Suara deru mesin motor beradu di area balapan. Para pemilik motor mengegaskan motor mereka sebelum melaju. Geraldi dan kelima temannya sudah berada di garis start, menunggu seseorang yang berdiri di hadapan mereka mengayunkan bendera.
Benar seperti apa yang Erik katakan. Bahwa Geraldi dan teman-temannya akan melawan geng Daffan.
Seseorang mengayunkan bendera yang sedari tadi berada di genggamannya, membuat para pembalap melaju dan melesat secepat yang mereka bisa.
Geraldi memerhatikan jalanan dengan jeli, memastikan posisinya berada paling depan diantara pembalap lainnya. Namun, dengan segera Daffan berhasil menyamakan posisi motornya. Terlihat dari kaca spion, Daffan berhasil mengejarnya dengan mudah. Geraldi meninggikan kecepatan motornya dan melaju menjauhi Daffan.
"Cih! Lo liat aja nanti."
Seringaian senyum jahat terulas di bibir Daffan.
Motor Geraldi terus melesat memecah jalanan malam. Satu atau dua tikungan dengan mudah ia lewati. Dengan gesit, Geraldi berhasil menaklukan jalanan malam ini.
Dari kaca spion, Geraldi melihat salah satu motor yang ia kenal. Sang pemilik motor adalah salah satu dari lima temannya. Dia adalah Melvin, dan ia berada tepat di belakangnya. Ia juga sama melesatnya seperti Geraldi.
Daffan mengegaskan motornya dengan kecepatan tinggi. Ia berusaha menyusuli Melvin dan Geraldi. Ketika ia sudah menyamai posisi motornya dengan Melvin, Daffan mendekatkan motornya dengan motor Melvin. Seolah-olah ingin membuat Melvin menyingkir dari jalannya.
Melvin juga pembalap yang handal. Tentu saja ia tak akan membiarkan hal itu terjadi.
Dari arah berlawanan, seseorang mengendarai mobil berwarna putih dengan kecepatan tinggi. Akan tetapi, mobil itu bergerak ke arah kanan lalu kiri. Mobil itu terlihat seperti kehilangan kendali. Apa jangan-jangan pengemudinya sedang mabuk?
Geraldi mengerem mendadak ketika mobil putih itu berada di arah jalur yang salah. Mobil itu terlihat seperti akan menghantam siapa pun yang berada di hadapannya.
Geraldi melihat ke kaca spion. Ia melihat Daffan dan Melvin saling beradu kecepatan. Ia memberi kode pada Melvin dengan tangannya untuk berhenti dan menepi.
Melvin melihat kode dari Geraldi. Namun, ketika ia mengerem, rem motornya tak bisa ia gunakan. Ia heran, kenapa tiba tiba rem nya tidak berfungsi?
Mobil pengemudi yang mabuk itu menuju ke arah nya dan semakin dekat. Melvin sudah berkali-kali mengerem namun, tetap saja rem nya benar benar tidak berfungsi. Kini jarak mobil semakin dekat.
Bangsat! Rem gue blong.
Apa boleh buat, Melvin segera melompat dari motornya yang berkecepatan tinggi agar terhindar dari tabrakan mobil putih di depannya. Ia tidak tahu apakah cara ini akan menyelamatkannya atau tidak. Sementara motornya sudah menabrak mobil putih itu, dan membuat mobil secara otomatis terhenti. Bagian depan mobil rusak dan pengemudi tak sadarkan diri.
Melvin terkapar di jalan. Darah mengalir dari kepalanya. Bukan hanya kepala, tetapi ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Penglihatannya mulai kabur.
"Melvin!"
"Melvin!"
Samar-samar, Melvin mendengar seseorang memanggilnya. Namun ia tak mampu untuk menjawab. Sekujur badannya terasa sakit. Ia terlalu lemah untuk bergerak. Mengeluarkan suara pun ia tidak bisa. Lambat laun suara itu tak terdengar lagi di gendang telinganya dan pandangannya semakin menggelap.
Di detik selanjutnya, Melvin kehilangan kesadaran.
---
Karissa terbangun dari tidurnya. Ia duduk di atas kasur dan bersender pada headboard. Kemudian, ia mengambil handphone miliknya yang tersimpan di atas nakas. Pukul 23.00, gumamnya.
Karissa meletakkan handphone nya lagi di atas nakas dan bersiap untuk kembali tidur. Namun, suara getaran handphone membatalkan niatnya.
Karissa melihat nama yang tertera di layar kunci. Dari Geraldi? Ada apa dia telfon malem-malem gini? Karissa bergumam. Ia segera mengetuk kata "accept" pada layar handphone nya.
"Halo Ger."
"Halo, apa ini benar nomor pacarnya Geraldi?"
Terdengar suara seorang wanita dari sebrang telefon.
"Iya betul."
"Ini saya, mama nya Geraldi."
"Oh tante, ada apa ya?"
"Tante mau nanya, Geraldi mampir ke rumah kamu gak?"
"Iya tante, jam sembilan tadi."
Sang lawan bicara terdiam. Terdengar nada cemas dari sebrang telepon. Karissa tak mengerti mengapa mama Geraldi menanyakan Geraldi padanya? Bukankah setelah mengantar Karissa cowok itu langsung pulang?
"Ada apa ya tante?"
"Tadi Geraldi sempet pulang, terus langsung pergi lagi. Udah jam segini, Geraldi belum pulang. Tante takut Geraldi kenapa-napa."
"Geraldi juga gak bawa handphone."
"Oh gitu tante, Karissa coba telepon temennya Geraldi. Siapa tau Geraldi lagi sama temen-temennya."
"Makasih ya. Nanti kalo ada kabar tentang Geraldi, kabarin tante ya."
"Iya tante pasti."
Sambungan telefon terputus. Karissa segera mencari nomer handphone seseorang yang bisa ia hubungi. Mungkin Melvin lagi bareng Geraldi. Gadis itu membatin.
Karissa menekan kontak Melvin pada layar handphone nya.
Tut... Tut...
"Nomor yang anda tuju sedang–"
Karissa mematikan sambungan telepon. Kemudian ia kembali menghubungi nomer milik Melvin. Namun nihil, tidak ada jawaban.
Tut... Tut...
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan–"
Gadis itu mencoba menelepon Arkan namun, tidak ada satupun teman-teman Geraldi yang mengangkat panggilan telepon darinya.
Sekali lagi Karissa menelepon Arkan.
Tut... Tut...
Telepon berdering.
"Halo Kar?"
"Arkan!"
Syukurlah Arkan mengangkat teleponnya.
"Lo liat Geraldi gak–"
"Sorry Kar, gue lagi ada urusan darurat nih. Nanti lagi ya."
Arkan langsung memutuskan panggilan.
Karissa mulai cemas. Kenapa Arkan terdengar buru-buru? Dan kenapa suasana di sebrang telepon terdengar ramai? Apa sedang terjadi sesuatu? Atau jangan jangan–
"Gak! Gue gak boleh mikirin hal yang buruk."
------------------------------------
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
GERALDI [SUDAH TERBIT]
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ^^ SUDAH TERBIT DI GLORIOUS PUBLISHER YANG MAU BELI NOVELNYA, BISA BELI DI SHOPEE YAA ^ ^ MAMPIR JUGA KE WORK 'EQUANIMITY' YUK Geraldi Fadhli Rezkiansyah, siapa yang tak mengenali cowok itu? Satu sekolah pasti sudah tahu...