REVISI - 1. Morning

52.1K 2K 27
                                    

Laura menuruni anak tangga rumahnya dengan perlahan sambil melihat ke kiri dan ke kanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laura menuruni anak tangga rumahnya dengan perlahan sambil melihat ke kiri dan ke kanan. Sesampainya pada undakan terakhir, ia pun menolehkan kepalanya kearah meja makan. Dari kejauhan, sudah terlihat semua anggota keluarganya berkumpul di sana. Menghela nafas berat, Laura berjalan mendekati mereka.

"Selamat pagi semua ...." Dengan tersenyum dan suara pelan Laura memberi salam pada 4 orang makhluk disana, ia menarik kursi meja makan di sebelah ayahnya. Ditempat biasa ia selalu duduk. Semua saling melempar tatapan mencemooh yang coba disembunyikan seolah dia adalah pengganggu kecil di meja makan. Kecuali sang ayah tentunya, Alex Asmasubagja.

"Selamat pagi sayang, bagaimana kuliahmu? Apa ada masalah?" Alex bertanya dengan lembut dan penuh perhatian sambil menggenggam jemarinya di atas meja.

"Tidak ada, semua lancar Ayah." Ucap Laura kembali tersenyum dan menatap lembut ayah yang mengkhawatirkannya.

"Laura," sekarang ibunya memanggil.

Pandangan Laura beralih dari piring sarapan ke wanita yang duduk diseberangnya.

"Untuk rencana liburan kita ke Maldives, Ibu sudah membatalkan tiket pesawatmu seperti yang kau minta. Kamu bilang kuliahmu sedang padat jadi tidak bisa ikut kami, ya kan?" ucap Fiona dengan senyum yang dibuat ramah.

"A-apa?!" Laura membelalak. Mulutnya sedikit terbuka karena terkejut mendengar ucapan Fiona.

Ibu tirinya, Fiona, yang menikah dengan ayahnya dua tahun lalu selalu berbuat seenaknya. Ia juga melakukan berbagai cara untuk membuat Laura menderita dan menjauhkannya dari sang ayah.

Ibu tiri tidak tahu malu!

"Apa benar itu, Laura?" Sekarang ayahnya yang balik bertanya.

Laura melihat jelas wajah Fiona yang menatapnya tajam. Mencoba mengintimidasi untuk mengiyakan segala ucapannya. Begitu pun dengan Lily, saudara tirinya, yang duduk tepat disebelahnya menginjak kaki Laura sangat keras sebagai tanda untuk membenarkan ucapan Fiona. Laura hanya bisa meringis pelan kesakitan. Pandangannya tertuju pada Fiona dan kedua saudara tirinya, Lily dan Rosa secara bergantian. Raut wajah mereka menggambarkan seakan hendak memakannya hidup-hidup.

"Iyah Ayah, aku tidak ikut." Dengan mendesah pelan penuh kekecewaan ia mengikuti lagi skenario ibu tirinya itu.

***

Hari itu Laura bermain kerumah sahabatnya yang bernama Anna dan mereka sedang mengobrol didalam kamar luas itu berdua.

"Hei, kau melamun lagi?" Anna menepuk pundak Laura dan duduk disebelahnya. Mengambil remote televisi, lalu memindahkan channel-nya.

"Aku bosan di rumah saat hari libur. Kau tahu sendiri, kan. Mereka semua akan ada di rumah dan menghabiskan waktu bersama, bercengkrama seperti keluarga bahagia tapi tidak ada aku didalamnya." ucap Laura dengan datar tapi jelas sekali ia sakit hati.

Anna tahu maksud Laura. Dan dia mencoba menghibur teman baiknya itu

"Jadi apa alasanmu hari ini tidak berada di rumah? Dengan menggunakan namaku lagi?" Anna menebak dengan benar tujuan Laura—terlihat dari wajahnya yang sedikit tegang.

Laura tidak menjawab. Dia hanya menganggukan kepala, matanya tertuju pada layar televisi yang menampilkan video klip girlband Korea.

"Sepertinya aku harus minta bayaran setiap kali kau menggunakan namaku." Anna mengerlingkan sebelah matanya dengan tersenyum licik. Wajah cantik orientalnya sangat manis di mata Laura

"Hei, kau selain putri dari Robert Wang pemilik dua stasiun televisi di Indonesia kamu merangkap sebagai preman juga, yah?" Laura berdecak sebal, alisnya terangkat ke atas, bisa-bisanya teman kaya rayanya ini memalak dirinya yang tidak punya apa-apa.

"Aku tidak punya uang." Ceplosnya.

"Aku tidak percaya kalau kau tidak punya uang, Laura."

"Tapi kamu tidak bisa menghindari mereka selamanya bukan? Terutama ayahmu, dia membutuhkanmu, Laura." Ucap Anna sambil mengelus pundaknya naik turun.

Laura menghela nafas berat, "Aku tahu, sudah kucoba memberitahukan ayah kalau Fiona tidak menyukaiku. Dia hanya menginginkan ayah. Tapi ayah menganggap aku belum terbiasa dengan kehadiran Fiona dan kedua anaknya alias suadara tiriku."

"Sampai dimana ayah sangat mempercayai ucapan Fiona daripada aku, putrinya sendiri. Dan itu membuatku sangat sebal setengah mati." Lanjut Laura dengan menggebu-gebu. Di matanya terlihat kemarahan dan kekecewaan.

"Tapi dia ayahmu! harusnya dia lebih mempercayaimu daripada wanita yang baru dikenalnya dua tahun lalu." Anna mulai terpancing. Emosi Laura menular padanya.

"Sudah kucoba katakan berkali-kali, tapi—" Laura menggantungkan ucapannya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain diam. Memang benar apa yang dikatakan Anna. Harusnya sebagai ayah kandung Laura, Alex harus lebih mempercayainya daripada wanita yang dikenalnya baru-baru ini. Tapi entah bagaimana, wanita ular itu bisa sangat manis di depan ayahnya. Perannya sebagai ibu tiri baik dan perhatian tanpa celah diperlihatkan dengan sangat apik. Padahal hatinya sangat licik. Wanita itu bisa mengendalikan ayahnya dan berbalik melawannya.

TBC

Laura Asmasubagja

Laura Asmasubagja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Exit | Louis #1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang