Seketika, aura-aura gelap yang ada di dalam café –di antara kami yang duduk di sofa ini—menghilang begitu gadis penyihir putih itu datang. Aku merasakan ketakutan dari arwah anak laki-laki bertanduk dan penyihir hitam yang besar di sini. 'The Witch' alias penyihir putih, roh tertinggi di antara para arwah. Pemegang kunci dari semua misteri yang ada di sekitarku. Seseorang yang sangat mengenali si filsuf, si pianis, dan si hiperaktif.
"Ah!" sentak Nilam. "Ini 'The Witch' lagi? Penyihir hitam?"
Ghani, Giga, Yuna, Nadia, Iyan, dan Roy yang tidak mengerti apa-apa pun hanya melongo, seakan-akan mereka sedang berada di dalam dunia lain dan tidak mengerti apapun. Lalu, Iyan menatapku dengan tatapan sebenarnya-ini-ada-apa. Namun, aku bingung harus menjawab apa.
"Jaga omonganmu ke pacarku, Anak Muda," kata Jeno.
"Bucin, bedebah!" Gadis di belakang Jeno menepuk punggung Jeno dengan keras. Rambutnya diombre warna hitam-blonde dan dia hanya mengenakan tanktop serta celana jeans pendek. "Aku jadi malu punya saudara kembar macam dirimu."
"Hei, Jena! Bucin-bucin gini aku pernah ditawari tiga agensi besar waktu di Korea, tahu?"
Gadis yang bernama Jena itu memutar bola matanya. "Terserah, toh itu memang fakta tentangmu, kan?"
"Penyihir hitam," Kini Iyan yang memutar bola matanya. "Sekarang perkenalkan dirimu, dong."
"Oke, aku enggak bisa lama-lama karena aku masih ada banyak urusan di duniaku," Gadis itu menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Aku 'The Witch' yang asli, penyihir putih. Penyihir hitam itu –yang sok tau itu—adalah 'The Witch' yang palsu. Eris, Ares, dan Jovi itu anak buahku. Tugas mereka adalah untuk menemani anak-anak yang kesepian selama hidupnya, karena aku sendiri pernah merasakan hal seperti itu. Aku roh tertinggi di dunia arwah, namun sebenarnya aku berasal dari dunia lain. Dunia yang disebut—"
Gadis itu menarik napas, lalu menghembuskannya bersama kata-kata yang hendak diucapkannya.
"—dunia antah-berantah. Duniaku yang sebenarnya, di mana di sana aku hanya jadi seorang gadis biasa."
"Bukan dunia yang dikuasai orang jahat?" tanya seorang anak laki-laki yang tadi ikut bersama Jeno dan Jena.
"Eum, memang dunia yang dikuasai orang jahat, Tito."
Hening menguasai kami. Tak lama kemudian, gadis itu berujar, "Mungkin ini enggak masuk akal di mata kalian, tapi kelihatannya kalian semua percaya sama apa yang kubicarakan ini. Aku bakal memberikan kalian sentuhan terakhir sebelum kalian melupakan hal-hal aneh yang terjadi sama kalian. Untuk itu, aku menghadirkan anak-anak buahku di sini."
Eris, Ares, dan Jovi muncul dan berjalan ke arah kami. "Aku akan menghilangkan kenangan tentang tiga arwah ini, untuk kalian," kata gadis itu. "Mereka bertiga –Eris, Ares, dan Jovi harus menenangkan diri, harus bisa mengikhlaskan kalian agar kalian bisa menjalani hidup dengan baik tanpa bayangan mereka. Putri Alfiana Ulfa, Alnilam Orion Atmajaya, Nara Alicia Kim, pejamkan mata kalian. Aku akan mentransfer memori kalian agar masing-masing dari kalian bisa melihat memori teman kalian."
Aku memejamkan mataku, lalu melihat memori Ana.
Aku bisa melihat Ana yang menangis di dalam kamar mandi sekolahnya, berjalan sendirian di belakang anak-anak yang bergerombol sambil menahan tangis karena kesepiannya. Tanpa sadar, air mataku mengalir. Gadis yang dulu hanyalah gadis yang takut untuk memulai pertemanan, gadis yang merasa dijauhi, gadis yang merasa bahwa dirinya adalah definisi dari gelap, dan gadis yang hanya punya satu mimpi dalam hidupnya.
Menjadi penulis terkenal.
Namun, setelah itu dia mengalami suatu hal yang tidak disangkanya. Dia memiliki teman-teman yang selalu berada di sampingnya, Iyan yang cukup sering menghubunginya, dan mimpinya tidak hanya terbatas pada menjadi-penulis-terkenal. Mimpinya adalah mencintai dirinya sendiri dan menjadi lebih baik sebelumnya, tepat seperti yang diajarkan oleh Kak Bejo –guru musikalisasi puisinya.
Setelah itu, pandanganku menggelap lagi. Aku melihat Nilam. Nilam yang menciptakan sendiri monster kesepiannya, Nilam yang senang tertawa di luar namun merasa sedih ketika malam. Nilam yang merasa bosan dengan kehidupannya –belajar, bertemu teman yang itu-itu saja, dan diomeli. Nilam yang bercita-cita masuk STAN walaupun dia tahu bahwa dia tidak akan mampu. Namun karena itu adalah mimpinya, dia rela 'bertaruh nyawa' dan itu membuatnya lelah. Lalu, dia mencari kebahagiaan yang bisa membuatnya lari dari kehidupannya.
Tanpa sadar bahwa kebahagiaan itu perlahan bisa menjadi sebuah kegelapan yang membawanya ke distopia. Distopia yang menghapus memorinya tentang mimpi, dan Nilam pun akhirnya kembali bekerja keras untuk mencapai mimpinya. Ya. Aku sendiri bahkan bisa melihat semangatnya saat pertama kali bertemu dengannya di kelas STAN.
Lalu, aku melihat diriku sendiri. Penutup dari perjalanan mimpi. Mimpi yang ternyata gagal untuk diraih. Aku yang rela pergi ke luar pulau untuk bekerja keras dalam mencapai mimpiku, namun gagal.
"Akhir dari cerita ini, sedih atau happy ending itu bergantung padamu, Nara. Aku membutuhkanmu," Suara dari penyihir putih itu menggema di telingaku. Di hadapanku, aku melihat seekor kupu-kupu yang mati. Teori efek kupu-kupu. Aku tidak pernah berbuat baik, jadi aku tidak bisa mendapatkan apapun yang kuinginkan. Bukankah begitu?
"Ada hal kecil yang bisa membantumu."
"Hal kecil itu apa, 'The Witch'?" gumamku, tapi aku bertanya padanya.
"Pikirkan lagi apa yang sebenarnya kamu inginkan selain Universitas Tribhuwana Tunggadewi-mu, dan aku akan mewujudkannya. Aku akan mewujudkan mimpi kecil itu."
Aku terdiam sejenak, lalu mengambil kupu-kupu yang mati itu dan meniupnya. Kupu-kupu itu hidup seketika, terbang dan meninggalkanku.
"Aku akan tetap kuliah. Tahun ini," jawabku mantap.
"He?"
"Iya, 'The Witch'. Toh nilaiku juga enggak jelek-jelek banget kan? Aku akan tetap kuliah, walaupun bukan di Universitas Tribhuwana Tunggadewi sambil mengembangkan diriku di sana agar aku bisa pantas untuk masuk ke universitas itu tahun depan."
Hening. Sedari tadi memang hening, namun aku merasakan keheningan yang amat sangat hening.
"Baiklah," kata 'The Witch', akhirnya.
--**--**--
[A/N]
RAT sudah masuk pemira jadi aku harus menuntaskan ini juga hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange Spirit 3 : Dead Leaves ✔
Teen FictionBerawal dari sebuah kegagalan pertamanya, Nara Kim memutuskan untuk pergi keluar kota demi mencapai mimpinya ; menuntut ilmu di universitas impiannya. Tak disangka, Nara Kim harus terjebak dalam suatu lingkaran yang akan menuntunnya ke dalam sebuah...