REVISI - 2. Dinner

30.3K 1.5K 35
                                    

Laura berlari ke dalamnya rumah karena pulang terlalu larut, kenapa dosennya memberikan tugas yang harus dikumpulkan hari ini juga?! Ia belum sempat mengerjakan semuanya tadi. Lelah. Itu yang dirasakannya saat ini. Laura berpapasan dengan Bik Wati, pengurus rumah. Dan bertanya dengan napas terengah-engah.

"Bik, Ayah sudah pulang? Apa makan malamnya sudah selesai?" Ucapnya sambil menarik napas kasar karena berlari.

Bik Wati memiringkan sedikit kepalanya tanda dia kebingungan dengan pertanyaan Laura. "Bukannya Tuan, Nyonya, Non Lily, dan Non Rosa pergi ke restoran biasa untuk makan malam, Non?" Ujar Bik Wati

"Apa?! Kok saya tidak diberitahu, Bik?" sungut Laura menatap Bik Wati dengan kesal. Baginya, makan malam bukan sekadar makan biasa, tetapi momen yang selalu ditunggu-tunggu Laura karena pada waktu itu dia baru bisa bertemu dan mengobrol dengan ayahnya walau hanya sebentar.

"Nyonya bilang sudah memberitahu Non Laura lewat telepon agar dapat menyusul kesana." Terang Bik Wati.

Laura langsung mencari-cari ponselnya di dalam tas. Setelah mendapatkannya, ia pun langsung melihat isinya.

"Tidak ada telepon, Bik." Laura memperlihatkan posnselnya pada Bik Wati. "Tidak SMS juga." Ucapnya pada Bik Wati kembali.

"Maaf Non, saya tidak tahu. Tapi tadi nyonya bilangnya seperti itu." ucap Bik Wati terselip nada kasihan dari suaranya.

Bik Wati sangat tahu kalau semua ini ulah nyonya nya yang tidak ingin Non Laura ikut makan malam. Karena di rumah ini, semua orang juga tahu bahwa nyonya baru mereka tidak menyukai anak dari suaminya itu, Laura Asmasubagja.

"Yasudah Bik, kalau begitu saya ke kamar saja." Laura merasakan dadanya sangat sakit. Sebegitu tidak sukanya Fiona kepadanya. Padahal Laura sebisa mungkin ingin dekat dengan wanita itu sebagai keluarga. Tapi wanita itu terlihat jijik padanya. Laura selalu berfikir salahnya apa?

Mata Laura berkaca-kaca menahan sesuatu yang akan jatuh dari sudut matanya. Bibirnya mengulum menahan sesak di dada. Sebelum air mata itu jatuh ke pipinya, dia sudah berlari menaiki tangga menuju kamarnya dilantai atas. Bik Wati yang melihat itu merasa kasihan. Dia sudah mengurus Laura dari kecil semenjak nyonya rumah yang sebenarnya masih hidup yaitu Nyonya Maya, ibu kandung Laura. Dan melihat bagaimana Nyonya Fiona memperlakukan Laura seperti anak pungut daripada anaknya sendiri membuat hati Bik Wati ikut tergores.

Tidak lama Ketukan terdengar dipintu kamarnya.

Tok.. Tok.. Tok..

Laura membuka matanya dan mengumpulkan kesadaran serta pendengarannya.

"Laura, ini ayah sayang. Buka pintunya." Terdengar suara dengan nada cemas ayahnya dibalik pintu.

Laura yang masih dalam posisi tiduran tidak bergerak sama sekali atau lebih tepatnya malas bergerak. Biasanya kalau ayah memanggilnya, Laura pasti akan langsung menemuinya walaupun dia sedang sibuk sekalipun. Tapi tidak untuk saat ini, dia sangat kesal dengan situasi yang menimpanya. Laura tahu ayahnya tidak tahu mengenai ini. Tapi setidaknya ayahnya mencari tahu apabila ada sesuatu yang tidak biasa dia lakukan. Misalnya, melewatkan makan-makan di hari spesial seperti tadi. Hari spesial?. Ya, Hari ini ulang tahun Ayahnya. Alex Asmasubagja.

Mengingatnya membuat Laura sesak menahan tangisnya. Setiap tahun dia tidak pernah melewatkan momen itu. Tapi tidak untuk tahun ini sepertinya. Waktu ibu kandungnya masih hidup, Laura dan Maya selalu membuat makanan bersama dan membuat candle light Dinner di taman dekat kolam renang rumahnya. Tapi, semenjak Fiona menggantikan ibunya, biasanya mereka pergi ke restoran mahal untuk merayakannya.

"Laura!" ayahnya terus memanggil.

Akhirnya Laura bangkit dari kasur dengan berat hati. Dia berjalan menuju pintu dan membuka kuncinya. Sebelumnya dia membereskan pakaian dan wajahnya agar terlihat lebih segar.

Exit | Louis #1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang