"Melvin. Masuk yok! Lumutan ni gue nungguinnya," ajak Arkan setelah menunggu lama duduk di depan kamar rawat inap Geraldi.
Melvin mengangguk. Kemudian mengikuti Arkan masuk ke kamar rawat inap Geraldi.
"Njir, muka lo. Habis digebukin berapa orang lo?" ucap Arkan ketika melihat wajah Geraldi terdapat beberapa luka.
"10 orang–"
"Seriusan lo? Terus gimana?"
"Ya gak gimana gimana."
"Gimana ceritanya dah?" tanya Melvin yang ikut mendengarkan.
"Awalnya ada sekitar 15 orang ngikutin gue." Geraldi memulai ceritanya.
"Mereka naik motor?" tanya Arkan.
"Yaiyalah naik motor lu kata mereka naik ojek," timpal Melvin.
"Yaelah gue kan cuman nanya."
Geraldi menggelengkan kepala melihat kelakuannya temannya. "Terus gue ngebutin motor gue pas lampu merah. Nah pas disitu mereka banyak yang kehalau sama mobil-mobil dari arah lain."
Melvin dan Arkan mengangguk pertanda mengerti dengan apa yang diucapkan Geraldi.
"Kenapa lu gak banyak ngelewatin belokan, kan lumayan buat lepas dari kejaran mereka." Melvin menimpali.
"Gue udah ngelakuin hal itu, tapi tetep mereka ngejar gue."
"Mereka bisa ngejar lo? Apa jangan-jangan mereka anak motor?"
Arkan menjentikan jarinya. "Nah, gue sepemikiran sama lo."
Geraldi menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa gue gak kepikiran soal hal itu ya?" batinnya.
"Lo tau siapa mereka?" tanya Melvin lagi.
Geraldi menggeleng. "Gue gatau siapa mereka."
Geraldi berdiri dari tempatnya, dan tangannya mengepal. Entah mengapa, fikirannya tertuju pada Daffan. Apa Daffan mau bales dendam? Lagian gue gak punya masalah sama anak motor lain. Geraldi membatin. "Apa jangan-jangan–"
"Wow Ger, lo gak boleh nyimpulin gitu aja," ucap Melvin seolah-olah mengerti siapa yang Geraldi maksud.
"Lo belum nemuin bukti kalo dia emang pelakunya," lanjutnya.
Melvin benar. Bagaimana kalau dugaannya salah? Tapi selama ini yang selalu memiliki dendam padanya adalah Daffan. Kalau bukan dia lalu siapa?
"Mending lo pulihin dulu diri lo. Lo gak akan bisa nemuin mereka dalam kondisi kayak gini,"
Geraldi kembali duduk lalu mengacak rambutnya kasar. "Liat aja nanti, gue bakal cari pelakunya. Bakal gue kasih pelajaran!" batinnya.
Melvin menepuk bahu Geraldi. "Tenang aja, kita semua bakal bantuin lo."
"Lo pada ngomongin siapa sih? Gak ngerti gue," ujar arkan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kayak lo gak tau aja," balas Melvin.
Melvin melihat Karissa yang duduk di sebelah Geraldi dan mata Karissa yang terlihat sembab, seperti habis menangis. "Siaduh lo nangisin anak orang Ger?"
"Enggak. Siapa bilang gue nangis," bantah Karissa.
Arkan berjalan mendekati Geraldi lalu menepuk salah satu sisi pipinya.
Geraldi meringis. "Sakit tolol!"
"Ohh sakit kirain kagak." Arkan mangut-mangut berpura-pura tidak tahu kalau itu sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERALDI [SUDAH TERBIT]
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ^^ SUDAH TERBIT DI GLORIOUS PUBLISHER YANG MAU BELI NOVELNYA, BISA BELI DI SHOPEE YAA ^ ^ MAMPIR JUGA KE WORK 'EQUANIMITY' YUK Geraldi Fadhli Rezkiansyah, siapa yang tak mengenali cowok itu? Satu sekolah pasti sudah tahu...