4.7 Khrisna

12.5K 2.1K 717
                                    

Khrisna

Don't show your scars in front of others, mungkin itulah prinsip hidup gue selama beberapa tahun ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Don't show your scars in front of others, mungkin itulah prinsip hidup gue selama beberapa tahun ini.

Gue nggak pernah peduli walau orang menganggap gue munafik, tapi gue benar-benar nggak bisa menunjukkan setiap beban atau luka yang gue rasa kepada orang lain. Karena apa? Karena gue sangat tahu bahwa setiap orang sudah memiliki bebannya masing-masing. Meskipun gue pernah dengar satu kalimat yang berbunyi; your scars are there to show you that you're human.

Emang siapa yang bilang kalau gue bukan manusia? Gue hanya berpikir, kalau segala luka yang gue punya nggak layak buat dibeberkan kepada orang lain walaupun di beberapa sisi lo perlu menunjukkannya untuk diobati. Bukannya nggak percaya, gue cuma enggan menjadi manusia yang malah akan dikasihani dan nambah-nambah beban. Selama gue bisa menghandle-nya, maka gue akan tetap memendamnya sendirian.

Tapi pernah gak sih, lo ketemu sama orang-orang yang justru datang untuk menyembuhkan padahal lo nggak pernah show up apapun ke mereka? Orang-orang yang tanpa lo minta namun dengan senang hati membantu lo untuk berdiri lagi? Gue punya orang-orang itu, yang meskipun gue suruh menjauh, tetapi malah berusaha semakin masuk untuk memperbaiki segala yang salah pada diri gue.

"Kalau lo nggak baik-baik aja, lo nggak usah malu atau takut untuk mengungkapkannya."

Gue mau, tapi gue gak tahu cara melakukannya. Entah karena gue terbiasa untuk berpura-pura baik-baik saja atau gimana, gue jadi lupa caranya mengungkapkan segala kesedihan yang gue punya. Katakan gue mulai terbuka, tetapi untuk menceritakan detailnya kayak apa, gue hanya bisa memberitahu Arthur dan Dipta— itu pun karena Arthur dokter gue, dan Dipta tahu semua soal gue dari Freya.

Lalu tanpa gue duga, ada orang lain yang malah menjadi satu-satunya manusia yang gue beritahu lebih dulu soal segalanya. Dia gak pernah minta gue buat cerita, tapi anehnya gue selalu ingin bercerita. Dia gak pernah menuntut gue untuk mengeluarkan emosi apa yang gue rasa, tapi selalu gue yang lebih dulu menunjukkan segalanya sampai gue heran kenapa orang itu harus dia?

"Lo tau gak kalo sebenernya gue ini licik?"

Tiap ada mereka ke rumah, pasti suasananya jadi kayak panti. Akhir-akhir ini gue jarang bisa keluar, jaga di UGD aja udah sering banget bolos karena kerjaan di RS Yaksa Siaga. Makanya kalau lagi nggak ada waktu tapi tetep pengen ngumpul, gue selalu menyuruh Manjiw buat dateng ke rumah aja.

"Johan yang licik mah, beli gorengan tiga ngaku dua."

"Haha anjir, kaum Darmaji. Dahar lima ngaku hiji." Gue nggak terlalu ngerti sih artinya apa, tapi gue ikut ketawa.

"Nanti gue mau bikin RS baru." Ucap gue, "Nanti tapi, setelah gue megang semua ilmu bisnis sama manajemen rumah sakit itu kayak apa."

"Bang, gue mau nanya." Arthur mendekat kearah gue, "Lu dapet duit banyak dari mana sih? Perasaan kerja di RSJ doang."

TIGA BELAS JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang