Jika bertahan sangat menyakitkan, apakah meninggalkan akan terasa membahagiakan?.
~Zahira Ayyuna***********
Aku menginjakkan kakiku di sebuah universitas ternama di Ibukota Indonesia. Sebutlah aku anak rantau, sebab pada kenyataannya di sini aku memang seorang diri.
Aku Zahira ayyuna, mahasiswa baru jurusan psikologi. Aku pendatang dari sebuah desa di Jawa Tengah. Memberanikan diri hidup di kota besar seperti Jakarta, dan menjauh dari orang tua. Berusaha terbiasa dengan bising dan macetnya kota metropolitan, berbeda jauh dengan desa tempatku tinggal yang masih asri dan damai.
Aku menyusuri koridor kampus, mencari letak ruang kelasku yang entah ada di mana. Salahkan mengapa universitas ini memiliki gedung yang teramat luas dan besar.
"Lantai 3 ruang C4, aihh naik lift dong" gumamku. Aku mencari di mana keberadaan lift yang akan membawaku ke lantai atas.
Ting
Aku segera memasuki lift, dan menekan tombol yang bertuliskan angka 3. Di dalam aku tidak sendiri, ada seorang lelaki dengan setelan yang amat sangat rapi, ah rasanya tidak mungkin jika dia seorang mahasiswa.
"Mahasiswa baru?" tanya lelaki itu yang membuatku gelagapan, antara bingung dan juga canggung.
"eh, iya" jawabku singkat. Dia hanya mengangguk tanda mengiyakan. Tak terasa pintu lift terbuka, menandakan aku telah sampai di lantai tiga. Dengan tergesa dan tidak menoleh pada lelaki di sebelahku, aku keluar dari lift dan mencari ruang kelasku.
"ah akhirnya ketemu" aku begitu lega kala menemukan ruang kelasku, tidak begitu jauh, hanya melewati sekitar tiga ruang.
Aku segera mencari bangku yang kosong, lalu mendudukinya dengan santai. Aku juga berkenalan dengan beberapa teman sekelasku, mereka baik dan ramah. Hampir separuh mahasiswa di kelasku juga pendatang dari luar ibukota. Aku bernafas lega, ketika mendapati seorang teman yang mulai akrab denganku, dia Widia ivanka atau biasa dipanggil Widi.
Baru saja aku duduk beberapa menit, seorang pria memasuki ruang kelasku yang kuyakini ia dosen di mata kuliah pertamaku. Eh, tapi tunggu dulu aku seperti mengenalinya. Dia kan, yang tadi satu lift denganku. Astaga.
"Baik, selamat pagi semua." suara beratnya menggema ke seluruh penjuru kelas. "Pagi pak." jawab teman-teman kelasku.
Aku menundukkan kepalaku, rasanya aku malu. Aku berpikir, tadi aku bersikap sopan tidak ya sewaktu di lift, bagaimana kalau menurut beliau aku kurang sopan. Haduh, nyari mati ini namanya.
"Zahira, lo kenapa?" bisik Widi padaku. "lo tau, bapak dosen itu yang tadi satu lift sama gue. Gimana kalau tadi sikap gue menurut beliau ngga sopan?" ungkapku pada widi.
"Santai aja, rileks rileks." ucap widi sambil tersenyum padaku. Kuberanikan diri menatap ke depan, mengarahkan indera penglihatanku pada pria yang tengah berdiri di depan ruang kelasku.
Hingga, tatapan mata kami bertemu dan beliau memberikan senyuman padaku. Oh astaga, tampan.
" Baik, karena ini adalah hari pertama kalian menjadi mahasiswa, dan juga hari pertama pertemuan kelas dengan saya. Saya akan memperkenalkan diri saya" Ucapnya. Para mahasiswi di kelasku menatap dosen itu dengan tatapan kagum, ya harus kuakui beliau sangat berwibawa dan juga tampan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAHIRA [SELESAI]
Teen FictionKulalui liku hidup, meski berderai air mata. Kadangkala dunia terasa sangat tidak adil, menguji makhluk yang bahkan telah lunglai. Duniaku terasa sangat menyakitkan. Luka demi luka kuseka, tapi duka tak henti memenjara. Entah kapan terakhir kali aku...