Beberapa hari setelah pertemuanku dengan Jeremi, Ghani, Yuna, Nadia, Giga, dan Roy, aku dan Iyan pun menghubungi mereka lagi. Akhirnya, café yang menjadi tempat pertemuan kami waktu itu menjadi semacam markas untuk membahas pelajaran sekaligus mencari tahu sejauh apa Jeremi mengetahui info soal Ahn Ri Ya dan Jipren. Kami pun berkumpul lagi di tempat duduk yang sama.
"Sebenarnya, Jipren itu bukan dari Apollo Entertainment."
Kata-kata dari Jeremi membuatku terkejut. Iyan yang belum kuceritakan sama sekali masalahnya pun hanya menatapku dengan tatapan bingung. Namun, seketika anak itu tertawa kencang.
"Kamu mau jadi K-Popers, Ra?" Iyan tertawa terbahak-bahak sampai memegang perutnya karena terlalu asyik tertawa. "Sedari tadi nanya itu melulu. Jipren, Ahn Ri Ya. Bukannya kamu orang Korea juga, Ra? Masa' yang begituan harus tanya-tanya pada Jeremi?"
Aku memutar bola mata. "Yan, kalau aku orang setengah Korea, bukan berarti aku banyak tahu soal K-Pop. Nah, Jeremi," Aku menatap Jeremi lekat-lekat sampai membuat anak yang lagi-lagi berjaket ala Dilan itu pun terlihat salah tingkah. "Lalu, kenapa informasi yang kudapatkan akhir-akhir ini menunjukkan kalau Jipren ini berasal dari Apollo Entertainment?"
Jeremi masih terlihat salah tingkah. Dia grogi berhadapan denganku.
"Jer?"
"Aniya," Seketika Jeremi tersadar dari bengongnya. "Enggak, Ra. Ma-maaf, soalnya kamu mirip Jennie Blackpink," katanya frontal.
Kami semua tertawa, kecuali aku yang wajahnya sudah memerah karena ucapan Jeremi. Iyan tertawa, namun setelah itu diam-diam mendengus kesal. Aku menoleh ke kiri, dan kulihat si setan -anak laki-laki bertanduk itu cekikikan di salah satu meja. Aku menatap sinis ke arahnya, seakan-akan berkata, awas saja, bakal kucari tahu semua kebusukanmu bersama si Penyihir Hitam alias 'The Witch' itu.
Namun, wajah si anak bertanduk malah kelihatan santai begitu. Tetap saja aku tidak akan menyerah layaknya perjuanganku untuk mendapatkan Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Baru setelah itu, aku tidak akan berurusan lagi dengan makhluk gaib semacam dia. Aku tidak akan lagi mau kalau kepalaku diusap-usap saat tidur. Benar-benar mengerikan sekaligus mengesalkan.
"Oke oke," Jeremi menghela napas. "Jadi, awalnya, Jipren memang masih berasal dari Apollo Entertainment," Jeremi menatap sekilas Yuna dan Nadia yang sedang asyik boomerang-an lewat ponsel Nadia. "Tapi, hampir setengah tahun setelah comeback mereka di tahun keempat setelah debut, Yoni Entertainment yang merupakan agensi terbesar di Korea Selatan -kira-kira sejajar dengan SM Entertainment, mengakuisisi mereka dan setelah itu orang-orang mengenali Jipren sebagai 'Girlgroup yang berasal dari Yoni Entertainment."
"Ah, begitu," Aku mengangguk-angguk. "Apakah ada rumor kalau sebenarnya -ah, maaf kalau nanti kamu tersinggung," Aku menarik napas panjang sebelum melanjutkan bicaraku. Tetapi, sepertinya Jeremi tahu apa yang nanti akan kutanyakan padanya.
"Rumor kalau Apollo melakukan perjanjian dengan setan, kan?"
Aku mengangguk-angguk. "Yes, kamu benar!"
"Santai saja, aku enggak akan tersinggung, kok," kata Jeremi. "Aku memang berencana mau unstan, berhenti jadi budak cinta-nya Ahn Ri Ya. Sebenarnya daripada Apollo, Yoni -agensi yang mengakuisisi Jipren ini jauh lebih parah, Ra. Teori konspirasinya pun sudah banyak bermunculan di internet. Sebagai fanboy akut dan orang yang sama sekali enggak percaya sama yang begituan, awalnya aku enggak percaya. Tapi, pandanganku berubah gara-gara mimpiku waktu itu."
"Mimpi?" Aku dan Iyan menatap Jeremi dengan tatapan penasaran, begitu pula dengan Giga dan Roy. Bahkan Yuna dan Nadia pun berhenti main ponsel gara-gara Jeremi.
"Aku mimpi Nilam ada di kamarku," kata Jeremi. "Saat itu juga di salah satu sudut kamarku ada arwah anak laki-laki bertanduk dan Ahn Ri Ya yang sedang menangis di atas kasurku. Nilam dan anak laki-laki itu kelihatannya lagi bertengkar, dan Ahn Ri Ya berbicara sesuatu dalam bahasa korea yang aku enggak tahu artinya apa."
"Terus?" tanya Nadia.
"Nilam bilang, Ahn Ri Ya yang selalu kutonton itu bukan Ahn Ri Ya. Dia orang lain, dia kemasukan energi hitam sejak dia debut. Jiwanya terkurung di sana. Energi hitam yang dia dapat itu berasal dari seorang anak laki-laki yang meninggal karena bunuh diri di sebuah Daratan Asia dengan banyak pulau dan lautan," kata Jeremi. "Saat aku melihat kedua mata Ahn Ri Ya, aku bisa merasakan perasaan bersalah sekaligus keputusasaan. Hal yang buat aku percaya adalah saat aku bangun dari mimpi itu-" Dia menarik napas sejenak sebelum melanjutkan,
"Aku ketindihan. Si arwah yang kulihat di mimpi itu yang menindihku."
Aku kembali menatap sinis si arwah laki-laki itu. Mulutnya bergerak, membentuk kata-kata, "bukan aku."
"Kamu yakin, Jer?" tanyaku memastikan.
"Bisa jadi dia benar," kata Giga dingin. "Ibuku seorang, dan dulunya pernah jadi trainee di Apollo sebelum jadi penyanyi lokal. Tapi, dia memutuskan untuk keluar setelah dua tahun jadi trainee. Katanya, di sana ada seorang calon trainee yang dipaksa keluarganya untuk jadi idol. Menurut Ibu, itu aneh. Biasanya, justru malah idol yang dulunya ingin jadi idol besar tapi ditentang oleh keluarganya. Calon trainee itu pun kabur, padahal dia dijanjikan untuk langsung debut dalam waktu beberapa hari. Ibuku awalnya merasa itu tidak adil mengingat ada yang enggak kunjung debut setelah lima tahun jadi trainee. Tapi-"
"Ibu melihat perjanjian keluarganya dengan setan di ruang bawah tanah Apollo, keluarganya dari Daegu. Marganya Kim-"
Aku terperangah. Kim? Batinku. Namaku Kim Nara-
"Apa orang itu bernama Kim Nam Seong?"
"Ya," jawab Giga.
"Ya ampun!" pekikku. "Itu ayahku!"
Pekikanku mengundang rasa penasaran dari orang-orang di sekitarku. Akhirnya, aku menceritakan apa yang pernah kuceritakan pada Ana waktu itu. Tentang masa lalu Ayah yang seharusnya menjadi masa lalu yang terlewati. Toh hubungan kami dengan Nenek sudah membaik. Namun, aku masih merasakan aura aneh saat berada di toko kelontong Nenek, seperti yang pernah kukatakan sebelumnya.
"Pokoknya Ra," kata Jeremi. "Ini bahaya. Kamu pernah ketindihan juga sama arwah itu, Ra?"
Aku menggeleng. "Enggak, tuh," jawabku. "Malah aku suka dielus-elus kepalanya sebelum tidur."
"Arwahnya pilih kasih tuh," kata Roy yang diiringi oleh anggukan dari Ghani.
"Kalau kamu diapa-apain, kamu bisa bilang ke aku," kata Jeremi sambil menatapku lekat-lekat tanpa salah tingkah seperti saat aku menatapnya dengan tatapan seperti itu tadi. Lagi-lagi, aku melihat Iyan diam-diam mendengus kesal.
"Ah, aku juga khawatir nih sama keadaan Ana-ku dan Nilam di sana," katanya sambil memalingkan wajah.
Aku memutar bola mata. Ini bukan waktunya untuk cemburu Iyan, hubungan kita ini masih enggak jelas, batinku. Namun, aku bisa melihat pupil mata gadis yang bernama Yuna itu melebar saat Iyan menyebut nama Nilam yang disandingkan dengan nama Ana. Tak lama kemudian, ekspresinya berubah menjadi khawatir.
"Aku lebih khawatir sama keadaan Nilam, sih," katanya. "Aku mengkhawatirkan semuanya. Dirinya, terlebih lagi mimpi-mimpinya."
--**--**--
[A/N]
Jipren enggak ada hubungannya ya sama GFriend :") Yoni Ent. juga bukan bighit.
Ngomong-ngomong aku mau maraton nih kayak RAT.
🧡🧡🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange Spirit 3 : Dead Leaves ✔
Teen FictionBerawal dari sebuah kegagalan pertamanya, Nara Kim memutuskan untuk pergi keluar kota demi mencapai mimpinya ; menuntut ilmu di universitas impiannya. Tak disangka, Nara Kim harus terjebak dalam suatu lingkaran yang akan menuntunnya ke dalam sebuah...