Raisa melangkah ke dalam rumah Rasha. Ia tersenyum lebar melihat seseorang yang sedang menuruni tangga. "Wahh, udah rapi. Mau ngajak aku jalan-jalan yaa?" Raisa menaik turunkan kedua alisnya.
Rasha mendengus kesal. "Kok lo main masuk rumah orang aja? Kan belum gue izinin!"
Raisa tersentak. "Kok kamu-"
"Emang kenapa kalo gue pake panggilan lo-gue sama lo? Lo juga bukan pacar gue." Rasha berjalan melewati Raisa. Cowok itu berjalan keluar rumah.
Rasha berdecak. "Bi, lelet banget sih bawain koper gue!"
Ini bukan Rasha yang biasanya. Rasha yang biasanya sopan kepada semua orang. Kenapa Rasha berubah?
"Kamu mau kemana?"
Rasha menatap sebal Raisa. "Bukan urusan lo kan? Nggak usah kepo!"
Kedua mata Raisa berkaca-kaca. Rasha mendengus. "Ngapain lo ngangis di depan gue? Sana pulang. Gue mau pergi!"
Bi Ipah menyerahkan koper pada Rasha. Rasha menarik kasar kopernya. "Lelet banget sih."
Rasha berdecak sebal dan melirik tajam pergelangannya yang dicekal Raisa. "Kamu mau kemana, Sha? Kamu udah janji jangan pergi lagi."
Rasha menghempaskan tangan Raisa kasar. "Terserah gue lah mau kemana. Bukan urusan lo!"
Rasha melangkah meninggalkan Raisa. Cewek itu menangis memanggil namanya.
"Rasha!"
🐬🐬🐬
"Rasha, jangan tinggalin aku. Rasha jangan pergi."
"Alea," Lina menepuk kedua pipi Raisa. "Alea bangun."
Raisa membuka kedua matanya. Napasnya terdengar memburu. Jantungnya berdegup kencang. Ia duduk tegap dan langsung memeluk Lina.
"Maa, Rasha mana?"
Lina mengusap punggung Raisa menenangkan putrinya. "Dia sekarang lagi nonton bola sama Papa."
Raisa menghela napas lega. Lina mengusap puncak kepala Raisa. "Kamu mimpi buruk?"
Raisa mengangguk. Lina malah tertawa. "Kamu sayang banget ya sama Rasha?"
"Maa," pipi Raisa memerah.
"Iya deh. Ya udah, sana sholat isya dulu."
🐬🐬🐬
Raisa mengantarkan Rasha sampai ke depan pagar rumah cowok itu. Rasha tertawa kecil.
"Kok kamu nganterin aku sampe depan rumah sih? Rumah kita kan cuma bersebrangan. Nggak sampe sepuluh meter udah sampe."
"Aku nggak tahu." Raisa melingkarkan tangannya di leher Rasha, memeluk cowok itu. "Kamu janji nggak pergi lagi kan?"
"Nggak, Ra. Aku nggak akan ninggalin kamu lagi," Rasha mengusap punggung Raisa, menenangkan cewek itu.
"Raisa sayang Rasha."
"Rasha juga sayang sama Raisa."
Setetes air mata Raisa turun. Ada sebuah perasaan aneh dalam hati cewek itu. Perasaan aneh yang muncul sama seperti dua belas tahun lalu sebelum sahabatnya itu pergi meninggalkannya.
"Hallo bos," ucap seseorang yang mengamati mereka dari dalam sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari rumah mereka.
"Rumahnya masih yang lama. Oke siap bos." Orang itu tersenyum miring setelah menutup telepon.
🐬🐬🐬
Keesokan paginya, Raisa menghampiri Rasha untuk jalan-jalan pagi. Raisa terkejut melihat pintu rumah Rasha yang terbuka lebar. Raisa berlari masuk. Ia menemukan Bi Ipah yang pingsan di lantai.
Raisa membangunkan Bi Ipah. Wanita paruh baya itu membuka kedua matanya. "Bi, kenapa?"
"Den Rasha, non," ucap Bi Ipah cemas. "Den Rasha diculik."
Jantung Raisa seperti mencelos dari tempatnya. Air turun dari kedua matanya. Raisa berlari ke dalam kamar Rasha. Ia menemukan selembar kertas yang tertempel di pintu.
Kalo mau dia aman, jangan lapor polisi
Raisa meremas kertas itu dan menangis sejadinya. Ia berteriak memanggil cowok yang ia sayangi itu.
"Rasha!"
🐬🐬🐬
"Alea," panggil Lina. Raisa tersadar dari pingsannya. Ia langsung memeluk Lina.
"Maa, Alea mimpi Rasha lagi. Alea mimpi dia diculik. Kenapa Alea bisa mimpi itu sih, Maa? Alea nggak mau mimpi yang buruk lagi tentang Rasha."
Raisa melepaskan pelukannya mendengar Lina yang menangis. Lina berusaha untuk kuat di hadapan putrinya itu. "Alea tidur lagi aja yaa."
"Alea mau ketemu Rasha dulu." Lina menahan bahu Raisa.
"Maa, Alea mau ketemu Rasha sebentar aja nanti Raisa terus balik ke kamar tidur lagi kok, bener deh," Raisa tersenyum manis.
Raisa menoleh ke arah Irfan. "Loh, Paa, Rasha nggak ditemenin nonton bolanya? Lah, Papa nih. Rasha ditemenin nonton dong."
Raisa berdiri dan menarik tangan Irfan. "Ayo Pa, kita nonton bola. Alea nggak jadi tidur ya, Maa, hehe. Mau nonton bola aja sama Papa sama Rasha."
Raisa berhenti melangkah dan menoleh ke arah Irfan yang tidak melangkah sedikit pun. Irfan memeluk Raisa.
"Rasha diculik, Al. Kamu nggak mimpi," ucapnya hati-hati.
Kedua mata Raisa berkaca-kaca. Raisa menggeleng kuat karena tidak mempercayai ucapan Papanya itu. "Papa kalo mau ngelawak nggak cocok, Paa," kekehnya.
Irfan meneteskan air matanya lagi. "Kita pasti nemuin Rasha secepatnya."
Raisa menangis dalam pelukan Irfan. "Papa bohong kan? Rasha nggak pergi kemana-mana kok. Dia udah janji sama Alea nggak pergi lagi."
"Papa nggak bohong, Al."
Sedetik setelahnya, Raisa menangis kencang. Irfan mengusap puncak kepala putrinya, menenangkannya. Anaknya itu terus berteriak memanggil nama anak sahabatnya.
"Rashaaaa!"
🌿
Kasihan Raisa🤧
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasha dan Raisa✔
Teen FictionCOMPLETED Elang Series 1 Alea Raisa, akrab dipanggil Raisa. Salah satu murid berprestasi di sekolahannya, SMK Elang. Cewek cantik yang banyak disukai oleh teman-temannya. Sikapnya yang baik, ramah, dan jahil. Setiap ada seorang cowok yang melakukan...