BAB 42

436 30 0
                                    

Irfan berdiri dan berjalan keluar kamar putrinya. "Kok bisa masuk?"

Rasha menggaruk tengkuk lehernya. Bukannya menjawab, Rasha dengan polosnya bertanya, "ehh, emm, saya ganggu ya, Om?"

Irfan merangkul Rasha menjauh dari kamar putrinya. "Bisa karate nggak? Alea aja jago, masa cowok yang dia suka nggak bisa. Ayo lawan saya dulu. Anggap aja sebagai tes kemampuan kamu sebelum bisa dekat sama anak saya."

Meskipun Irfan tersenyum kepada Rasha dan berbicara sangat santai, tetap saja membuat Rasha gugup. Rasha meneguk ludahnya susah payah.

Mati gue.

Ehh, sebentar

Kenapa bapaknya Raisa tau kalo anaknya sayang sama Rasha?

🐬🐬🐬

"Uhuk."

Rasha memegangi perutnya yang terkena tendangan Irfan meskipun pria paruh baya itu bilang tidak sengaja.

Nggak sengaja tapi perut gue ketendang terus.

"Rasha, semangat!"

Rasha menoleh ke kanan. Menatap sebal cewek yang ia sayangi bukannya melarang Papanya agar tidak menguji kemampuannya bela diri malah sangat mendukung apa yang dilakukan Papanya itu.

Cewek itu duduk sambil memangku semangkok popcorn. Melihat ke arahnya dengan senyum lebar seperti sedang menonton film action.

Lo pikir lagi nonton film, Ra? Cowok yang lo sayangi lagi dalam kesulitan ini. Untung gue sayang.

"Heh, jangan ngelamun!"

Rasha kembali fokus. "Maaf, Om."

"Kalo kamu kalah, topi yang dari Alea saya ambil."

Lah, gimana ni bapak-bapak bisa tau?

Rasha menggeleng kuat. "Jangan om. Itu lebih spesial dari martabak. Khusus buat saya," ucap Rasha tidak sadar.

Irfan memutar bola matanya malas. "Makanya fokus."

Rasha mengangguk. Cowok itu melirik ke arah Raisa yang berteriak menyemangatinya. "Ayo Rasha, semangat!"

Tega lo, Ra.

🐬🐬🐬

Rasha tersenyum melihat Raisa yang dipeluk kedua orang tuanya erat sebelum mereka pergi ke luar negri selama sebulan. Rasha merentangkan tangannya dan berjalan mendekat.

"Kamu mau ngapain?" tanya Irfan sambil menatapnya tajam.

"E-ehh, badan saya pegel, om, hehe."

Yaa, cukup masuk akal alasan Rasha daripada ia harus kena pukulan lagi dari Irfan jika mengaku ingin ikut berpelukan.

"Papa sama Mama hati-hati yaa," ucap Raisa setelah melepaskan pelukan mereka.

"Kamu juga hati-hati ya, sayang," ucap Lina sambil mengusap puncak kepala Raisa.

"Iya Al. Kamu hati-hati apalagi sama dia," Irfan melirik tajam Rasha.

"Astaga, Om. Saya nggak bakal macem-macem. Saya janji jagain anak singa ini dengan baik sampe saya sama dia halal," cerocos Rasha sambil menepuk pelan puncak kepala Raisa.

Sebentar, anak singa?

Rasha meringis. Ia menggerakkan kepalanya perlahan ke arah Irfan dan Raisa yang sudah menatapnya tajam. Rasha meneguk ludahnya.

Gila, emang bener buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Tatapannya tajem bener dahh.

🐬🐬🐬

"Dahh, Paa, Maa."

"Ehh, itu Papa Mama aku," protes Raisa sambil memukul pelan bahu Rasha.

Rasha nyengir lebar. "Kan calon mertua gue."

"Jadi, bapaknya anak singa itu calon mertua kamu? Terus anak singa itu calon istri kamu?"

"Iya. Kan anak singanya lucu, ya kan?"

"Bapaknya juga lucu dong."

"Nggak," ucap Rasha tidak sadar. "E-ehh, maksudnya iya. Lucu banget malah," ucap Rasha tidak sepenuh hati.

"Kalo gitu, lebih lucu anaknya apa bapaknya?"

Rasha menarik kedua pipi Raisa gemas. "Kenapa jadi bahas singa sama anaknya, sih?" Raisa terkekeh.

"Raa," rengek Rasha sambil mengusap perutnya. "Perut Rasha sakit nih. Tadi pagi kan ditendang sama bapaknya Raisa. Nanti kalo perut Rasha nggak kotak-kotak lagi gimana?"

Raisa tertawa geli. "Au ahh, Raisa nggak tau."

"Raa," panggil Rasha lalu menyusul Raisa yang berjalan dahulu. "Ehem," tangan cowok itu menggenggam tangan Raisa.

"Ehh, kegandeng Ra," Rasha nyengir lebar.

"Modus," ledek Raisa.

Mereka berjalan sambil mengayunkan tangan mereka yang bergandengan sambil tersenyum lebar.

🐬🐬🐬

Jam menunjukkan pukul delapan malam. Jalanan tampak lebih sepi dari biasanya. Namun, tidak dengan mobil Rasha yang di dalamnya berisik.

Raisa bernyanyi mengikuti lagu yang sedang diputar oleh siaran radio dengan volume keras. Pundak Rasha bergantian menutup telinga.

"Ra, kecilin volumenya," teriak Rasha.

"Haa?"

"Kecilin volumenya," ulang Rasha.

"Apa?"

"Ahh, budeg."

"Kamu ngatain aku budeg?!"

"Giliran ngatain aja lo denger," dengus Rasha. "Kecilin volume radionya, sayang."

Pipi Raisa bersemu. "Ohh, bilang kek dari tadi."

"Udah sayang," geram Rasha.

Raisa mengecilkan volume radionya. Ia kembali menatap lurus. Cewek itu menyipitkan matanya melihat seseorang yang sepertinya ia kenal.

"Rasha!"

🌿

Harus pake ujian ternyata buat deket sama Raisa, wkwk. Sabar ya Sha😌

Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Rasha dan Raisa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang