Setelah memberi obat pada Derika. Rayn keluar ke toilet sebentar dan ia meninggalkan tas nya di Uks.
Derika tersenyum senang dan langsung membuka tas Rayn karena ingin tahu isinya.Dan benar saja, ada yang spesial di tasnya. Boneka yang visualnya mirip dengan Vara tak sengaja ia bawa ke sekolah.
Setelah Rayn kembali dari toilet, ia melihat Derika yang sedang memegang boneka miliknya.
"Rika! Jangan!" kata Rayn tegas sambil mengambil boneka nya dari tangan Derika.
"Haha.. kenapa kak? Malu ya??" tanya Derika senang.
"Gak usah malu kak. Coba sini kak," ucap Derika sambil mengambil boneka nya dan keluar dengan perasaan bahagia.
Rayn berdecak kesal dan hanya bisa mengikuti Derika sambil mencoba mengambil kembali boneka itu.
^^^
Nathan terus menjaga Vara, ia khwatir karena Vara yang tiba-tiba pingsan di depan nya langsung.
Sedangkan Rayn tak di perolehkan Nathan untuk menyentuh Vara.Sampai-sampai Rayn berkelahi di depan Uks dengan Nathan, dan tentu saja Rayn kalah karena Nathan tak ada tandingannya dalam hal adu otot.
Tiba-tiba saja Vara mulai sadar dan membuka matanya. Pandangan yang ia lihat pertama kali ialah Nathan.
"Var, Lo baik-baik ajakan?" tanya Nathan.
Vara tak menjawab pertanyaan Nathan. Ia masih mengumpul kan semua tenaga nya untuk mencoba duduk.
"Di rumah sakit ya?" tanya Vara sambil memegang kepalanya yang masih terasa pusing.
"Iya Var."
"Maaf ya, Gue gak berani nelfon nyokap lo," lanjutnya.
Nathan memiliki masa lalu yang kelam, dan keluarga Vara berusaha menajuhkan Nathan dengan Vara karena bagi mereka Nathan tak baik.
"Iya, Gapapa," jawab Vara.
Vara melihat Nathan lebih teliti lagi, mulai dari wajah, tangan hingga lengan nya yang ada bercak darah.
Nathan sadar dan langsung menyembunyikan lengannya.
"Kenapa?" tanya Vara.
"Biasalah.." jawab Nathan.
"Kelahi sama siapa? Jangan bilang sama Rayn?" tanya Vara lagi.
Nathan diam dan Vara mengerti. Vara berdecak kesal sambil mengambil ponsel yang ada di saku nya. Mencoba mencari nama Rayn di sana.
"Dia sama Derika di ruangan sebelah," jawab Nathan.
Tangan Vara pun terhenti saat Nathan mengatakan hal itu. Ya, kini mereka tidak berada di ruangan kamar khusus untuk Vara tapi ruangan yang terdiri dari banyak ranjang rumah sakit dan tirai sebagai pembatasnya.
"Nath, gue bisa minta tolong gak?" tanya Vara.
"Beliin roti coklat, gue laper," lanjutnya.
"Yaudah, tungguin ya," kata Nathan.
Akhirnya Vara bernafas lega setelah Nathan pergi.
Ia melihat ke arah tirai yang sebagai pembatas antara ruangan Vara dengan Rayn.Tak lama kemudian dokter datang dengan menyapa Vara.
"Hai Vara," sapa Dokter Nita.
Dokter Nita adalah sahabat ibu Vara, jadi mereka saling mengenal.
"Gimana? Udah baikan?" tanya Dokter Nita.
Vara hanya tersenyum sedangkan Dokter Nita memeriksanya beserta perawat yang ikut bersamanya.
"Mama kamu udah tante telfon. Tapi, mama kamu lagi rapat katanya." jelasnya lagi.
"Tan, bilang ke mama gak usah datang, Vara sama teman Vara kok."
"Yaudah, kalau itu mau kamu."
Srett
Dokter Nita membuka tirainya dan terlihatlah Rayn yang sedang terbaring dengan pipinya yang merah serta kening yang sudah di perban.
Sedangkan Derika duduk di samping
Rayn sambil melihat Vara.Vara melihat ke arah Rayn dengan pandangan kecewa. Akhirnya pandangan mereka teralihkan dengan Dokter Nita yang menanyakan keadaan Rayn.
Setelah cukup lama, Dokter Nita pergi dengan membuka tirainya tanpa menutupnya kembali.
Perasaan tak nyaman kini dirasakan Vara. Apa lagi Derika yang berada di samping Rayn.
Sangat sakit.Dengan cepat Rayn duduk dan menepis tangan Derika. Ia berdiri dan berjalan ke arah Vara lalu menutup tirainya.
Kini tinggalah mereka berdua. Saling menatap satu sama lain dengan perasaan yang kacau.
Vara memutuskan kontak mata itu dan membalikkan tubuhnya membelakangi Rayn.
"Aku bisa jelasin," kata Rayn.
"Pergi," ucap Vara.
"Enggak. Kali ini gue harus jelasin semuanya," kata Rayn tegas.
Vara bangun dari posisi tidurnya dan melepas infus yang ada di tangannya.
Melihat itu Rayn kaget dan langsung menahan Vara agar tidak pergi."Jangan pergi Var," ucap Rayn.
Dan tiba-tiba saja tirai nya terbuka dan memperlihatkan seorang pria yang sangat Rayn kenal bersama para dokter yang lainnya.
"Papa?"
Saat itu juga Rayn langsung menunduk dan tak mau menunjukkan wajah nya yang habis berkelahi.
Ayah Rayn hanya bisa melihat anaknya dengan tatapan dinginnya.
Saat itu juga Derika masuk kedalam ruangan Vara dan merasakan ketegangan di antara mereka.
"Derika? Kamu disini juga?" tanya Ayah Rayn.
Vara bingung karena ternyata ayah Rayn mengenal Derika.
"Iya om, Rika temani Rayn," jawab Derika.
"Kalian pergi saja dulu," kata Ayah Rayn pada teman-teman dokternya.
Setelah itu, Ayah Rayn memasang infus nya lagi ke Vara. Lalu ia kembali melihat Rayn yang wajah nya tampak kesal.
"Derika, Abang kamu kenapa? Kok cemberut terus?"
"Abang?" - Vara"Jadi Vara, kamu udah kenal sama Derika? Dia udah anggap Derika kayak adiknya. Dari kecil emang suka cekcok. Haha.. kali ini, Rayn pasti-"
"Om," panggil Vara.
"Vara boleh pulang gak?" lanjutnya.
Ayah Rayn hanya melihat Vara bingung dan akhirnya tersenyum.
"Sebentar lagi ya nak,"
^^^
Vara masih berdiam diri di kamar sambil memikirkan bahwa siapa yang salah? Vara atau Derika?
Akhirnya Vara tahu jika Derika adalah anak sahabat orang tua nya dan mereka sudah dekat sejak kecil.
Memang pantas saja Rayn bersikap seperti itu tapi disisi lain, Vara masih tetap terima.
Ia sangat bingung.Dan Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan Vara langsung melihat ke arah sumber suara.
"Mama?"
"Kamu kenapa dikamar terus?" tanya Ibunya.
"Gapapa ma," jawabnya.
"Mama mau bilang sesuatu sama kamu,"
"Bilang apa?"
....
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA & IPS
Novela Juvenil[FOLLOW ME] [ig: rruna.tbn] -Ipa- "Biasalah nama nya juga anak sosial.. tahu nya cuma ngomong sana sini, bising, gak teratur.. tau ah.. bayangin nya aja udah kesel gue" -Ips- "Anak ipa? Culun, gak tahu gaya, kudet! Kerjaan nya ngitung mulu, bawa tas...