Rasha tersentak kaget dan langsung mengerem mobilnya mendadak. "Kenapa?"
Raisa menunjuk seseorang yang sedang dikelilingi oleh empat orang laki-laki di halte bus yang terletak beberapa meter dari mobil Rasha yang berhenti.
"Kak Vina," ucap Raisa pelan hampir berbisik.
"Raisa!" teriak Rasha memanggil Raisa yang keluar dari mobilnya.
"Hei, jangan gangguin dia!" teriak Raisa.
Raisa sempat melirik cewek yang berdiri dengan kedua kaki yang gemetar tak jauh darinya. Wajahnya sudah pucat. Kedua matanya memerah menahan tangis.
Raisa beralih pada empat orang yang tadi mengelilingi Vina. Empat orang itu menggeram karena Raisa menggagalkan rencana mereka mengambil dompet dan perhiasan yang dipakai Vina. Niatan mereka mendekat terurung mendengar bunyi yang sangat keras.
"Polisi, bro!" seru salah seorang dari mereka. Mereka berlari ketakutan sebelum mobil polisi itu semakin mendekat.
Rasha berlari menghampiri Raisa dengan membawa speaker berukuran kecil di tangannya. Rasha menaik turunkan kedua alisnya. "Gimana, ide gue bagus kan?"
"Jadi itu tadi?"
Rasha tertawa. "Suara hape gue."
"Tumben pinter."
Rasha hendak protes karena diejek tapi kekesalannya itu seketika hilang saat Raisa mengacak gemas rambut tebalnya, dan kini jantungnya berdetak sangat kencang.
Raisa menghampiri Vina yang berjongkok. "Kakak nggak papa?"
Vina mendongak. "Kenapa-" tenggorokan Vina tersekat. "Kenapa lo nolongin gue?"
Raisa senang jika dirinya bisa membantu orang lain. Haruskah Raisa jawab begitu?
Daripada Raisa bingung bagaimana menjawabnya, lebih baik Raisa tidak menjawab pertanyaan Vina.
Cewek itu dengan ragu memegang kedua bahu Vina menyuruhnya untuk berdiri. "Kak, kita anterin pulang ya. Bahaya sendirian disini."
Vina menurut ketika Raisa menuntunnya masuk ke dalam mobil Rasha. Banyak pertanyaan yang ada di dalam kepala Vina.
Kenapa Raisa mau menolongnya?
Apa ceritanya akan sama dengan kebanyakan cerita, dimana seseorang yang tokoh itu benci malah menolongnya?
🐬🐬🐬
"Yang mana rumah kakak?" tanya Raisa hati-hati.
Vina yang tadinya menunduk langsung mendongak. "Rumah nomor 7," jawabnya lirih.
Mobil Rasha berhenti di depan pagar rumah nomor 7. Mereka keluar mobil. Vina berjalan duluan untuk membuka pintu pagar.
"Masuk dulu," ajak Vina dengan nada keraguan yang terdengar jelas di telinga Rasha dan Raisa.
Mereka berdua mengangguk. Mengikuti Vina dari belakang yang masuk ke dalam pekarangan yang cukup luas. Rumah Vina memang besar, tapi lebih besar rumah Raisa.
Vina mengetuk pintu rumahnya. Kedua orang tuanya yang membukakan pintu. Vina langsung memeluk mereka.
"Vina takut, Paa, Maa," bisik Vina.
Raisa tersadar. Segalak dan sejahat apapun Vina padanya, Vina tetap seorang putri kecil dari kedua orang tuanya yang juga bisa menangis mengadukan apa yang dirasakannya.
Rasha menyenggol lengan Raisa. Raisa segera menyeka air yang tak sadar keluar dari sudut matanya. "Kenapa?" tanya Rasha berbisik.
"Aku baper," jawabnya dengan hidung dan pipi memerah.
Rasha ingin sekali mencubit kedua pipi Raisa atau mengacak rambutnya karena ia sangat gemas dengan tingkah cewek itu. Tapi ia urungkan niatnya karena mereka sedang tidak berdua, ada Vina dan kedua orang tuanya.
"Vina kenapa sayang?" tanya mama Vina sambil mengusap punggung putrinya menenangkan.
"Vina tadi hampir dicopet," cewek itu menangis sesenggukan. "Untung mereka nolongin Vina."
Papa Vina menatap Rasha dan Raisa bergantian lalu tersenyum. "Ya udah, kalian masuk dulu."
Rasha dan Raisa saling melempar tatapan sebelum mengangguk mengiyakan. Mereka duduk di ruang tamu bersama Papa Vina dan Vina yang sudah tenang. Cewek itu tidak berani membalas Raisa yang menatapnya.
"Makasih ya, udah nolongin Vina," ucap Papa Vina.
Rasha dan Raisa mengangguk. "Iya Om, sama-sama."
Mama Vina membawakan mereka teh hangat dan ikut bergabung. "Kalian temennya Vina?"
"Musuh kali," gumam Rasha pelan tapi masih dapat di dengar Raisa. Raisa menendang kaki Rasha membuat cowok itu meringis kesakitan.
Raisa menganggukkan kepalanya. "Iya Tan. Saya Alea Raisa, ini Rasha. Kita adik kelasnya kak Vina."
"Alea Raisa?"
Raisa menatap heran ke arah Papa Vina. "Kamu anaknya Pak Irfan Adjie?"
Raisa membulatkan kedua matanya. "Ehh, i-iya, Om. Saya anaknya."
Sofyan, Papa Vina terkekeh. "Jadi kamu anaknya pak Irfan. Saya sekretarisnya. Pak Irfan sama istrinya baru ke luar negri kan? Kok kamu nggak ikut?"
Raisa tersenyum kikuk. "Iya, om. Kan besok masih sekolah."
"Setiap ada rekan kerjanya yang tahu Pak Irfan punya anak perempuan yang cantik, mereka selalu ingin mengajak berkenalan. Mereka mau daftar jadi calon mertua kamu, malah ada yang mau daftar jadi calon suami kamu," ucap Sofyan sambil terkekeh.
Rasha tersedak teh yang sedang ia minum. Apa?
Raisa menepuk punggung Rasha. "Pelan-pelan kalo minum."
Sofyan melanjutkan ucapannya sambil tertawa kecil. "Tapi Pak Irfan langsung menolak dan langsung memutuskan kerjasama dengan mereka saat itu juga. Terus mereka minta maaf dan nggak akan mengulanginya lagi. Ya iyalah, rugi kalo mereka batal kerja sama dengan perusahaan Papa kamu."
Raisa tersenyum bahagia. Papanya begitu melindunginya. Raisa menoleh ke arah Rasha yang menghembuskan napas lega.
Cowok itu benar-benar lega.
Vina terkejut mendengar percakapan Raisa dan Papanya. Cewek itu semakin menundukkan kepalanya.
Raisa anak bosnya Papa? Jadi Raisa bukan anak pembantu? Astaga, bego banget gue.
Rasha dan Raisa pamit ketika jarum jam menunjukkan pukul setengah sepuluh. Mereka berdua mencium punggung tangan orang tua Vina. Vina mengantar mereka sampai luar pagar.
"Ra, tunggu," Vina menahan lengan Raisa. Vina menunduk. "Gue, gue minta maaf."
"Kak-"
"Gue minta maaf udah jahat sama lo. Udah ngejek lo anak orang miskin padahal perusahan orang tua lo tempat kerja papa gue," potong Vina.
Raisa mengusap bahu Vina membuat cewek itu mendongak. "Nggak papa kak."
"Sekali lagi gue minta maaf. Makasih udah nolongin gue."
Raisa tersenyum. "Sama-sama, kak."
"Gue minta maaf-"
Raisa terkekeh, "minta maaf mulu dari tadi."
Vina tertawa kecil. "Habis ini udah. Gue minta maaf soal gue yang nuduh lo rebut Rahmat dari gue. Padahal dia deketin lo setelah putus dari gue."
Mendengar nama Rahmat disebut, Rasha menjauhkan punggungnya yang menyender di pintu mobil.
Ternyata, Kak Vina mantannya Rahmat. Pantes Kak Vina sebel sama Raisa.
Raisa tersenyum hangat. "Iya kak. Udah, jangan minta maaf lagi."
Vina mengangguk. "Thanks, Ra."
🌿
Maaf ya kalau kepanjangan, hehe
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasha dan Raisa✔
Teen FictionCOMPLETED Elang Series 1 Alea Raisa, akrab dipanggil Raisa. Salah satu murid berprestasi di sekolahannya, SMK Elang. Cewek cantik yang banyak disukai oleh teman-temannya. Sikapnya yang baik, ramah, dan jahil. Setiap ada seorang cowok yang melakukan...