Tujuhbelas.

1.7K 270 16
                                    

Gita memasukkan modulnya kedalam tas. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. Sudah 3 jam ia menghabiskan waktunya di tempat Bimbel. Minggu ini merupakan minggu pertamanya kembali aktif belajar setelah kurang lebih 2 minggu melangsungkan liburan akhir tahun.

Gita merapikan tasnya, setelah itu segera beranjak menuju lobby. Ia membuka aplikasi ojek online, hendak memesannya. Namun saat tengah mengetik alamat tujuan, layar ponselnya menampilkan panggilan masuk dari Jeno.

"Halo.." Gita mengangkat panggilan tersebut.

"Dimana?" tanya Jeno.

"Ditempat les, baru selesai. Kenapa?"

"Oh, Yaudah. Cepet ya."

Jeno memutuskan panggilannya secara sepihak. Gita mengernyitkan alisnya. Ia melihat kearah ponselnya yang sudah kembali menampilkan menu utama, Jeno memutus sambungannya secara sepihak. Karena sudah lelah, Ia memilih mengabaikan ucapan Jeno yang tidak ia mengerti. Gita kembali membuka aplikasi ojek onlinenya, dan mengetik lokasi penjemputan dan tujuannya. Gadis itu berjalan ke depan sambil asik melihat ke arah ponselnya. Baru saja melewati pintu keluar, tasnya yang berada di pundaknya tiba - tiba ditarik dari belakang. Gita yang masih asik dengan ponselnya sontak terkejut, ia menoleh ke arah belakang, hendak melihat siapa yang menarik tasnya. Gita terkejut, dilihatnya sosok Jeno yang saat ini masih memegang tasnya.

"Lama banget. Di tungguin dari tadi juga," Laki – laki itu menggerutu.

"Kamu ngapain disini?" tanya Gita.

"Jalan – jalan. Ya, jemput kamu lah."

"Aku kan nggak minta dijemput."

"Emangnya aku nggak boleh jemput kamu kalo kamu nggak minta?"

"Bukannya gitu, tapi—"

"Tapi apa? Nggak suka kalo aku jemput?" Jeno mulai sewot.

"Suka. Tapi—aduh, kok kamu jadi marah - marah, sih?! Aku kan cuma nanya." tanya Gita frustasi.

"Siapa yang marah? Aku nggak marah," Jeno mengelak dengan nada yang sedikit nyolot

"tuh, ngomongnya kayak gitu."

Jeno menghela nafasnya, "Maaf. Nih, Udah nggak kayak tadi kan ngomongnya." Ia menurunkan nada bicaranya menjadi lebih lembut.

"Kamu kenapa sih? Lagi capek ya?"

"Enggak kok, udah yuk pulang. Nanti kemaleman," kata Jeno. Ia segera menarik tangan Gita dan menuntunnya menuju ke motornya.

Jeno membuka jok motornya, Ia mengambil helm berwarna biru langit dan menyerahkannya kepada Gita.

"Nih, pake."

Gita menatap helm yang ada di tangan Jeno dengan ekspresi bingung. Namun Perempuan itu menurut, mengambil helm itu dan memakainya.

"Helm siapa nih?" tanya Gita kepada Jeno yang tengah menutup jok motornya.

"Punya kamu," jawab Jeno. Laki – laki itu meraih helm hitam miliknya yang tergantung di kaca spion motor.

"Perasaan aku nggak punya helm."

"Ya karena kamu nggak punya helm, makanya aku beliin. Di pake pokoknya setiap naik motor." Ucap Jeno. Laki - laki itu naik ke atas motornya.

"Ayo, cepet naik. Kok diem aja?" Jeno menoleh kearah Gita yang masih saja diam ditempatnya.

"Iya, sabar dong!" ujar Gita. Ia segera naik ke atas motor Jeno.

Jeno pun segera melajukan motornya, membelah jalanan malam yang masih saja ramai dilalui oleh para pengendara. Setelah 10 menit berkendara, Jeno memberhentikan motornya disalah satu warung tenda pinggir jalan yang suka ia datangi bersama teman – temannya.

North Stars | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang