Janson berjalan dengan wajah seriusnya, dia berniat ingin mengambil sebuah pisau kecil kearah dapur. Namun, ketika melihat beberapa bodyguard yang berada dirumahnya berlalu lalang kearah kamar ayahnya dia langsung berhenti. Alisnya terangkat dan dengan cepat dia berjalan kearah kamar ayahnya dan berhenti tepat didepan. Saat matanya menoleh kedepan saat itulah dia melihat ayahnya terbaring lemah diatas kasur dengan sebuah kain berwarna putih disana.
Tampa bisa dicegah dadanya langsung bergerak dengan cepat, dia mengambil nafas banyak banyak. Dia berjalan dengan pelan kearah sang ayah. Semua para Bodyguard yang melihatnya langsung berbaris dan menunduk hormat. Janson tidak melihat mereka namun dia melihat sang ayah yang terbaring lemah disana.
Dia berhenti tepat didepan sang ayah, saat dia terduduk tanganya langsung mengarah kearah kain putih yang menutupi tubuh ayahnya, hingga kain itu terbuka. Wajah pucat ayahnya lah yang dia lihat pertama kali.
"Ayah.."lirih Janson saat melihat wajah pucat ayahnya disana. Dia terduduk lemas dan memegang kedua tangan ayahnya. Tampa bisa dicegah air matanya jatuh menuruni kedua pipinya. Dia mengguncang guncangkan tubuh ayahnya dengan kencang, berharap Elang bisa terbangun karena guncang itu.
"Ayah... Apa yang terjadi? Ayah..Hiks.. tolong bangun kumohon hikss"dia mengguncang guncangkan tubuh ayahnya kencang dan menangis disana. "Apa yang terjadi Ayah, kenapa bisa seperti ini. Kenapa ayah meninggalkan Janson dan kakak, kenapa? Apa sebegitu bencinya ayah dengan Janson? Apa sebegitu cintanya ayah dengan bunda hingga ayah ikut bunda pergi dan meninggalkan kedua anak ayah disini? Kumohon bangun ayah hiks"Janson memeluk tubuh ayahnya dengan kencang, tak lupa mengguncang guncangkan tubuh itu, berharap semua ini hanya mimpi sesaat.
Janson terduduk dengan air mata yang terus menerus turun dari pelupuk matanya. Hingga dia merasa capek, dia capek menangis terus, ayahnya telah tiada dan tak mungkin bisa terbangun kembali. Dia menatap wajah pucat ayahnya dengan sedih. Lalu, mengelus pipi itu pelan pelan.
Dia terduduk dan membalikan badanya bersandar pada kaki ranjang milik ayahnya. Dia menatap keatas dengan wajah sayunya, air matanya terus turun dari pelupuk matanya, dia sesenggukan. Dia menunduk diantara kakinya kemudian wajahnya dia taruh diantara kakinya dan menangis sejadi-jadinya disana. Dia tidak habis pikir, kenapa satu persatu keluarganya harus meninggalkan dirinya dan kakaknya seperti ini, baru saja ibunya meninggal dan sekarang ayahnya lagi yang ikut pergi meninggalkan nya. Apa sebegitu banyaknya dosa keluarga mereka sehingga satu persatu keluarganya pergi meninggalkannya.
Dia menangis disana, matanya terlihat memerah dengan bagian bawah mata yang terlihat membengkak. Air matanya tidak bisa berhenti keluar membuat merasa menjadi laki laki yang cengeng.
"Laki laki itu harus kuat, apapun yang terjadi jangan sampai air mata itu tumpah. Tahan air mata itu sebisa mungkin Janson, jika suatu saat nanti ayah pergi tolong jangan sampai air mata ini tumpah dan satu permintaan ayah, jaga kakakmu apapun yang terjadi. Jaga dia walau nyawa ini menjadi taruhannya. Ayah sayang Janson" Janson mengingat kata kata ayahnya beberapa hari yang lalu, dia sudah berjanji tidak akan membuat air mata ini tumpah, tapi tidak tau mengapa air matanya terus tumpah.
"Ayah... Hikss... Maaf"Sekali lagi dia menangis menutup kedua matanya dengan lengan kekarnya. Hari ini, hari yang paling dia takutkan. Hari dimana ayahnya meninggal disaat dia dan sang kakak begitu ingin ayah mereka tetap bersama mereka. Namun, semua itu tidak akan pernah terjadi disaat ayahnya sekarang telah pergi.
"Aku janji akan jaga kakak semampu yang Janson bisa, ayah tenang disana jangan mikirin aku dan kakak. Sekarang kakak adalah tangung jawab janson dan sebentar lagi kakak akan menikah dengan angkasa. Aku akan buat kakak bahagia nanti yah. Ayah yang tenang disana bersama bunda, kak elena dan Gabriel"
******
Sedangkan ditempat lain. Latasya sedang ditangani oleh dokter dan suster, angkasa duduk di kursi tunggu dengan khawatir. Saat beberapa jam berlalu pintu ruangan pun terbuka dan menampilkan sosok dokter dan suster.
"Bagaimana keadaan calon istri saya dok? Apa dia baik baik saja?"tanya angkasa khawatir. Dokter itu tersenyum dan dengan cepat menjawab.
"Keadaan calon istri Anda baik baik saja. Namun, ada sedikit kendala disini. Kaki nona Lata sedikit patah hingga dia tidak bisa menggunakan kakinya untuk beberapa saat ini"
"Maksud dokter Lata lumpuh?"
"Tidak. Tidak sampai lumpuh"Dokter itu tersenyum "kakinya tidak bisa digerakkan karena ada sedikit patah disana, beberapa Minggu lagi pasti kakinya akan sembuh. Anda doakan saja" angkasa menghela nafas kemudian dia mengangguk nganggukan kepalanya. Setelah mengucapkan hal itu dokter dan suster pun pergi.
Angkasa masuk kedalam ruangan dan menatap gadis cantik yang tertidur dengan diamnya disana. Dia berjalan dengan pelan dan saat sampai disana dia langsung terduduk dan mengambil kedua tangan itu dengan pelan.
Dia menatap wajah Lata dalam diamnya kemudian dia menutup kedua matanya menyesal. Menyesal dengan semua yang dia lakukan pada Lata. Tampa sadar air matanya keluar dari pelupuk matanya. Dia sangat mencintai Lata, sangat mencintainya. bahkan saat pertama kali dia bertemu Lata, saat itulah dia sudah berjanji akan membuat Lata menjadi istrinya.
"Maaf, maafkan aku"saat angkasa menatap Lata ponsel miliknya berdering dan membuat perhatiannya tertuju penuh kearah ponselnya. Dia mengangkatnya kemudian...
"Halo"
"Maaf, ini dengan tuan angkasa?"
"Iya ini saya, ada apa ya?"
"Maaf tuan, tuan Elang harus dikebumikan sekarang juga. Apa anda tidak datang untuk melihat tuan Elang?"
"Hufh.. saya akan datang sekarang juga"Panggilan pun dimatikan.
Angkasa menatap wajah Lata kemudian dia mengelus pelan kepala itu.
"Maaf, maaf gk bisa jaga ayah kamu Lata. Ayah kamu meninggal tadi pagi sebelum aku datang kesini. Aku harap kamu bangun dan kamu bisa lihat pemakaman ayah. Dia mempunyai penyakit jantung dan selama ini dia menyimpan rahasia ini sendiri. Dia gk mau kamu dan Janson tau kalau ayahmu punya penyakit jantung" Setelah mengucapkan itu angkasa pergi menjauh dari Lata.
Tak beberapa lama mata Lata terbuka dengan pelan dan tampa sadar air matanya terjatuh. Kedua mata dan pipinya dipenuhi oleh air mata nya. Dia menangis dengan sedih.
"Ayah hiks. .."dia menangis sesenggukan dan menutup kedua matanya dengan lengan kanannya. Dia tidak menyangka ayahnya akan meninggalkan dia dan Janson secepat ini. Dia begitu mencintai ayahnya hingga semua yang ayahnya minta dia penuhi. Tapi sekarang ayahnya telah tiada, apa yang harus dia lakukan sekarang kalau ayahnya telah tiada? Apa?
Dia mencoba untuk duduk dari tidurannya, rasa sakit pada kakinya terasa saat dia mencoba untuk bangun. Setelah beberapa menit dia mencoba untuk duduk akhirnya usahanya berhasil. Dia membuka kain yang menutup kaki dan setengah badanya, kemudian dia melihat kakinya yang terasa sakit tadi sekarang dilapisi beberapa perban berwarna putih.
Dia menatap nanar kakinya itu kemudian dia terdiam sesaat.
"Ayah"
*****
Ceritanya jelek yah?😱
Gk tau lagi deh mau lanjut kaya gimna, jangan berhenti baca sampai disini ya teman teman. Gk papa kok gk pencet 🌟 dan Comment, gk pp!!!! Asal kalian udah baca.
Kalian udah baca aja udah bikin aku senang, apalagi melihat commenan kalian yang suruh aku cepat cepat buat up.
Setiap aku baca Comment ' Next ' pasti aku tersenyum. Karena apa? Karena aku senang, ternyata cerita aku ada juga yang menunggu walau ceritanya rada ' jelek dan gaje, mungkin? '
Okay sampai itu aja!
Ada yang mau aku ' Next ' nanti malam?🤐

KAMU SEDANG MEMBACA
LATASYA
Teen Fiction"Cup"Ucapan nya berhenti ketika angkasa mengecup bibir nya. Matanya terbelalak dengan tangan memegang bibirnya seraya membatin ' my firs kiss?' "ANGKASA!!!! FIRS KISS GUE. SIALAN MATI LO!!!!"Teriak Lata dengan kesal seraya mengejar cowok yang udah b...