1.9 Pram

16.2K 2.7K 725
                                    

Pram

'Kayak yang gak ada cewek lain aja lu, ngejar-ngejar yang gak mau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Kayak yang gak ada cewek lain aja lu, ngejar-ngejar yang gak mau.'

Ya, gimana ya?

Kalo kata hati gue keukeuh pengen sama Ainun, gue bisa apa?

Banyak yang bilang gak pantes, Ainun baik dan alim sedangkan gue mirip cowok yang seneng kelayapan. Gak salah sih, tapi kalau misal gue memang ditakdirkan buat Ainun, gue bisa kok merubah diri jadi pribadi yang lebih baik lagi. Lagian di dunia ini gak ada yang gak mungkin. Yang namanya cewek kalau diperjuangin terus terusan juga nanti luluh sendiri. Contohnya Ainun, perlahan-lahan pertahanannya juga mulai retak karena gue dobrak melulu.

Setelah mengantar pasien gue yang nyayat tangannya sendiri pake pisau buah ke UGD, gue bergegas pergi untuk menemui Ainun. Tampaknya gue bakalan telat banget, janjian jam setengah tujuh dan jam enam lebih dua puluh gue masih susah payah ngeluarin mobil dari parkiran sempit sebelah gedung UGD. Jaket gue berdarah-darah pula karena si Ella— pasien penderita RTS itu, mau kaosan doang nanti yang ada gue disarungin sama Ainun gara-gara badan gue ngebentuk kayak gini.

Layaknya orang kesetanan, gue menjalankan mobil dengan kecepatan yang terhitung tinggi. Janjiannya di kafe depan komplek perumahan Ainun, sialnya malem ini macet banget sampe gue harus tiba kesana dalam empat puluh lima menit. Hape gue lowbatt, mau di charge di mobil pun rasanya percuma karena kabelnya ketinggalan. Untung pas gue nyampe di kafe kecil itu, Ainun masih ada walau mukanya udah kusut kayak jemuran baru diangkat.

"Maaf telat, maaf banget." Ucap gue sambil mohon-mohon kearahnya.

Perempuan itu mendengus, dia tidak melihat gue sama sekali dan cuma menyuruh gue duduk. "Duduk dulu, Mas, Caramel Macchiato-nya udah gak dingin soalnya kelamaan."

"Gak apa-apa, saya minum kok." Untuk menghargai niat baiknya yang telah memesankan gue minuman, akhirnya gue meminum isi dalam gelas tinggi itu sampai habis setengahnya— haus juga sih. Gue menyimpan jaket diatas meja, tanpa gue duga Ainun memperhatikan pergerakan gue hingga akhirnya dia sadar bahwa ada noda merah nyaris hitam di lengan jaket denim tersebut.

"Kayak darah." katanya sambil menarik jaket gue. Dia melihatnya sebentar, lalu dalam sekejap perempuan itu berubah panik seraya mencondongkan tubuhnya untuk bisa melihat tangan kanan gue.

"Eh, Mas Pram nggak luka." Gue menggoyangkan tangan dengan cepat, kemudian menunjukkan lengan gue kepadanya yang saat itu cuma dilapisi kaos panjang fit body. "Tuh, gak kenapa-napa."

"Ini darah apa?"

"Tadi pasien Mas Pram mau bunuh diri, berdarah-darah terus Mas bawa ke UGD deh, gak sadar darahnya kena, banyak soalnya."

"Astagfirullah, aku pikir Mas luka." Bahunya melemas seketika, dia langsung mengusap dadanya sendiri lalu meminum Latte yang dia pesan. Barusan Ainun khawatir sama gue kan? Duh, coba aja kalau gue luka beneran, pasti gue bisa liat muka paniknya lebih lama lagi.

TIGA BELAS JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang