2.4 Arel

17.1K 2.6K 635
                                    

Arel

"Kadang Rafael suka pengen deh, A, rapot diambilin sama ayahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kadang Rafael suka pengen deh, A, rapot diambilin sama ayahnya."

Gue sangat dekat dengan Rafael— adik gue sendiri sampai-sampai gue merasa bahwa tidak ada lagi jarak diantara kita. Kadang kalau lagi gak punya tugas sekolah, Rafael selalu tiduran di kamar gue. Entah untuk sekedar memutar lagu lewat sound speaker, atau baca-baca buku psikologi yang gue pajang dalam sebuah rak khusus bertingkat empat.

"Kan A Arel suka ambil rapot kamu, sama aja."

Sedih sih, sedih banget malah. Dan ini adalah pertama kalinya gue mendengar Rafael mengeluhkan sesuatu yang menurut gue cukup sensitif untuk dikatakan. Selama hampir tiga belas tahun dia sekolah, dari mulai TK hingga SMA kelas tiga, gak pernah sekalipun dia protes meski rapotnya ditahan oleh guru. Bunda sering sibuk ngejait baju pesanan, sementara gue sibuk kuliah dan juga kerja sehingga mau gak mau rapot Rafael harus tertahan dua atau tiga hari setelahnya.

"Ayah dimana sih, A?"

Gue yang saat itu sedang menggulir timeline Instagram sontak menoleh kearah Rafael. Remaja itu masih membaca sebuah buku terjemahan yang gue belikan di hari ulang tahunnya, sama sekali gak melihat gue selaku lawan bicaranya.

"Kenapa nanya?" nada suara gue terdengar datar, "Rafael mau ketemu?"

Bukunya dia tutup, kemudian duduk diatas ranjang sama seperti gue yang sekarang ini tengkurap dekat kabel colokan. "Cuma penasaran. Hidupnya gimana sih setelah ninggalin Aa, Rafael, sama Bunda?"

"Gak usah tau, kalo kamu pengen punya ayah, sana cariin bunda suami yang bener. Guru kamu tuh, yang duda, aduin ke bunda."

Mendengar itu Rafael ketawa, dia meringsut dari tempat tidur lalu berdiri sambil bersiap pergi. "Gak mau ah, Pak Timo anaknya dua. Yang satu lagi Rafael deketin, hahaha!"

"Dih, bocah, udah tau cewek bening. Pamali kamu ngelangkahin abang sendiri." Ujar gue yang membuat tawanya semakin kencang.

"Lagian Aa kapan punya pacarnya sih? Masih musim kejebak friendzone?" Bisaan banget nih bocah bikin gue kicep, "Rafael ke kamar dulu, ya. Mau buka ruangguru, persiapan ujian."

Gue mengangguk, "Bagus, sana belajar. Kalo mau masuk ITB jangan setengah-setengah, dikata murah apa ntar lu sekolah?"

"Ya makanya ini mau belajar, biar dapet beasiswa." katanya sembari melengos pergi. Gue menggeleng, senyum yang semula terpasang perlahan-lahan mulai memudar. Gue menarik napas panjang, menghembuskannya kencang kemudian kembali ke posisi gue semula— tengkurap diatas tempat tidur.

Kali ini gue melog-out akun instagram, lalu membuka aplikasi facebook yang biasa gue gunakan untuk mendaftar game-game online. Gue menekan kolom pencarian, mengetik beberapa kata disana sampai sejumlah result muncul berderet begitu gue memencet ikon penelusuran. Sejenak napas gue tersendat, sempat maju mundur untuk membuka sebuah akun namun pada akhirnya gue memberanikan diri untuk melihatnya.

TIGA BELAS JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang