--**--**--
Who is he?
Apakah seseorang yang tak nyata?
Yang tiba-tiba memberi semangat,
Dan tak membuatku
Ketakutan
--**--**--
"Kamu muncul lagi akhirnya."
Sepulang dari bimbel, aku dan Ana berkumpul di ruang tamu. Seorang makhluk yang bernama Jovi ikut duduk bersama kami, dia seperti sedang diinterogasi. Sepertinya Ana bisa melihat dan mengenalinya juga, padahal kelihatannya dia bukan tipe-tipe gadis indigo yang bisa melihat sesuatu yang tak bisa dilihat orang kebanyakan. "Tunggu," kataku. "Kamu sebenarnya siapa, sih? Kenapa kamu dan Ana bisa saling kenal?"
"Ah, aku belum mengenalkan dia, ya?" kata Ana. "Kenalkan, dia Jovi. Teman imajiner Eris."
"Teman imajiner?" Aku berpikir sejenak. "Teman imajiner Eris? Lalu kenapa aku bisa lihat dia?"
Ana tertegun. Wajahnya seakan mengatakan, "iya juga ya".
"Jovi, jadi kamu—"
"Iya, Ana," Jovi tersenyum. "Sebenarnya, aku bukan benar-benar teman imajiner Eris. Eris yang menganggapku dan Ares begitu, karena dia tidak ingin mempercayai hal-hal berbau gaib. Jadi, dia tidak tahu asal-usul kami. Aku Jovi, dulu meninggal karena sakit yang enggak bisa ditolong lagi."
"Jadi kamu hantu?" Mata Ana membesar. "Jadi yang kulihat beberapa tahun yang lalu bukan hanya sekadar khayalanku—"
"Memang khayalanmu, Ana," potong Jovi. "Saat kamu masih SMP, kamu masih ingat novel Eris atau Rho yang kamu punya? Novel itu sarana penghubung antara aku, Eris, Ares, dan kamu. Kami –Eris, Ares, dan Jovi datang ke mimpimu, memberitahu eksistensi kami. Namun seperti Eris, kamu menganggap kami sebagai teman imajinermu. Lalu, sejak saat itu kamu selalu berkhayal tentang kami dan kami cuman bisa mengawasimu."
Ana seperti dihantam informasi yang mendadak. Sementara itu, aku masih berusaha untuk mencerna apa yang mereka bicarakan. Eris? Ares? Jovi?
"Tunggu," kataku. "Coba jelaskan dulu siapa itu Eris, Ares, dan Jovi –eh Jovi itu kamu, ya? Nah, lalu jelaskan apa hubungannya mereka dengan Ana—"
"Dan kamu," tegas Jovi. "Mereka semua juga memiliki hubungan dengan kamu. Kamu punya ingatan masa kecil yang enggak bisa kamu ingat selain kenanganmu dengan si Iyan itu. Bahkan, kamu sendiri pun enggak ingat denganku. Padahal, kita pernah bareng, kan?"
Pernah bareng? Apakah memang benar begitu?
"Ah, maaf kalau aku lupa," Aku merasa bersalah. "Aku memang lupa dengan beberapa hal yang terjadi padaku. Aku benar-benar lupa itu apa, dan itu di luar kendaliku. Tapi, aku akan berusaha mengingatnya kalau kamu mau," Aku ngomong apa, sih? "Tapi jelasin dulu siapa itu Eris dan Ares."
"Eris itu teman masa kecilku," Ana yang menjawab. "Saat aku masih kecil, dia yang memperkenalkan Ares dan Jovi sebagai teman imajinernya. Bahkan, sampai sekarang aku masih menamai bonekaku dengan nama Eris, Ares, dan Jovi. Kupikir, waktu mereka masuk ke dalam kehidupanku –Ares, Eris dan Jovi mereka cuman tokoh fiktif yang dibuat Rho. Tapi, sekarang aku enggak menyangka kalau mereka benar-benar nyata. Artinya—sekarang aku bisa lihat hantu?"
"Yah, apparently," kataku. "Karena aku yang indigo ini juga bisa lihat dia."
"Tunggu, kamu indigo?"
"Ya," kataku. "Aku indigo sejak kecil. Aku bisa melihat bermacam-macam hantu kalau mereka mau menunjukkan diri. Karena ada beberapa di antara mereka yang mau menunjukkan diri, dan beberapa di antara mereka ada yang malu. Jadi, enggak semuanya bisa kulihat."
"Serius?" kata Ana. "Lalu kenapa Jovi enggak mendatangi kamu, Nara?" Dia menatapku dan menanyakan hal yang aku sama sekali tidak tahu jawabannya.
"Itu karena aku ada misi sebelum aku pergi ke neraka," Jovi yang menjawab. "Aku harus menyelamatkan nyawa Ares yang berada di ujung tanduk setelah dia melarikan diri dari rumah dan menjarah toko. Tapi karena aku gagal, aku dapat misi lagi untuk menemani Eris sampai dia memiliki teman. Namun aku—"
"Gagal lagi?" tanyaku.
"Ya," jawab Jovi. Aku menatap anak itu dengan saksama. Dia gagal berkali-kali, namun dia tetap terlihat santai. Kalau aku jadi dia, mungkin aku akan frustrasi. "Aku gagal berkali-kali, tapi enggak masalah. Eris enggak mempermasalahkan kegagalanku. Malah dia menyalahkan dirinya sendiri karena sudah berbuat bodoh. Dia enggak mau hal ini terjadi padamu Ana, jadi dia berusaha untuk menghentikanmu waktu kamu mau membunuh dirimu sendiri—"
"Wait—" Aku menatap Ana dengan mata membulat. "You've been wanting to kill yourself?"
Ana tersenyum pahit. "Iya."
"Jadi," kata Jovi, dia menatapku lekat-lekat. "Nara Alicia Kim, kamu diikuti suatu roh yang pernah membuat Eris depresi. So, be careful. Aku bakal jadi roh yang jagain kamu. Tapi, aku juga mau minta tolong."
"Minta tolong apa?"
"Tolong temukan roh yang membuat Eris depresi," kata Jovi, dia terlihat memohon padaku. "Cari tahu siapa dia. Karena walaupun kamu sendiri indigo, kamu enggak akan bisa melihat dia."
--**--**--
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange Spirit 3 : Dead Leaves ✔
Teen FictionBerawal dari sebuah kegagalan pertamanya, Nara Kim memutuskan untuk pergi keluar kota demi mencapai mimpinya ; menuntut ilmu di universitas impiannya. Tak disangka, Nara Kim harus terjebak dalam suatu lingkaran yang akan menuntunnya ke dalam sebuah...