4.9 Pram

11.3K 1.8K 509
                                    

Pram

Gue sering banget mendengar kata-kata ini; katanya jangan pernah sekali-kali kalian memaksakan keadaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue sering banget mendengar kata-kata ini; katanya jangan pernah sekali-kali kalian memaksakan keadaan.

Bukannya nggak setuju, tapi gue rasa konsep didalamnya harus dibenarkan. Keadaan seperti apa aja yang nggak bisa dipaksakan? Nggak semua yang sulit itu harus menjadi alasan untuk kita nyerah, justru beberapa dari mereka harus terus diperjuangkan karena ada beberapa persen kemungkinan untuk kita bisa mengubah kenyataan.

Setinggi apapun gunung, kalau terus kita keruk tiap detik tanpa berhenti, maka dia akan rata juga dengan tanah dibawahnya.

Setidakmungkin apapun keinginan kita, kalau terus kita kejar dengan doa dan usaha, pasti akan luluh juga pada akhirnya.

Itu sih inti bahasannya.

Soal kehidupan, gue mungkin termasuk kedalam kategori orang yang banyak dikelilingi keberuntungan. Gue gak tau rasanya hidup seadanya, gue gak tau gimana rasanya mikirin besok makan apa karena ada orang tua yang menjamin semuanya. Katakan gue berkecukupan dalam segi materi dan ekonomi, pun gue diberikan keluarga dan orang tua yang nggak pernah mengalami perpecahan alias selalu ada dalam keharmonisan.

Untuk mengerti bagaimana perasaan-perasaan itu, gue banyak belajar dari para pasien dan orang yang ada di sekeliling gue. Lalu disitu gue selalu bersyukur, karena ternyata banyak sekali orang yang hidupnya harus berhadapan dengan beragam kesulitan— sedangkan gue senantiasa selalu hidup dalam ketentraman. Ternyata gue seberuntung itu jadi orang, gue cuma kurang bersyukur sehingga terkadang hal kecil pun masih sering gue eluhkan.

Supaya bisa lebih menghargai setiap napas yang gue punya, gue selalu banyak belajar dari mereka yang tetap tertawa padahal hidupnya dilanda resah. Manjiw contohnya, gue tuh hapal banget kalo mereka lagi struggle sama masalahnya masing-masing. Tapi di satu sisi gue juga salut sama mereka, kok bisa sih keliatan baik-baik aja padahal kalo gue ada di posisi mereka gue nggak bisa jamin akan jadi sekuat mereka?

Ternyata, kapasitas seseorang sebagai manusia itu luar biasa banget. Semakin berat masalahnya, maka semakin lapang pula hatinya. Dan gue ngerasa nggak pantes aja kalo misal di keadaan gue sekarang, gue masih sering banget mengeluhkan banyak sekali hal. Hidup gue tuh tinggal berjuangnya aja, tinggal mikirin gimana caranya bisa ngedapetin sesuatu yang saat itu gue mau. Itu aja.

"Dapetin kamu aja Mas Pram hampir nyerah." Dibanding suami istri, gue sama Ainun itu lebih mirip kayak sepasang temen baru yang kenal kemarin sore. Masih anget, malu-malu kucing, dan banyak canggungnya gitu.

"Tapi Mas Pram sadar, Ay. Kalo nyerah, kayaknya Mas Pram udah kehilangan titel sebagai manusia. Lebih ke nggak guna, cuma ngalir ngikutin arus aja, nggak ada berontaknya." Gue suka banget cium wangi fruity yang selalu menguar dari lehernya itu, "Padahal hidup Mas Pram udah mudah, cemen banget kalo harus kalah. Kayak ... ih, manusia apa bukan? Perjuangannya dimana coba?"

Dia ketawa, "Aku juga tadinya mau keukeuh nolak kamu." jarinya yang lentik itu mengusap rambut gue pelan, "Cuma ... aku terenyuh. Bisa-bisanya masih ngejar padahal aku selalu pasang pertahanan dan kode-kode penolakan."

TIGA BELAS JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang