70

55K 3K 974
                                    

Sebuah mobil putih melesat, keempat rodanya berputar bergesekan dengan aspal. Sang pengemudi tak mengalihkan pandangannya. Sorot matanya terfokus pada satu titik, yaitu jalan raya.

Geraldi menginjak gas untuk menambah kecepatan mobilnya. Ia tak henti-hentinya memikirkan keadaan Karissa saat ini. Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi pikirannya. Apakah Karissa baik-baik saja? Apakah Arel menempati janji untuk tidak melukai Karissa? Shit! Jika sesuatu yang buruk terjadi pada Karissa, ia akan menghabisi Arel dan tak akan memaafkan dirinya sendiri karena gagal melindungi gadis itu.

Kecepatan mobilnya menurun ketika Geraldi melihat sebuah gudang berjarak beberapa meter darinya. Ia mematikan mesin mobil disana. Hal itu sengaja ia lakukan, agar ia bisa membaca situasi tempat itu terlebih dahulu. Gudang itu terlihat gelap dan sepi, membuat Geraldi kembali berpikir. Nampaknya, Arel tak menggunakan antek-antek layaknya yang Daffan lakukan waktu itu. Akan tetapi, Geraldi harus tetap waspada karena bahaya bisa datang secara tiba-tiba dan tanpa mengenal waktu.

√√√

Kelopak mata Karissa yg semula terpejam kini terbuka. Karissa mengedarkan pandangan ke semua sudut ruangan. Objek pertama yg ia lihat adalah tumpukan barang tak terpakai yang berserakan. Bukan hanya satu, melainkan ada beberapa tumpukan dimana-mana. Tempat apa ini? Dan dimana ia sekarang? Apakah tempat ini adalah gudang? Bisa di bilang tempat ini adalah tempat yang cukup luas untuk ukuran gudang. Karissa bangun dari posisi tidurnya. Kedua tangan dan kakinya terikat oleh tali membuat Karissa sulit bergerak. Ia tidak bisa kemana-mana, terlebih lagi untuk kabur.

Hal yang Karissa ingat terakhir kali adalah ia pergi ke sebuah tempat bersama Arel. Ketika Karissa memasuki tempat itu, seseorang membekap mulutnya dengan sapu tangan, lantas Karissa tak sadarkan diri. Karissa menerka-nerka. Apa mungkin Arel lah yang membekap mulutnya? Karena tidak ada orang lain selain Arel yang tengah bersamanya bukan?

Karissa menggerakan kedua tangannya untuk mencoba melonggarkan tali yang mengikat kedua tangannya. Namun hasilnya nihil. Ikatan tali itu terlalu kuat. Karissa berusaha keras sekali lagi, akan tetapi hasilnya tetap sama. Bukannya terlepas, pergelangan tangannya malah terasa sakit karena bergesekan dengan tali.

Tetesan air mata jatuh lalu mengalir turun ke pipi. Karissa ketakutan, ia tidak tau dimana ia sekarang, tujuan sang penculik menculiknya, dan bagaimana caranya agar ia bisa kabur dari sini.

"Geraldi aku takut," lirih Karissa, walaupun ia tau Geraldi pasti tidak bisa mendengar suaranya saat ini.

Karissa duduk dengan menyandarkan punggungnya di dinding seraya menekuk kedua lututnya. Ia memandang sebuah ventilasi. Sorotan cahaya bulan menembus ventilasi, dan masuk ke dalam gudang. Hanya itu penerang yang mampu menerangi gudang ini. Gelap, dingin, sunyi, rasa takut, itulah yang Karissa rasakan saat ini.

Pintu gudang terbuka. Sontak Karissa menolehkan kepalanya menuju sumber suara, dan ia menyudahi isak tangisnya. Seseorang berdiri di ambang pintu, lalu berjalan mendekatinya. Mata Karissa membulat sempurna ketika ia melihat wajah orang yang kini sudah berdiri di hadapannya. Dia adalah Arel. Karissa menatap Arel dengan tatapan kaget. Jadi, Arel sengaja membawanya ke sini?

"Lo sengaja bawa gue ke sini?"

Arel berjongkok untuk menyamakan posisinya dengan Karissa. Ia memperhatikan wajah Karissa sejenak sebelum ia berbicara, "Iya." jawabnya singkat. Ucapan Arel membuat Karissa ingin menitikkan air mata saat itu juga. Karissa tak habis pikir dengan entengnya Arel menjawab pertanyaan Karissa seolah cowok itu tidak melakukan kesalahan. "Lo jahat Rel!"

"Lo cantik. Dari dulu gue suka sama lo kar, tapi lo gak pernah buka hati sedikit pun buat gue. Lo lebih pilih Geraldi, di banding gue. Gue kurang apa sih kar, gue udah baik sama lo. Gue harus gimana lagi supaya lo bisa suka sama gue?" Arel menatap mata Karissa lekat-lekat.

GERALDI [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang