Vernon
"Gue mau pulang ke NY."
"Hah?"
Gue yang semula tidak mendengarkan celotehan dari bibirnya mendadak menajamkan telinga. Di jam dua siang, gue masih ada di Rumah Sakit Jiwa. Sedikitpun gue tidak menduga kalau Sofia— adik gue, akan datang ke tempat yang jauh dari peradaban ini.
"Serius lo? Kuliah lo gimana? Terus, usaha lo?"
"Gue mau lanjutin di NY aja, Ver. Jadi tolong bantu gue ngurusin kepulangan gue kesana ya?"
"Udah bilang Mama sama Dad?"
Dia menggeleng, "Belom."
"Duduk lo, dengerin gue mau ngomong." Badan gue terasa gerah seketika sampai gue harus melepas snelli berlengan panjang tersebut. "Kenapa tiba-tiba? Bukannya lo yang gak mau balik ke NY lagi?"
"Capek gue sama Bandung, sakit hati mulu. Lo gak liat apa pas di nikahannya Bang Raga, Kak Dino sama si dokter itu?"
Sejenak gue termangu, lalu selanjutnya tangan gue menjitak keningnya kencang sampai gue yakin kalau tulang dahinya bisa saja mengalami keretakan. "Dino lagi? Gak capek lo?"
"Tapi lo kesel gak sih? Tuh cewek bilangnya gak suka sama Kak Dino tapi kenapa kemaren datengnya barengan? Ver, sumpah, gue masih gak bisa move on dari temen lo."
"Pemikiran lo bodoh, gak, lo gak bisa balik ke NY. Selesein kuliah lo disini, cari jati diri lo disini. Nanti kalau lo udah beres sekolah, mau ke Antartika juga pasti gue izinin." Mata gue menatapnya tajam, "Gimana lo bakalan bertahan di dunia kalo baru dapet masalah sekecil ini aja lo udah ngerasa putus asa?"
"Lo gak ngerti, Ver!"
"Gue ngerti!" Suara gue yang disertai sentakan itu membuat Sofia diam, "Gue ngerti gimana rasanya, karena gue sama Citra juga gak tau nasibnya kayak apa. I expect too high for her, dan gue ditampar sama ekspektasi gue sendiri. Parah mana sama yang udah jalan, terus tiba-tiba dikasih tau kalau perasaannya nggak sebesar itu buat lo? Parah mana sama yang udah terikat status, tapi nggak tau bakalan dibawa kearah mana dan cuma dihadapkan sama dua pilihan; bertahan tapi hambar atau tinggalin sekalian?"
"Sof, you deserve to get another man, a man who loves you back as much as you love him. Karena lari sendirian itu capek, lo nggak akan pernah nemuin bahagia kalau cuma gini-gini aja."
Susah payah Sofia menelan ludahnya sendiri, samar-samar gue melihat bahwa matanya mulai berkaca-kaca. Tanpa sepatah kata yang keluar dari bibirnya, perempuan itu beranjak dari tempatnya dan pergi keluar dari ruangan. Alih-alih diam, gue lebih memilih ikut keluar untuk mengejar perempuan yang masih labil dengan segala yang ada pada dirinya sendiri.
"Gak ada yang nyuruh lo pergi." ucap gue ketika berhasil menarik tangannya dan membawa dia ke sisi gedung instalasi rawat jalan, "Sampe sini lo udah cukup sadar gak? Hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TIGA BELAS JIWA
FanfictionCerita ini adalah penggalan kehidupan dari tiga belas jiwa yang bekerja di rumah sakit jiwa. Kalian akan menemukan eratnya persahabatan, pengabdian terhadap sesama, hingga tujuan-tujuan kenapa mereka harus terlahir ke dunia. • All 13 members of Sev...