BAB 20

479 39 0
                                    

Rasha meredakan tawanya. Cowok itu berdiri di depan Raisa. Tangannya terangkat mengusap dahi Raisa yang memerah. Tangan kiri Rasha mencengkram lembut tangan Raisa yang ingin menjauhkan tangannya.

"Gue iri deh sama temboknya."

Raisa mengangkat satu alisnya. "Haa?"

"Temboknya udah nyium dahi lo. Bekasnya keliatan banget. Jadi iri gue. Seminggu atau dua minggu baru ilang nih," lanjut Rasha sambil terus mengusap dahi Raisa.

Raisa sedikit mendongak. "Makasih, Sha."

Jantung Rasha berdegup kencang menatap kedua mata coklat Raisa. Rasha tersenyum dan mengangguk samar. Tangannya yang masih mengusap dahi Raisa bergeser sedikit ke kanan. Menjitak dahi cewek itu.

"Kenapa dijitak?" gerutu Raisa.

Rasha mengusap lagi dahi Raisa yang ia jitak. "Lo udah bohongin gue. Jahil banget sih. Udah nggak ngebangungin gue, gue ditinggal di dalem kelas. Adek kelas yang ngebangunin gue. Gue udah lari sampe lab ehh ternyata jamkos."

Rasha memajukan wajahnya. "Satu lagi yang nggak gue lupa. Tadi malem lo nggak ngasih tau kalo pagi ini bu Sarah nggak ngajar. Dan lo bilang ada ulangan praktek. Gue ketiduran gara-gara semaleman belajar buat ulangan."

Tawa Raisa berderai. Cewek itu berjinjit lalu berlari setelah berbisik tepat di telinga Rasha. "Emang siapa yang nyuruh belajar? Aku cuma bilang ada ulangan. Nggak nyuruh buat belajar."

"Raisa lo nyebelin banget dah," teriak Rasha sambil berlari mengejar Raisa, lagi.

🐬🐬🐬

Raisa melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam menunjukkan pukul satu siang dan keadaan sekolah sudah sepi karena hari ini hari terakhir UTS. Besok akan diadakan class meeting.

Cewek itu sedang duduk sendirian di tempat khusus membaca yang terletak di dekat taman. Raisa duduk lesehan. Kedua kakinya diluruskan dan punggungnya menyender di tembok.

Raisa tersenyum kikuk ketika kedua matanya menangkap seorang cowok yang berjalan menghampirinya. "Sendirian aja Ra? Temen-temen kamu mana?"

"Lagi rapat Dewan Ambalan, kak."

Raisa kembali melanjutkan membaca novel. Rencananya membaca novel dengan tenang gagal karena kedatangan ketua OSIS bernama Rahmat. Cewek itu melirik sekilas Rahmat.

Rahmat duduk mengikuti posisi duduk Raisa. Raisa risih ketika Rahmat menatapnya terus menerus. "Kak, jangan liatin aku gitu. Aku nggak nyaman," ucap Raisa jujur.

Rahmat terkekeh. "Oke Ra."

Kedua mata Raisa membulat. Cewek itu merasakan pundaknya yang terasa berat. Hidung Raisa mencium harum rambut Rahmat dengan jarak yang dekat. Raisa tidak berani menolehkan wajahnya ke kanan. Ke arah Rahmat yang menyenderkan kepala di pundaknya.

"Kak," panggil Raisa pelan.

Rahmat malah memejamkan matanya. "Sebentar aja, Ra."

Raisa mengangguk pasrah. Jantung Rahmat berdetak melebihi ritme. Namun tidak dengan jantung Raisa yang berdetak normal.

Karena hati Raisa sudah terisi satu nama, Bagus.

🌿

Boleh lho kalau mau baca cerita aku yang lain, langsung cek di profil aja ya, hehe

Terima kasih sudah membaca dan memberi suara☺

11-12-2019

Rasha dan Raisa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang