya gak pake kolor lagi sehingga celana dalamnya keliatan.
"Yang penting baik aja, jangan begajulan, kudu cewek baik-baik pokoknya."
Kadang gue gak paham sama definisi cewek baik yang sesuai sama selera para Ibu itu kayak apa.
"Yang baik-baik tuh gimana sih, bu?"
Elusannya di kepala gue terhenti, "Yang ... ya masa kamu gak tau? Sopan sama orang tua, sayang sama kamu, nggak pernah macem-macem, bisa jaga diri, berasal dari keluarga yang baik juga. Tapi yang penting sih seiman, iya kan, Pak?"
"Ya iya atuh, harus seiman."
Ah, seiman ya?
Buat orang yang sangat memegang teguh kepercayaan seperti Ibu dan Bapak, udah pasti mereka akan mematok standar ini sebagai kriteria paling utama. Siapapun akan begitu sih, dan harusnya hal itu udah bukan lagi sesuatu yang harus dipertanyakan kayak sekarang.
"Kenapa emang? Kok tumben-tumbenan anak Ibu tanya soal mantu? Udah ada yang mau disetorin nih?"
Gue menjauhkan kepala dari kakinya, kemudian tercengir kearahnya sambil menyibak rambut ke belakang. "Enggak sih, hehe, baru nanya aja." jawab gue.
"Oalaaahh, bapak tau." Mulut bapak yang penuh sama kacang polong seribuan itu terbuka lebar karena tawa, "Yang bule itu ya? Yang kamu jadiin status wasap?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TIGA BELAS JIWA
FanfictionCerita ini adalah penggalan kehidupan dari tiga belas jiwa yang bekerja di rumah sakit jiwa. Kalian akan menemukan eratnya persahabatan, pengabdian terhadap sesama, hingga tujuan-tujuan kenapa mereka harus terlahir ke dunia. • All 13 members of Sev...