Part 28

1.9K 107 0
                                    

Suasana nya sekarang telah berubah.
Dulu, jika guru rapat. Dini, Bryan, Dito dan Vara akan berkumpul, bersenang-senang dengan candaan dari Dito dan Bryan. Tapi, kini telah berbeda.

Vara dan Dini duduk seperti biasanya di depan kelas sambil menikmati cemilan yang Dini bawa.
Sedangkan Bryan dan Dito sudah tak terlihat lagi di kelas.

"Gue ke toilet dulu ya Var," kata Dini sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Hmm," balas Vara.

Dini berjalan ke toilet, ia melewati koridor yang kebanyakan para pria seangkatannya.
Dini tahu kalau pasti banyak laki-laki tapi Dini tetap tak peduli karena ia tak pernah takut.

"Dini~" panggil Diki sambil menghalangi jalan Dini.

"Diki! Punya Bryan tuh, " kata Fikri pada Diki.

"Bukannya udah putus? Iya kan din?" tanya Diki.

"Minggir!" ucap Dini tegas.

"Kalau gue ga mau gimana?"

"..."

Diki tersenyum remeh pada Dini. Ia berjalan dan Dini mulai melangkah mundur.

Dini berhenti mundur karena ia sudah bersandar pada tembok.

"Diki.. Jangan gangguin," kata Zio

Diki hanya tersenyum dan berjalan mendekati Dini dengan sorotan mata mengejek.

Dini yang tadinya punya banyak keberanian, kini menciut. Ia menutup matanya karena tak mau melihat Diki.

Bugh

Dini kaget dan melihat Diki yang sudah jatuh ke lantai sambil memegang pipinya. Kemudian ia melihat ke arah lain.

Ada Bryan. Sosok yang ia rindukan. Sosok yang ia benci dan belum bisa ia maafkan.

Bryan yang masih tersulut emosi, berjalan mendekati Diki dan menarik kerah bajunya hingga Diki berdiri.

"Kenapa? Lo marah? Emangnya lo siapa?!" kata Diki setengah berteriak.

"Gue pacarnya, Kenapa? Lo masih suka sama Dini? Iya? Berapa kali lo kecewain dia? Ha!!" teriak Bryan marah.

Diki yang semakin tersulut emosi menarik kerah baju Bryan sambil tersenyum remeh.

"Sebelum bicara mikir pakai otak. Lo lebih parah," ucap Diki dan itu membuat Bryan tak sanggup berkata-kata lagi.

"..."

Diamnya Bryan, membuat semakin orang-orang berdatangan. Termasuk Vara, Rayn dan juga yang lainnya.

Baru saja Rayn berjalan selangkah untuk menghentikan perkelahian nya, Dini lebih dulu berjalan mendekati Bryan.

"Enggak, Bryan gak pernah buat gue kecewa," kata Dini.

"Lo salah ki," lanjutnya.

Setelah mengatakan itu, Dini berlari pergi ke tempat biasanya ia datangi.
Rooftop.

Angin bertiup perlahan, cuaca mendung membuat Dini semakin terbawa suasana.
Ia berjalan dan duduk di tepi gedung seperti biasanya.

Ia menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum.

Tiba-tiba seseorang datang dan duduk di samping nya. Dini tahu orang itu, Tanpa melihat Ia langsung tahu siapa.

Bryan, Pasti Bryan.

"Sejak kapan suka disini?" tanya Bryan seolah-olah tak ada yang terjadi.

"..."

"Din, Gue gak suka pacar gue di gangguin sama mantannya," ucap Bryan.

"Kita udah putus."

"Kapan? Kok gue gak tahu?"

"Gue mau sendiri," ucap Dini.

"Yaudah Gapapa, Padahal gue mau minta obatin. Kayaknya sama anak uks aja," gumam Bryan sambil memegang tangannya yang terluka akibat berkelahi dengan Diki.

Dini mengalihkan pandangan nya dan melihat tangan Bryan yang terluka. Ia juga melihat Bryan yang sudah membawa kotak obat.

"Yaudah sini," kata Dini.

Ia mengambil kotak obatnya dan memegang tangan Bryan yang terluka.

Perlahan ia mengobati tangan Bryan dengan membersihkan lukanya dengan alkohol.

"Sakit Din!!! Ahkk!!" teriak Bryan.

"Bisa diem ga sih? Udah besar masih kayak anak SD," balas Dini.

Ia tak melihat Bryan yang sudah tersenyum dari tadi. Bryan sungguh hebat berakting.

"Udah.. gak usah di obatin. Sakit-"

"Diem atau gue jatuhin lo kebawah?!" ancam Dini.

"Lo tega?" tanya Bryan.

"Ya enggalah!!" kata Dini tegas sambil melihat Bryan kesal.

Dini menyadari ada yang salah dari perkataannya dan mulai salah tingkah.

Mata mereka bertemu, Dini yang tak nyaman langsung memutuskan kontak dan kembali fokus ke tangan bryan.

"Udah ya din," kata Bryan.

"U-udah apa?" tanya Dini.

"Marahannya," jawab Bryan.

"..."

Bryan memegang tangan Dini, lalu ia melihat Bryan yang telah membuatnya jantungnya berdetak kencang.

Kemudian Bryan memeluk Dini dengan lembut.
Di cuaca gelap ini, angin semakin kencang membuat rambut dini beterbangan dan air matanya yang jatuh dengan cepat.

"Maaf din. Gue gak ada niat buat mempermainkan lo atau nyakitin siapapun. Kita jangan putus ya," kata Bryan.

^^^

Akhirnya bunyi bel pulang berbunyi. Dini menyusun bukunya masuk kedalam tas dan bersiap-siap ingin pulang.

"Din, Lo gapapa kan?" tanya Vara.

"Iya gapapa," jawab Dini.

"Bryan mana? Kok dia gak kelihatan ya?" tanya Vara.

"Ga tau Var."

Mereka berjalan pulang dan tiba-tiba saja Rayn menghampiri Vara lalu mencubit pipi vara.

"Rayn!!" teriak Vara kesal.

"Pulang bareng ya," kata Rayn.

"Gue mau naik bus sama Dini," balas Vara.

"Kita bisa sama-sama," kata Rayn.

"Gue gak bisa," jawab Dini.

"Bareng sama gue gak bisa?" tanya Rayn kaget.

"Kalau sama gue mau kan?!" tanya Vara heboh.

"Sorry, gue gak bisa sama kalian," jawab Dini.

"Kenapa?!" tanya mereka serentak.

"Dini!!"

Rayn dan Vara melihat ke arah sumber suara.

Bryan melambaikan tangan di atas motor sportnya.
Dini hanya terkekeh geli. Akhirnya ia bisa tersenyum dengan tak terpaksa hari ini.

"Gue sama Bryan. Gapapa kan?" tanya Dini.

"Gapapa!" Jawab mereka lagi serentak.

Dini tersenyum dan berlari ke arah Bryan lalu ia memberikan jacket nya untuk Dini.

Setelah naik di atas motor,  Bryan menarik kedua tangan Dini agar memegang pinggangnya dengan erat.

Bryan melambai pada Rayn dan Vara lalu pergi meninggalkan mereka.

"Vara!! Besok aku bakal bawa motor," kata Rayn semangat.

"Rayn!!" ucap Vara sambil berjalan mendahului Rayn.

Vara tersenyum begitu juga dengan Rayn.

...

IPA & IPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang