Epilogue | Tell Me 'Bout Ur Dreamin'

23 4 0
                                    

21 Juni 2019

Walaupun ambisiku sudah terbakar habis, namun cahayanya masih tersisa. Sebuah memori yang menghilang, namun masih terkenang sebagai mimpi. Entahlah, namun aku masih merasa bahwa mimpiku terasa sangat nyata. Seperti berada di ambang mimpi, khayalan, dan realita yang berada di masa lalu. Malam itu –beberapa hari yang lalu aku bermimpi tentang tiga arwah, arwah yang berkhianat, dan para penyihir. Mimpi yang sama membuatku berteman dengan banyak orang.

Ambisi yang membuatku pergi ke luar kota untuk mengejar mimpiku, membuatku mengenal Ana dan Nilam. Awalnya, aku merasa bahwa Ana adalah sainganku. Namun, seiring berjalannya waktu, aku sadar. Gadis itu sahabatku, sama seperti Nilam. Sama pula seperti Iyan, hanya saja cincin yang kupakai di jari manisku ini membuatku merasa lebih terikat dengannya.

Kegagalan membuatku mengenal hal yang baru ; resiliensi. Resiliensi. Kemampuan untuk bertahan. Sesuatu yang menjaga semangat. Semangat yang berasal dari mimpi. Terkadang, memang sulit untuk melihat cahaya yang dihasilkan oleh semangat itu. Namun, semua itu akan terlihat jelas jika semua orang mengatakan tentang mimpi-mimpi mereka.

So, tell me 'bout your dreaming.

"Nara,"

Eomma mengetuk pintu kamar dan masuk ke dalam kamarku, "I'm sorry Dear," katanya. Lalu, Eomma memberikanku kartu peserta ujian STAN –yang sama seperti milik Nilam dan tersenyum sebelum meninggalkan kamarku. Tanpa sadar senyumku mengembang. Mimpi baru, batinku sembari membuka jendela dan melihat ke atas langit malam. Tiga buah bintang yang bersinar paling terang berhasil mencuri atensiku.

Mimpi-mimpiku tak pernah membuatku kesepian. Mimpi-mimpiku tak pernah membuatku lelah untuk meraihnya. Mimpi-mimpiku tatkala hangus, tidak pernah menghilangkan cahaya jingga.

I believe I was there, too.

--**--**--

Orange Spirit 3 : Dead Leaves ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang