Jiseo merasakan perih ketika ia baru saja sadar dari ketidaktuannya malam tadi. Kepalanya sedikit bergerak, ia melihat cahaya menyorot tepat mengenai matanya. Tubuhnya terasa sakit berselimutkan selembar kain usang yang menutupi tubuh setengah telanjangnya. Napasnya terasa sesak, tersengal meronta seperti tak dapat ia gapai. Jiseo mencoba menggerakkan tubuhnya, tapi naas tangan dan kakinya terikat kuat dan tak bisa ia lepas walau dengan sisa tenaga yang ia miliki. Kepalanya sakit dan terlihat beberapa lebam di sekujur tubuhnya juga luka gores dengan darah mengering di wajahnya.
"Akh!"
Jiseo mengerang, menatap sekeliling dengan netra nanarnya. Suara lirih serak tertahan saat ia akan meronta hanya untuk sekedar minta tolong. Ia tidak tau apa yang sudah ia alami selama ia tak sadarkan diri.
"Sallyeojwo juseyo ... ."
Ia menangis setelahnya, terkurung di tempat sempit dengan kertas dan komputer yang menyala. Tubuhnya meringkuk terikat di atas tempat tidur single berdebu dan kipas angin yang berputar sangat pelan di dalam ruangan tanpa jendela. Rambut Jiseo bahkan telah basah oleh keringat, aroma tak sedap pun menguasai tempat yang seolah seperti pembuangan mayat. Jiseo juga bisa melihat banyak botol soju, kaleng beer dan juga sisa makanan berserakan di sekitarnya. Siapa mereka? apa yang sudah mereka lakukan?
"To-tolong ... ."
Jiseo mencoba terus berteriak sambil menggerakkan tubuhnya walaupun sakit. Ia takut, sangat takut dengan apa yang sekarang menimpanya. Ditambah Jiseo mendengar ada suara orang yang datang dengan tawa gembiranya. Siapa mereka? apakah orang yang semalam Jiseo temui. Tunggu ...
"Kalian memang benar-benar bisa diandalkan."
Suara itu sangat familiar di telinga Jiseo. Matanya membola seketika saat tau siapa yang kini tengah berdiri angkuh di ujung tempat tidurnya.
"Tuan-Shin?"
"Ah, Nona Jiseo ...," ia nampak bahagia bertemu dengan Jiseo yang terkapar tak berdaya di atas ranjang.
"K-kau ...,"
"Kau lupa denganku?" ia duduk di ujung tempat tidur sambil mengulurkan tangan, hendak mengusap pipi Jiseo tapi gadis itu mengelak, "Ah ...," pria bermarga Shin itu tertawa keras, "percuma saja, tubuhmu itu sudah dijamah oleh mereka berdua," katanya.
Lagi-lagi Jiseo terkejut apalagi ketika kedua orang yang datang bersama pria brengsek itu tertawa seolah membenarkan perkataannya. Jiseo terus meronta, menangis ketakutan dan berusaha melepaskan diri sampai kedua orang suruhan pria bernama keluarga Shin itu memeganginya. Membekap mulutnya, menampar dan melecehkannya. Jiseo terengah, matanya menatap nyalang pria menjijikkan yang baru saja membuka pakaiannya. Tubuhnya sudah cukup lemas dan tak berdaya dan sekarang ia dipaksa untuk melayani pria yang telah membuatnya seperti ini. Jiseo terus melawan sampai akhirnya tamparan keras membuatnya kembali tak sadar kemudian terbangun dengan rasa nyeri dan sakit di sekujur tubuhnya. Jiseo mengerang, meminta bantuan dengan suara parau tercekat di tenggorokan. Ia menangis sia-sia seolah orang yang tengah menikmati wine di sampingnya telah tuli.
"Aku tidak pernah menyangka akan melakukan ini pada seorang wanita secerdas dirimu," Pria Shin itu berbalik, "kalau saja kau tidak pernah menolak tawaranku atau tidak menghina designku dengan mulut kecilmu itu, semua tidak akan terjadi," ia sedikit mendesis.
"Sampai kapanpun-kau-kau tidak akan pernah mendapat-jawaban baik untuk kerjasamamu denganku," lirih Jiseo.
"Tidak masalah," bibirnya menyungging. "Aku akan melihatmu mati dan ...," ia menjeda, membalikkan gelas kosongnya lalu melirik menatap Jiseo, "setidaknya satu saingan bisnisku berkurang," kemudian tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
형제 [SIBLING] × Jungkook [BAD SERIES] [PERMANENT CLOSE!] √
FanfictionTEMPORARY CLOSE! 30 Juni 2020 20180627 Tidak banyak yang tau kehidupan Jungkook setelah ia turun dari panggung. Jungkook yang berkharisma akan berubah menjadi iblis kecil saat bertemu dengan kakak perempuannya. ⚠️Incest!20+ disclaimer Ji ©2018