BAB 37

402 32 0
                                    

Raisa menghentikan sepedanya yang ia tuntun ketika melihat sebuah mobil keluar dari rumah Rasha. Rasha keluar dari dalam mobil dan menghampiri Raisa.

Cewek itu mengangkat satu alisnya melihat penampilan Rasha. Cowok itu memakai kaos panjang berwarna abu-abu muda dibalut rompi berwarna hitam dan memakai celana selutut berwarna senada dengan rompi yang ia pakai.

"Kamu nggak ke sekolah?"

"Nggak. Gue izin hari ini. Titip surat ya, Ra."

Raisa mengangguk dan menerima surat yang diberikan Rasha. "Kamu mau kemana?"

Rasha tekekeh lalu mengacak puncak kepala Raisa. "Kepo."

Raisa mendengus kesal. Rasha melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ehh, gue telat nih. Duluan ya, Ra. Makasih!"

"Iya," sahut Raisa. Cewek itu menghela napas setelah mobil Rasha tidak terlihat.

"Nanti sore aja aku ngasihnya," gumamnya sambil tersenyum manis.

🐬🐬🐬

Seorang cowok menghentakkan kaki kanannya pada lantai lobi bandara. Cowok itu sudah menunggu seseorang dari satu jam yang lalu.

"Katanya jam tujuh udah sampe. Ini udah jam delapan belum keliatan. Untung sayang," gerutu Rasha.

Rasha menoleh ketika seorang cewek memanggil namanya. Cewek itu berlari sambil menarik kopernya ke arah Rasha. Cewek itu melingkarkan kedua tangannya di leher Rasha.

"Kangen."

Rasha membalas pelukan cewek itu dengan erat. "Hmm, sama."

Cewek yang memakai hoodie merah jambu dan rok navy selutut itu melepaskan pelukannya. Cewek itu menampilkan wajah bersalahnya. "Maaf udah nunggu lama."

"Iya lama banget tapi nggak papa," kekeh Rasha. "Beneran di sini cuma sehari?" tanya Rasha.

Cewek itu tertawa kecil. "Pasti masih kangen, ya kan?"

"Iya lah. Udah lama nggak ketemu tau."

"Ya udah yuk. Kita jalan-jalan!" cewek bernama Mentari itu meninju udara.

Rasha yang gemas merangkul Mentari dan berjalan keluar bandara. "Seneng banget deh kalo jalan-jalan."

"Iya dong," kekeh Mentari.

🐬🐬🐬

Jam menunjukkan pukul empat sore. Raisa menghentikan kegiatannya menutup pintu pagar ketika melihat Rasha keluar dari dalam rumahnya.

"Ra-"

Niat Raisa memanggil cowok itu terurung mendengar Rasha yang memanggil nama seseorang. "Mentari!"

Seorang cewek keluar dari rumah Rasha. Cewek itu seumuran dengan mereka. "Iya sebentar. Bawel deh."

"Kamu kalo ketinggalan pesawat gimana?" omel Rasha.

"Yang ada pesawatnya nunggu aku. Kan aku pemilik pesawatnya," ucap Mentari sambil tertawa.

"Kalo tidur bangun dulu. Ngimpi mulu," Rasha mengacak gemas puncak kepala Mentari. "Kamu beneran mau berangkat sendiri?"

"Iya nggak papa."

Raisa membeku melihat Rasha yang memeluk erat cewek itu. Air matanya tak sadar turun membasahi kedua pipi. Hatinya hancur melihat Rasha yang mengecup sayang puncak kepala cewek itu.

Rasha melambaikan tangannya pada taksi yang mulai melaju meninggalkan komplek perumahan. Pandangan cowok itu menangkap Raisa yang membeku di tempatnya berdiri.

Rasha melambaikan tangannya. "Udah pulang, Ra?"

Cowok itu mengernyit melihat Raisa yang menunduk dalam. Bahu cewek itu bergetar hebat. Tangan kanan cewek itu mengepal kuat.

Rasha berlari menghampiri Raisa tetapi cewek itu langsung berlari masuk ke dalam rumahnya. Langkah besar Rasha berusaha mengejar Raisa. Rasha mencekal pergelangan tangan Raisa.

"Raisa, lo kenapa?"

Cowok itu tersentak melihat tatapan tajam Raisa. Raisa mendorong tubuh Rasha hingga cowok itu mundur beberapa langkah. Rasha tersentak kaget ketika Raisa membanting pintu tepat di depan wajahnya. Ia mengetuk-ngetuk pintu rumah Raisa.

"Ra, lo kenapa? Ra, kalo ada yang nyakitin lo, bilang sama gue. Cerita sama gue," ucap cowok itu lembut.

Raisa mencengkram kuat knop pintu. "Kamu yang udah nyakitin aku," lirih Raisa.

Rasha menggedor pintunya. "Raisa, buka pintunya! Gue tau lo ada di balik pintu. Buka Ra!"

Kedua kaki Raisa melemas. Raisa terduduk di lantai. Kepalanya menyandar di pintu. Memeluk kedua kakinya ditekuk ke atas. Cewek itu menangis sesenggukan.

Rasha menempelkan dahinya pada pintu. "Raisa, cerita sama gue."

"Rasha pergi!" teriak Raisa dengan bibir yang bergetar.

Jantung Rasha seperti mencelos mendengar teriakan Raisa. Dadanya sesak mendengar samar isakan Raisa. "Ra, jangan nangis."

Bi Inem yang mendengar teriakan anak majikannya keluar dari kamar. Ia terkejut melihat anak majikannya yang menangis. "Non, kenapa?"

Raisa mendongak. Bukannya menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu, Raisa malah berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Bi Inem membukakan pintu rumah.

"Bi, Raisa mana?"

"Di kamarnya, Den."

Rasha langsung berlari ke arah kamar Raisa. Cowok itu menurunkan knop pintu kamar Raisa. Ia mendengus karena pintu kamar Raisa terkunci dari dalam.

Raisa menutupi wajahnya menggunakan bantal. Ia berteriak di balik bantal. Berharap rasa sakit pada hatinya reda.

"Raisa, buka pintunya!" teriak Rasha. "Raisa, jangan nangis. Lo kena-"

"Pergi!" teriak Raisa. "Rasha pergi!"

Dada Rasha terasa sesak mendengar kata itu keluar dari mulut Raisa. Cowok itu menyeka air matanya menggunakan punggung tangan. Hatinya sakit mendengar isakan Raisa.

"Please, Ra. Jangan nangis."

Andai saja ia berada di dekat cewek itu, ia akan membawa cewek itu ke dalam dekapannya. Mengusap punggung dan puncak kepalanya. Berusaha menenangkan cewek itu.

Setetes air mata cowok itu turun lagi mendengar teriakan Raisa. "Pergi!"

Rasha mengangguk pasrah. "Ya udah, gue pergi. Tapi, lo jangan nangis lagi ya. Gue nggak mau cewek yang gue sayang nangis."

Kalimat terakhir yang Rasha ucapkan pada Raisa membuat isakannya bertambah hebat. Raisa memeluk erat bantal yang menutupi wajahnya.

Apa aku salah membuka hatiku untuk orang lain?

🌿

Siapa itu Mentari?

Yuk lanjut baca yaa😉 Aku update 4 chapter hari ini😚

Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Rasha dan Raisa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang