Sembilan.

1.9K 325 40
                                    

Hari ini adalah hari yang sial bagi Gita.

Pertama, Ia harus berangkat ke sekolah sendirian. Di karenakan Kun memilih untuk menginap di kosan temannya yang dekat dengan kampusnya. Maklum, Kakaknya itu memang sedang gila-gilaan menyelesaikan skripsinya demi mengejar target kelulusan awal tahun depan. Sedangkan Ayahnya yang biasanya mau mengantarkan Gita ke sekolah sebelum berangkat kekantornya masih berada di luar kota, dan baru akan kembali lusa.

Kedua, tidak ada ojek online yang mau mengambil orderannya. Sehingga mau tidak mau membuat Gita harus menaiki angkutan umum.

Ketiga, setelah ia sampai disekolah gerbang depan sudah terkunci. Pertanda ia tidak boleh masuk kedalam dan mengharuskannya kembali pulang kerumah.

Namun Gita tidak ingin menyerah. Ia memilih tetap berdiri didepan pagar, sambil meneriaki Pak satpam yang sedang asik meminum kopi di pos jaganya, tidak mempedulikan Gita.

Setelah 15 menit berteriak hingga pita suaranya nyaris putus, Gita akhirnya menyerah. Ia berjongkok didepan pagar sambil memejamkan matanya dan bersender, memikirkan bagaimana caranya agar ia dapat masuk kedalam.

Saat tengah asik dengan pikirannya, tiba-tiba Gita merasakan sesuatu yang dingin di pipinya. Gita membuka matanya. Pupilnya membesar melihat sosok Jeno yang ada dihadapannya kini tengah menempelkan air mineral di pipinya.

"Nih, minum dulu. Capek kan teriak-teriak?"

Bukan, itu bukan suara Gita. Melainkan suara Jeno yang menyodorkan air mineral itu kepadanya.

Gita meraih air mineral tersebut. Membuka tutupnya, lalu meneguknya dengan terburu-buru hingga habis setengah botol.

Jeno tertawa kecil melihat tingkah Gita yang seperti baru saja melakukan lari marathon.

Gita secara refleks memegang jantungnya melihat Jeno tertawa kecil seperti itu. Saat ini jantungnya berdetak sangat cepat.

Jeno lalu mengulurkan tangannya, hendak membantu Gita berdiri. Gita yang masih bingung dengan situasi yang sedang terjadi saat ini hanya diam memandangi tangan Jeno.

"Ayo, mau sampe kapan kamu jongkok disitu? Gak akan dibukain gerbangnya sama satpam," kata Jeno lembut.

Gita masih saja diam. Merasa situasi ini hanya halusinasi baginya. Pikirannya melayang entah kemana. Tidak menerima uluran tangan Jeno.

Merasa gemas sendiri, akhirnya Jeno memilih menarik tangan Gita dan membuat Gita otomatis berdiri. Jeno lalu berjalan tanpa melepas pegangan tangannya dengan Gita.

"Kita mau kemana?" tanya Gita saat kesadarannya sudah kembali.

Jeno tak menjawab pertanyaan Gita. Ia menuntun Gita berjalan kearah warung makan yang tak jauh lokasinya dari sekolah. Setahu Gita, warung makan ini sering dijadikan tempat anak-anak basket berkumpul setelah mereka selesai latihan.

Jeno berjalan ke salah satu meja, menarik kursinya, dan menyuruh Gita untuk duduk disitu. Setelahnya, ia memesan 2 mangkuk bubur lalu kembali menghampiri Gita dan duduk dihadapannya.

Tak lama, pesanan mereka pun datang. Setelah mengucapkan terimakasih, Jeno melihat ke arah Gita.

"Makan dulu nih," ujar Jeno.

"Kita ngapain kesini? Aku mau masuk ke kelas Jen," kata Gita yang tak memperdulikan ucapan Jeno.

"Iya, nanti kita masuk ke kelas abis jam pelajaran pertama. Sekarang Jaemin sama Mark belum bisa bantuin. Tau sendiri kan jam pelajaran pertama Pak Kai. Kita nggak dibolehin keluar kelas," Jeno menjelaskan.

Sejujurnya Gita sedikit terharu. Tidak, bahkan ia benar-benar terharu saat ini, karena Jeno berbicara panjang lebar kepada dirinya. Saking tidak percaya dengan Jeno yang ada dihadapannya kini, Gita mencubit tangannya sendiri.

North Stars | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang