35

1K 41 6
                                    

" hiks... Ayah"Lata menangis menatap tubuh ayahnya yang terbaring lemah dengan kain putih yang menutupi tubuhnya.

Saat ini Lata tak bisa menggerakan kakinya, hingga dia harus memakai kursi roda untuk bisa sampai dirumahnya. Awalnya, para dokter dan suster tidak mengijinkan nya untuk keluar dari rumah sakit. Namun, karena kekerasan kepalaan Lata para dokter dan suster pun mengijinkannya. Wajah Lata masih terlihat pucat karena masih sakit. Disampingnya ada Angkasa yang selalu menemaninya dimanapun dan kapanpun. Angkasa khawatir dengan keadaan Lata sekarang. Namun, mau bagaimana lagi, Sifat keras kepala latalah yang membuat dia harus tetap sabar dengan keadaan.

"Syutt..... Sudah jangan menangis okay"ucap angkasa sambil mengelus pelan kepala itu. Dia terduduk didepan Lata dan menatap wajah cantik calon istrinya kemudian dia tersenyum dengan lembut dan mengusap pelan air mata itu.

"Jangan menangis, lihat Janson. Jangan buat dia ikutan menangis saat melihat kakaknya menangis saat ini. Kamu gk mau kan, bikin adik kamu sedih melihat kamu seperti ini. Gk mau kan?"ucap angkasa pada Lata. Lata tidak menjawab nya. Namun, dia hanya mengangguk nganggukan kepalanya. Dia berhenti menangis dan menatap ayahnya disana dengan tatapan kosong. Semua orang terduduk sambil membaca yasinan didepan sang mayat, termaksud ummi Zahra dan suaminya.

Janson berdiri tak jauh dari mayat sang ayah hanya menatap kosong kedepan. Dia bingung apa yang sebenarnya terjadi, tiba tiba dia melihat sang ayah terbaring lemah diatas kasur dengan beberapa bodyguard yang menjaganya. Dia menutup kedua matanya lelah, lelah dengan semua ini. Kenapa semua ini terjadi dengan keluarga mereka, kenapa?!

Janson berjalan mendekati mayat sang ayah dan terduduk disana sambil memeluk tubuh itu, kedua matanya dia tutupi sambil memegang kedua tangan yang terlihat sangat pucat itu. Semua yang ada di ruangan itu hanya menatap iba pada Janson, hingga angkasa melihat apa yang dilakukan oleh Janson. Dia berjalan mendekati calon adik iparnya itu dan memukul pelan bahunya. Janson yang merasakan pukulan kecil itu langsung terbangun dan menatap angkasa yang duduk didekatnya. Dia tersenyum kecut.

"Sebentar lagi ayah akan dikebumikan"Janson hanya mendengar nya saja tampa mau membalas ucapan angkasa.

Janson berdiri dan berjalan kearah kakaknya yang duduk tak jauh dari mayat sang ayah, dia berjalan mendekat dan duduk didepan Lata. Dia menatap Lata dengan intens, hingga Lata membalas tatapan itu.

"Kak, kenapa semua ini terjadi dengan keluarga kita? Hiks... Baru kemarin bunda pergi meninggalkan kita, terus sekarang ayah juga ikut pergi meninggalkan kita. Apa setelah itu aku atau kakak yang akan pergi?"

"Jangan bicara seperti itu Janson. Kakak yakin, tidak ada lagi yang akan pergi diantara kita berdua. Kakak janji akan menjaga kamu walau nyawa kakak taruhannya, kakak janji Janson"

"Tidak kak, aku mohon jangan bicara seperti itu. Nyawa kakak sangat berharga buat Janson, nyawa kakak berharga bagi semua orang yang sayang dengan kakak. Apapun yang terjadi nanti, tolong tetap bertahan disamping Janson. Apapun yang terjadi kak"mendengar itu air mata latapun turun dengan pelan. Namun, lama kelamaan air mata itu semakin turun dengan deras. Dia memeluk tubuh kekar adiknya dengan kencang sembari menangis dengan sedih.

Tinggal Janson lah yang dia miliki sekarang, dia janji akan menjaga adiknya semampu yang dia bisa. Janson adalah segalanya baginya. Apapun yang terjadi nanti, dia berdoa agar semuanya tetap lancar dan tidak ada masalah apapun yang datang menghampiri mereka.

Saat keduanya saling memeluk, angkasa menatap mereka dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan. Hingga, beberapa jam kemudian mayat segera dikebumikan.

LATASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang