BAB 16

451 31 0
                                    

"Rasha?"

Raisa menepuk bahu Rasha. "Sha, kamu tidur? Kalo tidur tuh di rumah aja. Jangan di sekolah. Kamu mau nemenin Mbah Slamet jagain sekolah?"

Rasha perlahan membuka matanya. "Di-dingin," bibir Rasha bergetar. Tubuhnya menggigil. Ia memeluk erat tubuhnya yang kedinginan.

Raisa mengernyit dalam. Tangannya terangkat menyentuh dahi Rasha. "Sha, kamu panas banget."

"Raisa?"

"Sha, kamu jangan tidur lagi. Aku bawa ke rumah sakit ya?"

Rasha menggeleng lemah. "Pulang ke rumah aja."

"Sha, jangan tidur! Aku minta bantuan Mbah Slamet dulu," Raisa mencari kunci mobil Rasha di dalam tas cowok itu. Raisa menghela napas lega menemukan kunci mobilnya dan segera berlari menuju parkiran mobil.

Raisa kembali bersama Mbah Slamet membantu Rasha berjalan menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan lobi. Raisa berterima kasih kepada Mbah Slamet sebelum melajukan mobil Rasha.

Selama perjalanan Rasha memejamkan matanya erat membuat Raisa panik. Raisa meminggirkan mobil Rasha untuk berhenti.

Raisa memukul pelan bahu Rasha. "Rasha, jangan tidur!"

Rasha membuka sedikit matanya dan mengangguk lemah. Raisa mencari cara agar Rasha tidak tertidur. Raisa menghela napas panjang dan meyakinkan dirinya.

"Sha, aku mau cerita. Tapi aku nggak mau kalo kamu tidur dan biarin aku bicara sendiri. Kamu nggak boleh tidur ya."

Rasha mengangguk samar. Raisa menghela napas panjang lagi. "Oke, dengerin aku."

"Kamu tahu kan gelang yang setiap hari aku pake ini berarti banget buat aku." Mata Raisa sudah mulai berkaca-kaca. "Gelangnya dari orang yang aku tunggu janjinya selama sebelas tahun."

"Dia pangeranku. Dia sahabat kecilku. Dia orang yang bikin aku marah, nangis, seneng, dan sering bikin aku sebel sama dia." Raisa menyeka air matanya yang menetes. Raisa mengeratkan genggamannya pada setir.

"Namanya Bagus."

"Aku nggak tahu sekarang dia dimana. Aku nggak tahu kabarnya lagi. Aku berharap kamu kenal sama Bagus. Tapi...kamu bilang Om Bima udah pindah ke luar negri," bibir Raisa bergetar.

"Sekarang, apa aku bener-bener nggak bisa ketemu lagi sama Bagus?"

Raisa menunduk dalam. Dadanya terasa sesak. Tenggorokannya tersekat. "Alea kangen banget sama Bagus. Bagus ada dimana?"

🐬🐬🐬

Raisa yang dibantu oleh tukang kebun Rasha membantu cowok itu berjalan ke dalam rumah. Raisa dan pakde Joko menidurkan Rasha di sofa ruang tamu yang dapat diubah menjadi tenpat tidur.

Raisa menyuruh Bi Ipah, asisten rumah tangga Rasha membawa air hangat dan handuk kecil untuk mengompres dahi cowok itu. Raisa juga meminta Bu Ipah mengambilkan selimut.

Raisa mengompres dahi dan menutup tubuh Rasha sampai lehernya menggunakan selimut tebal. Raisa menoleh ke arah Bi Ipah. "Bi, tolong buatkan sop untuk Rasha. Kalau Rasha bangun, suruh dia makan ya. Raisa mau pulang, udah malam."

"Ya, non," Bi Ipah mengangguk.

Langkah Raisa berhenti. Ia menoleh ke arah Rasha yang mencekal pergelangan tangannya. Raisa melepaskan tangan Rasha lembut. Raisa mengernyit mendengar Rasha mengigau.

"Jangan tinggalin aku."

Raisa menoleh ke arah Bi Ipah. "Non, mending disini dulu jaga Den Rasha."

Raisa mengangguk pasrah. Ia duduk di karpet samping sofa tempat Rasha tidur. Ia melihat raut wajah Rasha yang cemas.

"Jangan tinggalin aku."

Raisa menepuk pelan tangan Rasha yang masih menggenggam tangannya. Ibu jarinya mengusap punggung tangan Rasha.

"Aku disini."

🐬🐬🐬

Rasha membuka matanya dan mengerjap beberapa kali. Ia mengerang pelan merasakan kepalanya yang berdenyut nyeri. Tangan kanannya terangkat menyentuh dahi. Matanya melebar menyentuh kompres pada dahinya.

Rasha menoleh dan tersenyum melihat Raisa yang tertidur pulas menggenggam erat tangannya. Raisa menjadikan lengannya sebagai bantal. Wajahnya terlihat tenang dan menenangkan.

Tangan Rasha terangkat mengusap lembut kepala Raisa. Ia berbisik, "Maafin aku ya udah bikin kamu repot."

Raisa perlahan membuka matanya. Ia terkejut melihat wajah Rasha begitu dekat dengannya. Raisa segera menjauhkan wajahnya dari Rasha.

"Udah mendingan?" tanya Raisa.

"Masih pusing," Rasha menggeleng lemah. Rasha menutup hidung melihat Raisa masih memakai baju olahraganya. Ia tertawa geli. "Lo belum mandi ya?"

Raisa memukul Rasha. "Aku belum pulang gara-gara njagain kamu!"

"Ampun, Ra. Iya deh, iya," Rasha tertawa. Rasha tersenyum hangat. "Makasih ya."

Raisa mengangguk samar. Ia bangkit dari duduknya. "Lo mau kemana?"

Raisa kembali membawa nampan berisi mangkok sop dan segelas teh hangat. Raisa menaruh nampannya di atas meja. Cowok itu menatap Raisa dan nampan makanan itu bergantian.

"Makan! Emang kenyang kalo diliatin doang?"

Rasha bangun dari tidurnya. Ia melirik jam dinding. "Jam sepuluh suruh makan?"

"Mau sembuh nggak?"

Rasha mengerucutkan bibirnya dan menggeleng pelan. "Nggak. Gue maunya dijagain lo terus."

Raisa mendengus. "Aku mau pulang."

Rasha tertawa. "Yah, ngambek."

Raisa menutup pintu rumah Rasha. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Rasha meredakan tawanya.

"Makasih Alea Raisa."

🌿

Terima kasih sudah membaca dan memberi suara☺

26-11-2019

Rasha dan Raisa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang